Tetapi, di dalam momen itu juga. Egy merasa harus tetap bertanya pada Raizel soal Ega.
"Rai ... gue boleh nanya satu hal lagi nggak? kalo boleh, gue pengen lo jujur lagi."
"Hemb ...." Raizel menjawab dengan berdeham, yang memberi arti iya kepada Egy.
"Apa yang lo lihat di rumah ini?" tanya Egy serius.
"Hemb ... kalo gue jujur, takut lo nggak percaya."
"Gue percaya!" jawab Egy dengan yakin, "boleh gue nebak?"
"Hem." Lagi-lagi Raizel menjawab dengan berdeham.
"Apa ... lo ... ngelihat ... Ega?"
Raizel mengernyitkan keningnya,
Ia hanya heran kenapa tebakan Egy benar, apa Egy memang tahu tentang Ega yang sebenarnya?
"Kenapa lo tau?" ungkap Raizel, yang secara langsung membenarkan tebakan Egy.
"Jadi! ... bener elo ngelihat Ega?" seru Egy.
"Iy-iyaa" jawab Raizel.
"Seriuus? ... Rai ...?"
Mendengar Raizel menjawab Iya, Egy yang mulanya duduk, sontak lansung berdiri. Harapan Egy untuk tahu penyebab adiknya meninggal, kini sedikit demi sedikit akan terkuak, dengan bantuan Raizel.
"Rai!" Egy mencengkram kedua lengan Raizel.
"Gy ... kenapa?" tanya Raizel heran menahan sakitnya cengkraman Egy.
"Tolong ... bantu gue, buat nyari tau kenapa Ega bisa meninggal!!" seru Egy penuh ambisi.
"Apa?! Lo bilang apa barusan?"
Kini justru permintaan Egy, tidak bisa langsung dicerna oleh otak Raizel.
Soal kenangan Ega yang buruk.
Permintaan Egy untuk mencari tahu penyebab Ega meninggal.
Apa maksudnya ini semua?
Memang Raizel juga menginginkan kebenaran tentang Ega, tapi Ia tidak menyangka bahwa Egy yang berperan sebagai kakak kandung Ega, tidak mengetahui dengan pasti kenapa adiknya bisa meninggal.
Semua ini, benar-benar menjadi susunan puzzle bagi Raizel.
"Gue bilang ... bantu gue nyari tau penyebab Ega meninggal!" jelas Egy.
"Iya! tapi ... lepasin tangan lo, gue bukan cewek! Terus, ini lengan gue sakit!" protes Raizel.
Egy yang menyadari, dirinya sudah bersikap tidak wajar pada temannya, langsung melepaskan cengkramannya dari lengan Raizel saat itu juga.
"Oh, sorry ... maaf, gue kelepasan."
"Kenapa lo minta bantuan gue buat nyari tahu penyebab Ega meninggal? Bukannya lo udah tau dari dulu?" tanya Raizel penasaran akan jawaban Egy.
Egy menjelaskan pada Raizel, bahwa dirinya sama sekali tidak tahu soal penyebab adiknya meninggal yang diingat Egy adalah, saat itu ayahnya dan Ega sedang berlibur ke rumah Kakek dan Neneknya di luar kota, tepatnya di pedesaan.
Lalu setelah mereka berlibur empat hari di sana, Ayahnya memberi tahu Egy dan Ibunya bahwa, Ega sakit secara tiba-tiba, tapi satu minggu kemudian ayah Egy mengabarkan Ega telah meninggal.
Ketika Egy dan Ibunya datang ke sana ingin melihat Ega, tapi ternyata Ega sudah dikebumikan.
Dari situ juga awal mulanya orang tua Egy berjauhan, karena ibunya—Fani. Menganggap, bahwa Ayah Egy— Suaminya.
Tidak bisa menjaga Ega dengan baik.
Sejak saat itu hingga sekarang, Egy sama sekali tidak tahu penyebab asli Ega meninggal karena apa.
"Jadi karna itu, plis! Bantuin gue nyari tau Rai ... gue yakin lo pasti bisa bantuin gue." Egy memohon.
"Iya gue bakal sebisa mungkin bantuin lo, tapi sebelumnya gue minta, lo harus nerima apapun hasil akhirnya nanti," ujar Raizel.
Egy mengiyakan perkataan Raizel.
"Jadi ... lo masih inget nggak, di mana rumah asli bokap lo?" tanya Raizel.
"Gue lupa ... saat itu gue kan masih terhitung belum tau apa-apa," sesal Egy.
Braakk ...!
Pintu kamar Egy terbuka dengan keras, dan sangat membuat terkejut Egy dan Raizel yang berada di dalamnya.
Dari pintu kamar yang terbuka secara kasar itu, ternyata Fani yang membanting pintunya.
"Mamah?" ucap Egy.
"Tante?" ucap Raizel menyusul suara Egy.
Tiba-tiba, Fani masuk, dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
Mereka tidak menyadari, ternyata sejak awal. Fani sudah menguping pembicaraan Egy dan Raizel dari balik pintu kamar.
"Mamah ... kenapa nangis?" tanya Egy berdiri menuntun Fani untuk duduk di samping Raizel.
Saat Raizel akan berdiri, membiarkan Egy yang menggantikannya untuk duduk di samping Fani.
Secara cepat juga Fani meraih tangan Raizel.
Sehingga membuat Raizel tercengang
"Rai ... Tante inget tempat di mana rumah Papah Egy," ujarnya bersama air matanya yang terus menetes.
"Tante ...," ucap Raizel lirih.
"Kalau kalian ingin mencari tau kenapa Ega bisa meninggal ... Tante mendukung!" Mantap Fani.
"Mamah ... Mamah inget di mana rumah Papah?" imbuh Egy bertanya.
"Iya! Mamah inget" jawab Fani.
Fani sangat berharap besar kepada Raizel dan Egy, untuk menemukan jawaban penyebab Ega meninggal.
Di saat itu juga, Fani memberikan Info dan alamat, yang di mana itu adalah alamat rumah Ayah Egy Di luar kota.
Egy mencatat semua alamat yang diberikan oleh Ibunya, begitupun Raizel terus saja mendengar dan menyimak semua yang dikatakan Fani.
Selesai Fani memberikan Info dan alamat yang diingatnya, dia pamit untuk kembali ke kamarnya yang berada di lantai bawah.
Sejak awal Ia keluar dari kamar Egy, Fani terus saja menangis mengingat Ega.
Batin seorang Ibu yang tersakiti karena kepergian putrinya yang secara tiba-tiba, memang tidak bisa dibayangkan oleh orang lain.
Batinnya terus saja berharap, bahwa Raizel dan Egy akan berhasil. Menemukan jawaban yang selama ini Ia benar-benar ingin tahu.
Egy dan Raizel memutuskan untuk mulai berangkat besok lusa.
Pada pagi harinya, sekitar pukul 08.00.
Di depan pintu rumah Egy, terlihat Raizel yang berpamitan untuk pulang.
"Gy ... gue pulang dulu ya" Pamit Raizel pada Egy yang mengantarnya sampai pintu.
"Iya, jangan lupa nanti sore kita kumpul di kafe biasa" Pesan Egy.
"Ok," jawab Raizel berlalu.
Mentari menyinari langkahnya untuk pulang, dalam langkahnya itu Raizel hanya berfikir.
Akankah dirinya bisa membantu Egy dan Fani menemukan kebenaran tentang Ega? Ia hanya takut akan mengecewakan semua orang yang telah berharap padanya.
Raizel juga sudah memprediksi.
Rahasianya yang sudah Ia tutup rapat dari publik sekian lama, pasti perlahan akan terbuka dengan kasus ini.
Beberapa menit Raizel pulang dari rumah Egy, kini Ia telah sampai di depan pintu rumahnya.
Raizel membuka pintu, kemudian berjalan masuk. Niatnya Ia ingin langsung pergi ke kamarnya, tapi Ibunya—Sarah, menundanya untuk itu.
"Rai ... kamu dari mana? Kok, baru pulang?" tanya Sarah, yang sedang duduk bersama ayah Raizel, di depan meja makan.
"Bunda ... maaf, semalem aku nginep di rumah Tante Fani" jawab Raizel.
"Kok, Egy nggak ikut main ke sini?" timpal Ayahnya—David, ikut bertanya.
"Huuuuffff ...."
Raizel menghembuskan napas panjangnya, kemudian berjalan menghampiri Ayah dan Ibunya di meja makan, lalu duduk di salah satu kursi kosong yang memang sudah biasa diduduki olehnya.
"Kenapa?" tanya Ayahnya, tahu jika Raizel sedang ada masalah.
"Bun ... Yah ... Egy dan Tante Fani udah tau tentang rahasiaku," kata Raizel sembari tangannya meraih buah jeruk, di atas keranjang buah, yang sudah disediakan oleh asisten rumahnya untuk pelengkap hidangan.