Chereads / Misi Misteri Sang Indigo / Chapter 17 - 17. Keberuntungan Saleh

Chapter 17 - 17. Keberuntungan Saleh

"Gimana kalo bapak ikut kita pulang, ongkos dan uang untuk istri bapak, biar saya aja yang bayar ... Gimana?" jawab Egy.

Membuat Raizel, Diva, Cindy, Vano, dan Caca terdiam, tapi itu ide yang bagus supaya mereka bisa dengan cepat sampai Di desa itu.

"Den ... Bapak emang pengen banget pulang, tapi bapak nggak mau ngrepotin Aden. Apa lagi, bapak bukan siapa-siapa Aden, tapi Aden mau ngongkosin dan ngasih uang buat bapak" ujar Saleh.

"Nggak Pak. Saya nggak keberatan. Kebetulan saya juga kesana ada perlu penting, sama mau nemuin Papah saya" ungkap Egy.

Membuat bapak itu sedikit terkejut.

"Papah Aden orang Bagaharuni?" tanyanya penasaran.

"Iya pak. Nama papah saya Gunawan."

Seketika, mata bapak itu melebar

Karena ternyata, ayah Egy adalah juragan tani disana.

"Gunawan? Pak gunawan? Saya tau, Den. Beliau orang yang baik, kadang kalo saya di rumah juga sering tegur sapa sama pak Gunawan. Karena dia rutin mengecek hasil taninya" ungkap pak Saleh membuat Egy dan semua temannya tercengang.

Sungguh kebetulan dan keberuntungan mereka bertemu Saleh. Egy menatap Raizel dengan bahagia.

"Pak, ayo pulang bareng kita. Saya akan bayar bapak, itung-itung bapak nolongin saya nganter kerumah Papah saya" usul Egy.

"Beneran, Den ...?" Pak saleh menunjukan mimik senang.

"Tapii ...."

Melihat Pak Saleh berubah murung seperti ragu menerima tawaran dan usul Egy. Egy, langsung berucap.

"Iya, Pak! Bener. Saya serius." ucap Egy meyakinkan.

Mereka semua hanya terdiam dan mengangguk juga ikut tersenyum, berharap pak Saleh akan setuju.

Kemudian, Egy mengeluarkan uang 1 juta dari dompetnya lalu berjongkok di depan Saleh dan memberikan uang tersebut.

"Ini, Pak. Saya bayar sekarang." Egy meyodorkan uang campur seratus dan lima puluh ribuan kepada  Saleh.

Tangan Saleh dengan pelan, mulai menyadah uang tersebut.

Karena Egy melihat Saleh ragu untuk mengambilnya, Egy meraih kedua tangan Saleh.

"Pak! Ini saya beneran, saya serius. Bapak jangan ragu." Lalu meletakan uang di telapak tangannya.

"Tapi, Den, ini kebanyakan" ucap Saleh memandang wajah Egy.

"Enggak Pak, ini cukup seimbang sama jasa bapak nanti buat nganter saya ke rumah Papah saya."

Lalu, Egy merapatkan tangan Saleh, bersama uang di tengah-tengah telapak tangannya.

Pak Saleh menggenggam uang tersebut.

"Ya Allah, ya Tuhanku .... Terimakasih.

Terimakasih, Den" ucapnya dan hampir bersujud kepada Egy.

Dengan cepat Egy menahannya.

"Pak jangan ...," kata Egy sambil menahan pundak Saleh  agar tidak bersujud.

"Saya yang harus berterimakasih sama, Bapak," lanjut Egy.

"Den ... terimakasih ... terimakasih." Ia memeluk Egy dan menangis.

Semua orang di sebrang jalan memandang ke arah mereka.

Kemudian, Saleh melepas pelukannya.

"Tapi, Bapak harus pulang ke kosan dulu, Bapak perlu beres-beres barang buat pulang" ujar Saleh sembari mengelap air matanya.

"Kosan Bapak di mana? Jauh nggak?" tanya Caca

"Nggak Neng, di belakang halte ini itu ada gang, jalan ke gang terus nglewatin masjid nah udah sampe" jelas Saleh.

Karena masih jam setengah 3 sore, mereka memutuskan untuk ikut ke kosan Saleh.

"Kalo gitu, kita ikut bapak aja" imbuh Raizel.

"Iya , sambil nunggu bus" tambah Vano.

"Ya udah, ayo ke kosan Bapak dulu" Ajak Saleh, semangat sembari bersiap memikul jualannya.

Mereka mengikuti di belakang Saleh,  di saat itu juga.

Raizel tersenyum. Ia hanya merasa, tuhan membantu mereka semua.

Tidak butuh waktu lama mereka telah sampai, di depan Masjid. Di situ, ramai sekali anak-anak yang sedang mengaji. Lalu, Saleh berhenti dan memandang kedalam Masjid.

"Kenapa Pak?" tanya Egy.

"Ini Den ... Bentar yah, nunggu sebentar anak-anak yang ngaji pada pulang" ujar Saleh.

"Oh, berapa lama lagi pak?" tanya Diva.

"Nggak lama kok, Neng" jawab Saleh.

Mereka tidak tahu, apa alasan Saleh menunggu anak-anak mengaji pulang.

Tetapi, mereka tetap memutuskan menunggu bersama.

Dan benar, 10 menit mereka menunggu anak-anak keluar dari Masjid.

"Anak-anak sini! Bapak mau bagiin es dawet gratis!" Seru Saleh.

Sontak mereka berenam menoleh ke arah Saleh, tidak percaya akan apa yang dikatakannya.

Anak-anak yang mendengar teriak Saleh, langsung berlari menghampirinya. Seketika Mereka dikerumuni oleh para anak-anak. Tidak hanya itu, ibu-ibu dan bapak-bapak yang ada di situ ikut datang menghampiri Saleh.

Karena melihat Saleh sibuk dengan gembira membagikan es dawetnya, Raizel dan teman-temannya yang di situ tentu tidak bisa terus diam.

Mereka memutuskan untuk membantu Saleh membagikan dawet kepada siapa saja yang ada di situ dengan cepat.

"Silahkan, Dek."

"Silahkan, Buk."

"Silahkan, Pak."

"Pelan-pelan, ya."

"Silahkan, Kak."

"Jangan berebut, ini ada lagi."

Tidak terasa waktu membagikan es dawet milik Saleh selesai, hanya dengan waktu sekitar 20 menit.

"Huuufh ... akhirnya." Saleh mendesah senang.

Bersama dengan habisnya es dawet merekapun sudah terbebas, tidak lagi dikerumuni seperti sebelumnya.

"Pak ... Ini kan jualan Bapak, kok dibagi-bagiin?" tanya Caca penasaran.

Mereka semua memang penasaran, dan sama-sama menunggu jawaban dari Saleh.

"Saya nggak akan jualan dawet di sini lagi neng, dengan uang yang aden kasih." Sembari memandang Egy "Bapak mau buka usaha kecil-kecilan di rumah, jadi daripada dibuang atau didiemin. Bapak bagi-bagiin aja keanak-anak. Makasih, Den" Lanjutnya.

Meskipun yang mereka bagi tidak hanya kaum anak-anak, tapi orang dewasa juga. Mendengar penjelasan dari Saleh, mereka hanya bisa tersenyum kagum.

Ternyata masih ada orang yang sebaik Saleh di dunia ini.

Caca melirik jam pada handphonenya. Jam menunjukan pukul 15.02

Tidak terasa ternyata waktu membagikan es dawet sudah memakan waktu cukup lama.

"Pak, ini udah jam tiga Pak, ayo kita siap- siap" ajak Caca.

Sontak Raizel, Egy dan yang lainpun melirik jam yang ada di handphone  mereka, ada juga yang melirik pada jam tangan. Dan memang benar  sudah jam tiga lebih beberapa menit.

Saleh langsung berjalan agak cepat, karena wadah dawet dan yang lainnya sudah habis, paling hanya tersisa gula dan es batu. Itu pun tinggal sedikit lagi, membuatnya lebih ringan. Memudahkan Saleh memikul wadah jualannya, sehingga Saleh bisa berjalan lebih cepat dari sebelumnya.

Ternyata memang benar, kosan Saleh memang dekat dengan Masjid. Mungkin hanya butuh waktu tiga menit  berjalan dari Masjid.

Kosan Saleh begitu kecil, itu karena memang Saleh tinggal sendirian.

Karena itu, mereka memutuskan untuk menunggu Saleh bersiap di luar kosan.

Kurang lebih setengah jam, Saleh berkemas.  Dan akhirnya ia keluar juga dari dalam kosannya, membawa tas yang besar seperti Mereka di punggungnya.

Raizel dan teman-temannya sudah seperti akan pergi berkemah, tapi sebenarnya, Mereka akan berlibur dan memecahkan misi penting.

"Udah, Den, Neng ... maaf agak lama, ayo" ajak Saleh.

Sebelum itu, Saleh memberikan kunci kosan kepada salah satu wanita, mungkin itu pemilik kos.

Tampak Saleh sedikit mengobrol dan yang mereka tau, Saleh berpamitan lalu mengucapkan terimakasih.