Meskipun begitu, Ia menjadi bertanya-tanya, apa yang telah terjadi pada Ega sebelumnya?
Kemudian Raizel terdiam, Ia hanya berfikir bahwa Ia harus tahu masa lalu Ega yang sesungguhnya.
Dengan rasa penasaran yang mengalahkan rasa takutnya, kini Raizel memutuskan untuk melihat kenangan terakhir Ega.
"Ega, maaf sebelumnya, aku minta izin buat ngelihat sedikit kenangan terakhir kamu ... supaya aku tahu apa yang terjadi sama kamu" ucap Raizel.
Ega tetap diam tak bergeming,
Bahkan tidak menjawab.
"Karena kamu dari tadi diam, aku anggap itu adalah jawaban, iya"
Raizel kemudian menggenggam pergelangan tangan Ega yang sedari tadi terus saja menempel di tengah dadanya.
Saat Raizel menggenggam pergelangan tangan Ega, rasa dingin yang ditimbulkan oleh kulit Ega yang pucat, menusuk telapak tangan Raizel.
Meskipun begitu, hal itu tidak membuatnya untuk mengurungkan niat dalam Raizel, yaitu melihat kenangan terakhir Ega.
Ega diam membiarkan Raizel melakukannya, ia hanya tetap menatap tajam Raizel. Karena tujuan Ega melakukan itu pada Raizel adalah ingin meminta tolong sesuatu.
Kemudian Raizel memejamkan matanya, di saat matanya menutup. Segelintir gambar kenangan muncul di pikirannya, bukan gambar tapi cuplikan kejadian.
Di mana di dalam cuplikan itu, Raizel melihat anak perempuan berumur 10 tahun menangis karena dipukuli oleh seorang pria dewasa.
Pria itu memukulnya dengan tongkat kayu kecil, setiap Ia memukul dan di manapun kayu itu mendarat. Akan meninggalkan bekas merah pada tubuh anak perempuan itu .
Semakin jelas ... jelas ... dan jelas .... Cuplikan itu memperlihatkan wajah anak perempuan tersebut yang ternyata adalah ... Ega.
Raizel merasa sudah cukup Ia menjelajah kenangan buruk Ega, Ia memutuskan untuk membuka matanya. Namun, saat matanya terbuka, Ega sudah menghilang dari hadapannya.
Raizel termenung, tidak percaya bahwa yang dilihatnya dalam kenangan Ega, benar-benar adalah Ega yang berumur 10 tahun.
Sedangkan yang Raizel tahu, Ega meninggal pada usia 7 tahun.
Apa yang sebenarnya terjadi.
Hal itu membuat Raizel semakin ingin tahu kebenarannya.
Egy dan Fani sudah selesai membersihkan kekacauan yang dibuat Ega, di saat itu juga, Egy menyadari bahwa Raizel tidak ada di ruangan bersama mereka.
Egy yang menyadari itu, lantas Ia bertanya pada Ibunya. Bahwa Ibunya—Fani, melihat Raizel atau tidak? Tapi jusru Fani baru saja sadar jikalau Raizel tidak ada di sana bersama mereka.
Fani mengatakan pada Egy, Ia akan mencari Raizel, tapi Egy menjawab bahwa dirinya saja yang akan mencarinya sendiri.
"Jangan, Mah. Biar Egy aja yang nyari," ucap Egy.
"Oh, ya udah. Kalo gitu, Mamah masuk kamar dulu ... masih jam dua malam, Mamah pengen lanjut tidur," pungkas Fani berlalu pergi Ke kamarnya.
Egy hanya diam menatap Ibunya, yang berjalan masuk ke dalam kamar.
"Kemana tuh anak? ngilang gitu aja," cibir Egy "coba gue cek ke halaman belakang, barangkali dia ada di sana."
Alasan Egy berinisiatif untuk mencari Raizel ke halaman belakang rumahnya, bukan karena Ia melihat Raizel ketika pergi secara diam-diam, meninggalkan ruangan saat dia dan Ibunya membereskan keributan Ega di ruang tamu.
Melainkan, karena Egy sudah curiga sejak lama, bahwa Raizel adalah seorang Indigo.
Banyak alasan untuk Egy curiga, dari kebiasaan Raizel saat berkumpul bersama, yang tiba-tiba menghilang begitu saja. Lalu, dari sikap anehnya yang tiba-tiba berubah layaknya sedang ketakutan.
Entah takut apa, Egy saja tidak paham.
Setelah itu Egy berjalan santai menuju halaman belakang untuk mencari Raizel.
Saat Egy sudah sampai di ambang pintu, Egy melihat Raizel tengah diam berdiri melamun di bawah pohon bunga kertas.
"Tuh, 'kan bener. Dia di sini, Rai–" seru Egy, yang tiba-tiba menjeda. "Eh tunggu. Ngapain dia disitu?" Lanjutnya lirih.
Karena Egy penasaran, Ia sengaja menunda niatnya untuk lansung memanggil atau menemui Raizel.
Egy memilih diam sembari melipatkan kedua tangan diatas perutnya, lalu bersandar di teras samping pintu memperhatikan Raizel dalam diam.
"Gue harus tahu kebenarannya tentang Ega, hal ini benar-benar ganjil ...," gumam Raizel,
"dan kenapa Ega dipukuli? Kenapa juga ada bekas luka putung rokok di pundaknya?" Lanjutnya.
Karena Raizel tidak tahu, dirinya diperhatikan oleh Egy. Ia sengaja tidak mengecilkan intonasinya saat bergumam, yang menyebabkan semuanya didengar jelas oleh Egy.
Kata-kata Raizel sungguh membuat Egy benar-benar syok.
"Apa! ... Raizel bilang tentang Ega? Apa maksudnya dengan Ega dipukuli?"
Tangannya yang semula dilipat di atas perutnya, kini sudah tidak lagi.
"Siapa yang dipukuli? Ega? Dan Siapa juga yang kena putung rokok?" Kini giliran Egy yang bertanya- tanya.
Egy mengerutkan keningnya, mencoba lebih fokus untuk memperhatikan Raizel dengan jelas.
"Udah lah! Pikir nanti aja, gue harus masuk sebelum Egy nemuin gue di sini," kata Raizel.
Namun, Raizel tidak tahu bahwa Egy sudah memperhatikannya dari tadi, dan juga semua yang dikatakannya telah didengar oleh Egy.
Raizel membalik tubuhnya, berniat untuk masuk. Tetapi kala itu juga, Ia tercengang karena melihat sosok remaja.
Diam menyender pada pintu, yang ternyata itu adalah ... Egy.
Mata dan mata saling bertemu.
Egy memandang Raizel dengan pandangan datar. Sedangkan Raizel memandang Egy dengan terkesiap.
"Eg-Egy ... lo ngapain di sini?" tanya Raizel cemas bahwa Egy akan tahu Rahasianya.
"Harusnya gue yang nanya ... ngapain lo di sini?" balas Egy.
"Gu-gue di sini habis telfonan sama nyokap?" kilah Raizel, berbohong.
"Nyokap lo telfon?" tanya Egy dengan wajah datarnya, karena Ia tahu bahwa apa yang dikatakan Raizel adalah kebohongan.
"Iy-yaa" jawab Raizel gugup.
Egy diam tidak bertanya lagi.
Bola mata Egy terus saja meninjau mata Raizel, Raizel sangat berharap saat itu Egy tidak tahu apapun,
termasuk tidak mendengar apapun yang dikatakannya tadi.
Akan tetapi, harapan Raizel sia-sia. Karena Egy sudah mengetahuinya tepat sebelum dia membalikan tubuhnya.
Egy terperangah pada baju Raizel yang kotor, tepat di bagian dada. Hal itu membuat penasarannya terus bertambah.
Lalu Egy bertanya lagi.
"Terus, itu baju lo kenapa kotor?"
"Hah? ... oh, ini?" Raizel mencubit bagian bajunya yang kotor.
"Tadi ... tadi kena tanah," lanjutnya
Raizel benar-benar tidak menyadari kalau baju warna hitam yang dipakainya ternyata kotor, dan Ia tahu pasti penyebab kotornya, adalah telapak tangan Ega.
Jantungnya berdegup kencang, Raizel sungguh tidak menyangka. Egy, temannya sejak kecil yang sifatnya selalu lucu, konyol, selalu mencairkan suasana menjadi tawa.
Ternyata memiliki sifat datar dan tegas.
Kini Egy yang ada dihadapannya, tidaklah sama dengan Egy yang dikenal Raizel sebelumnya.
"Huuuuuffhh ...." Egy menghela panjang nafasnya.
"Ayo masuk Rai ... udah malem, ikut gue ke kamar." Sambungnya.
"O-ok ...," balas Raizel tegang.
Tidak jauh dari mereka, tepatnya di atas atap rumah Egy.
Sosok menyeramkan seorang anak perempuan, dengan rambut yang potongan acak, baju putih kusut dan kumal, kulit pucat, kantung mata yang hitam dan tubuh penuh luka itu adalah Ega.