Raizel memeluk kencang tubuh Egy, tidak perduli bahwa mereka sesama jenis, ia hanya takut, mahluk itu berusaha melukai Egy. Itu saja.
Ditambah Raizel sendiri yang melihat mahluk itu secara langsung, rasanya ingin bersembunyi, tetapi tidak bisa.
Egy yang ditarik paksa dengan cepat, ditambah juga secara tiba-tiba Raizel memeluknya sangat erat.
Sudah pasti merasa kaget, Ia juga merasa aneh dengan tingkah Raizel.
"Rai ... please! Jangan gini, takut dilihat orang" keluh Egy, sembari mendorong pundak Raizel, dengan kedua tangan.
Niatnya agar Raizel melepaskan pelukannya, tapi malah pelukan itu menjadi lebih erat.
Membuat Egy, sedikit marah.
"Rai!! ... lo kenapa? Ada apa? Awas apa maksud lo?" tanya Egy, keras.
"Gy, tolong lo diem dulu, Jangan banyak nanya," pinta Raizel.
"Tapi lo aneh Rai, lo lihat apa'an?"
Egy menunggu jawaban Raizel.
Raizel mencoba membuka matanya perlahan, mengendorkan sedikit pelukannya pada Egy, Berharap mahluk hitam itu sudah pergi.
Lagi-lagi ia dikejutkan kembali.
Siapa sangka, ketika dia membuka mata.
Bukannya melihat sosok hitam itu sudah menghilang, justru malah wajah mahluk tersebut berada tepat di depan wajahnya.
Hanya meyisakan 5cm, jarak tengah antara wajah mahluk hitam itu dari depan wajah Raizel, yang artinya hampir saling menempel.
Sungguh dekat, sangat dekat, terlalu dekat.
Raizel membelalakan matanya, ingin Raizel berteriak tapi tak bisa.
Ingin Raizel kembali menutup mata, tapi seakan-akan mahluk hitam itu ingin Raizel menatap wajahnya lebih lama.
Dia saksikan betapa seram dan menakutannya wajah mahluk itu, berbulu, hitam dan kening yang bertanduk, berdarah, berbau busuk. Ditambah matanya yang sudah tidak utuh menjadikan wajahnya benar-benar mengerikan.
Tidak enak untuk dipandang.
Karena ketakutan yang sudah melewati batasnya, Raizel kembali mengencangkan pelukan pada Egy.
Egy yang dari tadi menunggu jawaban Raizel, berharap bahwa teman-nya itu akan memberitahunya sesuatu, malah terkejut lagi karena pelukan Raizel yang kembali mengerat.
"Rai! ... jawab gue, lo kenapa?! Jangan nakutin Gue kaya gini!" gertak Egy.
"Gy ... gu-gu-gue-" jawab Raizel dengan gagap.
"Lo kenapa? Jawab!!" Sekali lagi, Egy menyentak dengan keras pada Raizel, belum sempat Raizel menjawab Egy.
Mahluk hitam yang wajahnya 5cm dari depan wajah Raizel, Tiba-tiba menjulurkan lidahnya.
Hingga lidahnya itu menyentuh ujung hidung Raizel.
Seketika bau busuk masuk dan menyengat tenggorokan, Raizel yang tidak kuat menahan takut sekaligus bau busuk, yang dikeluarkan dari lidah mahluk hitam tersebut.
Perlahan mulai kehilangan kesadaran.
"Rai ... Raizel ...?" Egy mencoba melirik wajah Raizel, yang sedari tadi hanya diam. Menyembunyikan parasnya di samping telinga Egy.
"Rai ...?" panggilnya, penasaran.
Suara Egy terdengar biasa karena ia merasakan pelukan Raizel yang tidak lagi erat seperti sebelumnya.
"Gy ... gue nggak kuat" keluh Raizel lirih.
"Nggak kuat kenapa?" Balas Egy
Kakinya terasa lemas, pandangan mulai hitam dan perlahan mulai menjatuhkan tubuhnya.
Sebelum Raizel sepenuhnya kehilangan kesadaran, dan tubuhnya jatuh ketanah berbalut aspal.
"Rai!!" Egy dengan sigap.
Berganti memeluk tubuh Raizel yang hendak jatuh, mencoba menahan dengan kuat tubuh temannya yang lemas karena ketakutan.
kemudian, Egy perlahan menurunkan tubuh Raizel di atas jalanan aspal. Sehingga Raizel pingsan dalam keadaan duduk, tak sampai di situ Egy juga menyangga punggung Raizel dengan lututnya.
"Rai!! lo aneh banget ....
Lo kenapa malah pingsan? Aduh! Raizel! Bangun!" teriak Egy.
Menepuk pipi Raizel yang sudah benar-benar berat untuk membuka matanya lagi.
Tidak jauh darinya, mahluk hitam yang mengikuti Raizel dan Egy sejak tadi, tanpa Egy bisa melihatnya. Mahluk itu diam di samping Egy memperhatikan mereka yang panik, juga melirik ke arah Raizel yang pingsan.
Mungkin karena sudah berhasil menakuti Raizel, maka mahluk itu pun perlahan berubah menjadi kabut putih yang tipis lalu menghilang.
Sedangkan Egy yang kebingungan bercampur panik, tidak tahu temannya kenapa, memutuskan untuk menggendong Raizel.
Lalu membawa Raizel pulang bersamanya.
****
Di malam yang gelap. Hanya diterangi oleh lampu jalanan, tampak Egy berjalan dengan agak laju bersama Raizel di belakang punggungnya.
"Sial sial sial!" cemoh Egy.
Setelah Ia berusaha dengan cepat berlari ke rumah, akhirnya Ia sampai.
"Maaah! Mamaaahh! Buka pintunya!" teriak Egy dari luar pintu.
Memanggil sosok wanita yang ada di dalam rumah.
"Egy, kenapa harus teriak-teriak?" sahut Fani—Ibu Egy dari dalam.
Setelah pintu mulai terbuka, Egy langsung menerobos masuk, melewati Fani di ambang pintu. Bersama Raizel yang tak sadarkan diri di belakang punggungnya.
"Raizel ...," gumam Fani lirih.
Terkejut anaknya menggendong seseorang, yang ternyata itu adalah Raizel.
Dengan tergesa-gesa.
Egy naik ke lantai atas, menaiki tangga yang di mana ruang atas itu adalah kamarnya sendiri.
Tanpa bertanya apapun, Fani menutup pintu lalu mengekori putranya menaiki tangga menuju kamar.
Selesai Egy membaringkan Raizel di kasurnya, Ia panik, bingung, berlari ke sana ke mari tak tahu akan mengambil apa.
Tidak tahu akan melakukan apa.
Ibunya menyaksikan kelakuan Egy yang mondar-mandir tanpa arah, mencoba memanggilnya, untuk menyadarkan putranya dari kepanikan.
"Nak ... kamu nyari apa? Cepet ambil baskom kecil sama handuk. Jangan lupa isi pake air anget buat ngompres Raizel" perintah Fani lalu berjalan masuk ke kamar Egy.
Egy yang awalnya sedang kebingungan, begitu mendengar perintah dari Ibunya ia berhenti sejenak, kemudian langsung berlari ke dapur.
Di dapur, bukannya mengambil baskom dan handuk bersih seperti apa yang yang ibunya suruh. Egy justru malah mengambil piring dan sendok.
Sampai di pintu kamarnya, ia mendapati ibunya tengah duduk di sisi ranjang, bersama telapak tangan kanannya menempel di kening Raizel yang tak sadarkan diri.
"Mah, ini" kata Egy menyodorkan piring dan sendok yang ia bawa dari dapur pada Fani.
Fani yang hendak menggapai apa yang Egy sodorkan, seketika diam seribu bahasa.
seketika tercengang setelah melihat apa yang dibawa Egy dari dapur.
"Hlo! Egy, kenapa kamu bawa piring sama sendok? Kamu mau makan?
Mamah 'kan nyuruh kamu ambil baskom, air anget sama handuk kecil buat ngompres Raizel!" ujar ibunya Kesal.
"Aduh, Mah ... kenapa nggak bilang dari tadi!" pungkas Egy yang tidak merasa bersalah.
Kemudian Ia kembali berlari turun. Melewati tangga, menuju dapur. Mengambil Baskom kecil dan handuk, namun kini Egy salah mengambil airnya yang seharusnya diisi dengan air hangat, seperti apa yang Ibunya minta.
Egy justru mengisi baskom itu dengan air es dari kulkas.
Seperti sebelumnya, tidak memperhatikan kesalahnya lagi. Egy berlari kembali menaiki tangga, menuju kamar sambil bergerutu.
"Rai ... kenapa lo pake pingsan, sih! Dan bikin gue panik gini, pacar bukan, cuma temen.
Tapi kenapa gue panik, seakan kaya pacar gue yang sekarat."
Setelah sampai kamar.
"Mah, ini."