Chereads / Misi Misteri Sang Indigo / Chapter 5 - 05. Ega 1

Chapter 5 - 05. Ega 1

Jadi dia membiarkan dirinya difitnah dan menjadi kambing hitam untuk Ega.

"Iya sorry, nggak sengaja. Gue barusan kesandung, Gy."

"Lain kali hati-hati Rai ... aduuhh pinggul gue ... pundak gue, kayanya ada yang patah nih" kata Egy, meringis kesakitan menggoda Raizel. Agar merasa bersalah.

"Iya sorry, tapi jangan ngomong gitu dong. Gue, 'kan nggak sengaja."

"Lo ngedorong gue kenceng banget, sampe gue mental ke tembok, emang lo nggak lihat gue tadi ciuman sama tembok? ssssshhhh ...," cibir Egy, mendesis sakit.

"Iya gue lihat, sorry ... gue janji kejadian kaya gini, nggak akan keulang lagi." Egy berhasil membuat Raizel merasa bersalah.

"Udah, ayo tidur!" celetuk Egy membaringkan perlahan tubuhnya.

Raizel menatap Egy, sambil terus berfikir, apa maksud Ega melakukan itu semua. Padahal yang menyebut namanya adalah Raizel, tapi kenapa malah yang dicelakainya justru Egy?

Tiba tiba ....

Braak ....

Praaanggg ...!

Suara barang jatuh dari lantai bawah yang di mana barang itu seperti ada yang pecah, bisa disimpulkan benda yang jatuh itu berkaca. Terdengar oleh Raizel dan Egy.

"Rai ... lo denger?" tanya Egy menatap Raizel.

"Iya gue denger," jawab Raizel.

"Kok, ada yang jatuh, ya?" Tanya Egy, "ayo kita cek Rai, takut maling" lanjutnya, beranjak turun dari kasur.

Perasaan Raizel membantah perkiraan Egy, justru Raizel berfikir bahwa itu adalah Ega.

Mereka berlari turun untuk memeriksa apa yang pecah.

Saat mereka sampai di lantai bawah, sudah ada Fani di ruang tamu.

"Mah, kenapa?" tanya Egy pada Ibunya.

"Aduuh ... kok bisa jatuh, sih" ucap Fani sedih, menghiraukan pertanyaan anaknya.

"Hlo, ini kok bisa jatuh?" kata Raizel pelan.

Ia heran, tidak percaya pada apa yang dilihatnya.

Benda yang jatuh ternyata adalah, figura foto Egy dan alm. Ega yang dilihatnya tadi, kacanya yang besar, kini pecah berserakan di lantai.

Kenapa begitu kebetulan? Atau apa ini benar ulah Ega? Di dalam hati Raizel Ia menduga-duga.

Kemudian, Raizel membantu Egy dan Fani memungut pecahan kaca yang menutupi lantai.

Lalu, saat fokus memindahkan pecahan kaca tersebut. Raizel dikejutkan karena melihat Ega berdiri di samping Ibu Egy—Fani, yang sibuk mengambil serpihan benda tajam itu.

Ega tersenyum kepada Raizel sesaat, lalu setelahnya, Ia menangis.

Tangisannya begitu kencang dan melengking membuat gendang telinga Raizel tak nyaman.

Raizel menutup matanya sejenak.

Menggelengkan kepalanya mencoba fokus kembali membersihkan pecahan kaca, berusaha kuat menahan berisiknya tangisan Ega.

Di saat Raizel yang sedang kesakitan menahan kerasnya suara Ega, Raizel melirik Egy dan Fani yang sibuk mengambil satu persatu pecahan kaca, mereka tidak sedikitpun menunjukan tanda-tanda mendengar suara berisik dari tangisan Ega.

Di situ juga Raizel sadar, bahwa.

Hanya dirinya yang bisa mendengarnya.

Lima menit sudah Ega menangis tanpa jeda, hingga akhirnya Ia berhenti.

Raizel mengarahkan pandangannya pada Ega, ingin tahu kenapa tiba-tiba Ia berhenti. Namun, malah Raizel melihat Ega terbang mendekati vas besar di samping sofa.

Vas itu sengaja diletakan di ruang tamu oleh Fani, untuk menjadi hiasan sudut dinding.

Sembari tangannya bergerak memunguti pecahan kaca, Raizel tetap menyempatkan matanya untuk mengawasi Ega.

Sedang apa dia di samping vas itu?

Di dalam hati, Raizel bertanya-tanya apa yang dilakukan Ega di sana.

Kemudian, Ega tiba-tiba mengangkat sebelah tangannya.

Membuat Raizel terperanjat berhenti memungut pecahan kaca, takut Ega akan melukai Egy atau Fani.

Kemudian ....

Praaang ...! Lagi.

Vas besar itu pecah.

Ternyata Ega tidak melukai Egy dan Fani, tapi Ia terbang ke sisi vas hanya ingin menghancurkan vasnya.

Ega dengan sengaja memecahkan vas tersebut, membuat seolah-olah bahwa Egy yang menyenggolnya.

"Egy, hati- hati!" seru  Fani.

"Maaf Mah, aku nggak sengaja."

Egy bingung, merasa bersalah karena vas yang pecah adalah satu-satunya vas kesayangannya, yang dibelikan oleh Ayahnya saat Ia berumur 14 tahun.

Setelah itu Ega tertawa keras seperti tangisnya sebelumnya, dan lagi-lagi tawanya hanya bisa didengar oleh Raizel seorang.

Kini pekerjaan mereka untuk membereskan ruangan itu menjadi lebih banyak.

Sebenarnya, apa maksud Ega melakukan itu semua?

Serpihan kaca dan vas yang Ega pecahkan, sudah hampir selesai mereka bersihkan.

Lalu, Raizel melihat Ega berlari menuju salah satu pintu yang Raizel ingat, itu adalah pintu untuk ke halaman belakang.

Raizel memberanikan diri untuk mengikuti Ega, Ia khawatir, Ega akan berbuat sesuatu hal yang buruk lagi.

Raizel berlari diam-diam menyusul Ega tanpa sepengetahuan Egy dan Fani.

Ternyata benar, itu pintu untuk ke halaman belakang rumah Egy.

Di situ juga dia melihat Ega menghampiri sebuah pohon bunga kertas berwarna, merah jambu kesukaan Fani.

Di salah satu ranting pohon bunga kertas itu, ada pot bunga Anggrek putih yang menggantung.

Ega mengangkat sebelah tangannya lagi, Raizel rasa, Ega mencoba untuk menjatuhkannya, seperti halnya Ia tadi menjatuhkan figura dan vas di ruang tamu.

"Egaaa ....

Berhenti!" teriak Raizel, berusaha menghentikan Ega yang mencoba menjatuhkan pot Bunga Angrek itu.

Ega pun berhenti, Ia membalikkan tubuhnya menghadap Raizel.

Seketika, di gelap malam itu. Ditemani dinginnya angin darat membuat suasana benar-benar mencengkram.

Raizel menelan ludahnya, kemudian mendekat, menyisihkan jarak kurang lebih 11 langkah dari tempat Ega berdiri. Ia memberanikan diri untuk bertanya lagi pada Ega yang diam bergeming menatapnya.

"Kamu beneran Ega? Bener, 'kan?"

Ega tetap diam tak menjawab.

"Ega ... tapi kenapa kamu ngelakuin ini semua? Apa tujuanmu? Apa yang pengen kamu sampaikan?"

Setelah itu, angin menghempas dedaunan pohon, membuat suara khas pada malam hari yang menyelimuti rasa takut Raizel. Lalu, Ega berjalan maju mendekatinya.

Menimbulkan hati yang tidak tenang.

Jantung yang berdebaran panik, menahan rasa takut yang muncul setiap kaki Ega melangkah mendekat.

Raizel tetap menjaga jaraknya pada Ega.

Setiap Ega melangkah maju, maka Raizel akan melangkah untuk mundur, seterusnya seperti itu.  Hingga Ia tidak menyadari telah kehabisan ruang untuk mundur lagi.

Punggungnya tersudutkan oleh tembok rumah, sudah terlambat bagi Raizel untuk berlari kabur dari Ega.

Ega berhenti, menyisakan satu langkahnya lagi, yang di mana satu langkah itu akan sampai pada Raizel.

Kemudian, Ia mengangkat lurus tangannya ke depan, perlahan telapak tanganya menyentuh tengah dada Raizel.

Karena tinggi badan Ega yang tepat sejajar dengan dadanya, ditambah baju yang Ega kenakan sobek, yang membuat hal itu tidak mampu menutupi pundaknya dengan sempurna.

Mata Raizel tertenggun pada pemandangan pundak Ega.

Karena, terlihat di pundaknya yang terbuka, di situ ada beberapa luka titik merah.

Setelah Raizel memperhatikannya lebih jelas, ternyata luka Itu adalah luka bakar yang Raizel pikir disebabkan oleh putung rokok.

Raizel melirik mata Ega yang sama sekali tidak berkedip, ditambah kantung matanya yang hitam terus saja menatap tajam padanya.