Egy kembali menyodorkan baskom yang ia bawa dengan handuk yang sudah terendam air es di dalamnya.
"Cepet taruh sini!" titah Fani kepada Egy, untuk menempatkan apa yang Egy bawa di atas meja samping kasur.
Sesuai arahan Fani.
Egy meletakan Baskom itu di meja samping tempat tidurnya. Setelah selesai menyimpan baskom tersebut dia berdiri tegak dengan menggigit ujung empat jarinya.
'Baru pertama kali gue lihat lo pingsan, Rai!' gumam Egy dalam hati. Sembari menatap Raizel yang terbaring lemah.
Fani dengan cepat mencelupkan kedua tanganya ke dalam baskom. Berniat untuk memeras handuk kecil yang ada di dalamnya, tapi baru saja setengah lima jari tangannya tercelupkan air di dalam baskom kecil, Ia tersentak karena dingin.
Kemudian Ia mengangkat kembali tangannya dari baskom tersebut.
Sejenak Fani terdiam, menarik nafas panjang. Lalu melirik tajam anaknya yang tengah berdiri di sampingnya itu.
"Eggyy!!" panggil Fani, bersama nada panjang dan raut wajah yang menahan emosi.
Egy yang awalnya fokus memandangi Raizel dengan keempat jari di mulutnya, lantaran ibunya memanggil. Jadi Egy mengalihkan pandangan, dan menatap ke wajah Fani dengan penuh tanya.
"Kenapa kamu isi pake air es!! 'Kan Mamah bilang air ANGEEETTT!!" ujar Fani, kesal.
"Hah ... air Anget?" Egy mengerutkan keningnya, mengulangi kata-kata terakhir Fani dengan Bingung .
Matanya menatap wajah ibunya yang sudah bergejolak menahan nafsu ingin memoles kepala anaknya, di saat itu juga Egy masih berusaha. Mencerna apa yang dikatakan ibunya tentang 'Air Anget'.
Di waktu anak dan Ibu tersebut sedang saling menatap, dengan Fani yang dipenuhi emosi dan Egy yang kebingungan mencerna perkataan ibunya—Fani.
Raizel perlahan membuka matanya, lalu dengan cepat beranjak duduk sambil berteriak "Egyyy ...!"
Berkatnya, hal itu mencairkan suasana hening antara anak dan Ibu tersebut.
Egy menoleh pada Raizel yang baru saja sadar.
"Rai! Lo udah sadar!?" tanya Egy. Kemudian dengan cepat, Egy duduk di sisi ranjang. Di samping Raizel.
"Raizel, akhirnya kamu sadar juga?" imbuh Fani dengan nada lembut.
"Egy ... Tante? Kok saya di sini?" Raizel merasa kebingungan karena tiba-tiba Ia sudah berada dikamar Egy.
"Tadi lo tiba-tiba pingsan, setelah meluk gue di jalan tau!" jelas Egy.
Fani yang mendengar perkataan anaknya mengulang lirih kata 'Meluk ...?' hampir saja timbul salah paham di pikirannya.
"Lo bikin gue panik dan takut, jadi gue bawa lo ke sini" lanjut Egy, mencoba menceritakan sedikit kronologi terakhir mereka di jalan.
Raizel mendengar itu, langsung meminta maaf.
"Maafin gue, Gy. Udah ngrepotin lo."
Ditengah-tengah perbincangan Raizel dan Egy, tiba-tiba Fani menyelanya juga menawarkan Raizel untuk menginap.
"Ya udah, malam ini kamu tidur di sini aja ya, sama Egy. Udah malem besok aja pulangnya."
"Lo nggak papa Gy? Gue nginep di sini?" tanya Raizel.
Raizel takut dirinya akan menganggu jika menginap.
"Lo ngomong apaan sih?!
Ya, enggak pa-pa lah, dari kecil gue juga udah sering nginep di rumah lo kok, gue justru lebih tenang kalo lo nginep di sini, dari pada lo harus tetep pulang sendiri" jawab Egy, tersenyum.
"Makasih Gy, makasih, Tante" ucap Raizel.
"Ya, udah ....
Tante keluar dulu ya.
Kalo pengen minum atau makan turun aja sendiri ke dapur" pungkas Fani sembari berjalan keluar pintu kamar.
Raizel adalah teman Egy dari sejak SMP, begitu juga Vano. Fani sangat mengenal Raizel dan Vano, karena mereka sering bermain bersama di rumahnya.
Bahkan mereka saling, bergantian menginap di setiap rumah mereka masing-masing.
Tinggal-lah Egy dan Raizel di kamar, mereka saling bertatapan. Sampai kemudian Egy bertanya kepada Raizel.
"Rai ....
Lo beneran nggak pa-pa kan?"
"Iya nggak papa, makasih udah nolongin gue tadi" jawab Raizel
"Haaaah ... nolongin lo? Nolongin dari apa?" tanya Egy, sedikit bingung dan merasa ucapan Raizel ganjil.
"Dari mah-]" Raizel tidak meneruskan kata-katanya, Ia lupa bahwa Egy tidak bisa melihat apa yang dirinya lihat.
Raizel adalah Remaja yang lahir dengan indra yang lebih, maksud kata indra yang lebih adalah indra ke enam atau orang awam biasanya menyebut mata Indigo.
Karena itulah apa yang dilihat olehnya, belum tentu bisa dilihat oleh orang lain.
Egy yang menunggu jawaban Raizel tapi malah tidak dilanjutkan, justru semakin penasaran.
"'Dari Mah' Apa maksud lo?" tanya Egy menatap tajam mata Raizel.
"Enggak ... maksud gue ya makasih lo udah nolongin gue tadi pas pingsan" Kelitnya.
Raizel mencoba menutupi fakta yang sebenernya terjadi.
Egy tahu Raizel berbohong, tapi karena kondisi Raizel yang baru saja siuman dari pingsan, Ia mengurungkan niatnya untuk bertanya lanjut.
Ia berencana akan bertanya kembali esok.
****
Suara jam mengisi kesunyian malam.
Kamar Egy yang hanya diterangi lampu tidur warna orange itu tidak bisa membuat Raizel untuk melelapkan diri dalam mimpi.
Raizel mengajak matanya berkeliling, menatap sudut celah dinding kamar Egy.
Seperti biasa, di situ ada foto Egy saat kecil. Ada juga foto Egy bersama teman dekatnya saat SMA yang dibdalamnya ada Raizel, Egy, Vano, Diva, Caca dan Cindy.
Sejenak Raizel tersenyum melihat Figura foto mereka berenam.
Ia bersyukur memiliki teman baik seperti mereka, dan sebenarnya Raizel sendiri juga sangat menyukai salah satu teman perempuannya, yaitu Diva.
Dengan posisi berbaring Ia menatapi figura tersebut, di antara gambar wajah mereka itu, Ia hanya melihat ke arah satu wajah—Diva.
Seketika hatinya menjadi rindu pada Diva.
Asik hati memandangi figura foto. Tiba-tiba Egy yang sedang tidur di sampingnya terbangun, Egy berdiri lalu mulai berjalan tanpa melihat ke arah Raizel.
Raizel yang melihat Egy baru saja menggapai ganggang pintu, mencoba untuk bertanya.
"Gy ... mau kemana?"
Egy menoleh kearah Raizel.
"Loh! ... Kok lo belum tidur?"
"Iya belum bisa tidur, bentar lagi kayaknya"
"Oh, ya udah, gue mau turun dulu ke dapur pengen minum."
Tangan Egy mencubit jakunnya. Memberi isyarat kepada Raizel bahwa tenggorokannya kering.
"Gue ikut" kata Raizel pada Egy.
"Ayok."
Egy turun dengan diikuti Raizel dibelakangnya.
Bersama-sama mereka menuruni tangga.
Mata Raizel melirik jam yang ada di tangan kanannya.
Jamnya menunjukan pukul 00.25 yang berarti sudah sangat larut malam.
Raizel dan Egy sampai di dapur. kemudian Egy berjalan ke arah kulkas.
Meraih gelas yang sudah terjajar rapih di rak piring dekat wastafel.
Ia menuangkan air yang diambilnya dari kulkas, ke dalam dua gelas kosong.
"Nih." Egy menyodorkan gelas berisi air dingin kepada Raizel.
"Makasih Gy."
"Hemm." Egy berdeham sebagai jawaban. "Ayo cepetan minum."
Raizel tidak langsung meminumnya, ia memperhatikan Egy minum, lalu mengalihkan pandangannya ke arah figura di ruang tamu.