Chereads / CINTA PENGANTIN MASA LALU / Chapter 5 - 05. Kebenaran Gadis Dalam Foto

Chapter 5 - 05. Kebenaran Gadis Dalam Foto

"Nerisha, lihat. Itu suratnya datang."

Natasha langsung menangkap surat yang datang secara magic tersebut. Setibanya amplop itu, rasa sakit yang semula mengguncang secara mendadak menghilang. Nerisha tak lagi merasakan sakitnya dan terlihat sudah lebih sehat dari sebelumnya.

"Cepat buka amplonya, Kak. Mungkin saja itu petunjuk selanjutnya dari misi kita ini, Kak."

Nerisha begitu antusias untuk mengetahui isi dari amplop tersebut dan begitu juga dengan Natasha. Maka dari itu gadis itu segera membukanya dan apa yang mereka lihai.

Dikeluarkan isinya, ternyata ada potongan gambar yang menunjukan seorang gadis muda, yang tampak seusia dengan mereka.

"Siapa wanita ini?" tanya Natasha selepas isi amplopnya dikeluarkan.

"Coba aku lihat, Kak." Nerisha segera mengambil potongan gambarnya.

Dari raut dan tutur katanya. Sepertinya Nerisha meyadari sesuatu. Namun, dia tidak dapat langsung mengenali gambar yang ada di tangannya sekarang.

"Gadis ini? Sepertinya aku pernah melihat dia, tapi di mana? Aku merasa pernah bertemu dengannya, tapi aku lupa?"

Nerisha mencoba mengingat-ingat, terselip perasaan bahwa dia merasa yakin mengenal gadis yang ada di foto tersebut. Namun, Nerisha sendiri lupa di mana pernah dia melihat gadis tersebut?

"Benar, kamu pernah melihat dia?" tanya Natasha tak cukup yakin. Walau Nerisha adik kandungnya, tetapi untuk kali ini dia tak bisa langsung percaya begitu saja.

"Tentu Kak. Aku pernah bertemu dengan dia, tetapi aku lupa di mana tenpatnya?" 

Ungkapan Nerisha untuk meyakinkan Natasha satu kali lagi, jika dia memang pernah bertatap muka dengan gadis ini. Namun, Nerisha sendiri lupa di mana tempat itu?

"Jika memang benar, coba kamu ingat-ingat di mana kamu bertemu dengan dia? Mungkin saja ini jawaban dari misi kita yang ke empat ini."

Nerisha mencoba mengingat kejadian kemarin, atau dia pernah bertemu dengan gadis itu di tempat lain begitu? Nerisha memutar fotonya dan melihat ada beberapa petunjuk di belakang foto tersebut.

Tertulis, "Nama: Bintang Kejora. Usia: 19 tahun. Status: Pelajar SMAN 1993." Tertera di belakang fotonya.

Nerisha dan Natasha membaca penjelasan singkat dari surat kali ini. Mereka yakin jika itu adalah biodata kecil dari gadis tersebut, yang perlu mereka pecahkan.

Nerisha yang sejak beberapa saat lalu mencoba mengingat-ingat, akhirnya teringat di mana dia melihat gadis yang ada di foto itu.

"Ah, aku tahu, Kak. Aku mengingat semuanya."

Ucapan Nerisha membuka pintu lebar bagi mereka untuk menyelesaikan misi ini. Namun, tidak cukup sebatas mengingat begitu saja. Masih ada misteri yang perlu dipecahkan setelah ini.

"Di mana?"

"Tempat konser kemarin … Iya, kemarin aku bertemu dengan gadis ini kemarin malam di gedung konser."

"Kamu yakin?"

"Tentu aku yakin, Kak. Aku yakin kalau aku melihat dia kemarin malam. Saat itu tanpa sengaja kita bertabrakan," ungkap Nerisha bercerita singkat.

"Lalu, apa namanya benar, "Bintang Kejora?"

"Aku tidak yakin jika itu namanya. Karena aku tidak sempat berkenalan dengan dia. Akan tetapi, aku yakin kalau dia adalah Fans Pop yang juga seperti kita," terka Nerisha demikian, yang semakin menguatkan bukti ini.

"Iya. Itu kenapa, ada photocard TCN 721 di atas meja tadi. Ini membuktikan jika dia memang kemarin ada di gedung konser," yakin Natasha yang semakin menguatkan misteri gadis yang ada di dalam foto.

Dikuatkan dengan bukti yang ada di atas meja tadi, membuat Nerisha beserta Natasha memiliki dugaan kuat untuk gadis yang ada di foto ini.

"Gedung konser!"

Bersama-sama mereka yakin jika bukti selanjutnya ada di gedung konser yang mereka datangi kemarin malam.

***

Sementara Nerisha dan Natasha sibuk dengan misi mereka, di sisi yang berbeda. Orion yang tengah berjalan sendiri selepas berbelanja di toko serbaguna, tiba-tiba dihadang oleh dua pria yang usianya lebih dewasa dari dirinya sendiri.

Orion didorong ke sebuah gang sempit, yang diapit dua gedung bertingkat. Tidak ada yang bisa Orion lakukan, dia pasrah karena pastinya tidak ada satupun orang yang akan menolongnya. 

"Hei, bocah! Berikan kami uang, atau kau tidak akan bisa keluar dari gang ini!" hadang keduanya pada Orion yang lugu itu.

"Maaf, Kak. Tapi saya tidak memiliki uang. Uang saya sudah habis untuk berbelanja," jelas Orion begitu ketakutan.

Orion yang bertubuh tinggi itu merasa kecil ketika berhadapan dengan orang-orang yang ternyata tubuhnya lebih besar darinya.

"Apa katamu? Lalu, apa yang kau sembunyikan di dalam saku celanamu itu?"

Salah seorang dari mereka melihat Orion yang dengan sengaja menyembunyikan uang kembalian belanjanya ke dalam saku celana.

"Astaga, kenapa kamu pelit sekali." Temannya yang lain menarik paksa tangan Orion, dia juga mengambil semua uang kembalian itu dari Orion yang malang.

"Kak, jangan ambil uangnya. Nanti Ibuku marah, jika uangnya tidak ada." Orion memohon sangat agar kedua pria kekar itu tak mengambil uangnya, yang memang hanya tersisa untuk saku jajannya di sekolah besok.

"Hahaha…." 

Sedangkan mereka tanpa bersalah malah tertawa ria diatas penderitaan Orion, yang hanya memiliki uang pas-pasan itu.

Orion bersedih. Dia terpuruk dan merenung di sudut dinding yang dingin itu. Dapat dipastikan setelah ini dia tidak memiliki uang saku untuk sekolahnya nanti.

Hahahaha… Sementara mereka tengah lengah dan asyik tertawa, Orion berpikir untuk melarikan diri dari tempat tersebut.

Orion merangkak dengan merundukan tubuhnya, sembari membawa keranjang belanjanya. "Hei, ingin kemana kamu, bocah!" Namun, tampaknya Orion tidak bisa lepas begitu saja.

"Ada apa lagi, Kak? Bukankah saya sudah memberikan semua uang saya pada kakak, itu tandanya saya bisa pergi bukan?" 

Orion mengatakannya dengan terbatah-batah, serta di bawah tekanan yang berat. Orion begitu ketakutan. Dia terlihat beberapa kali menelan salivanya karena takut-takut dilukai oleh mereka.

"Tentunya, kau belum diperbolehkan untuk lewat, Saudaraku."

Pria bertubuh kekar dan memakai kaos oblong itu mengatakannya begitu manis, dan membuat Orion semakin tertekan. Bahkan Orion sampai duduk tersungkur karena takut diapa-apain oleh kedua pria bertubuh kekar ini.

"Berikan semua ini pada kami!"

Sedangkan yang satu lagi merebut paksa keranjang milik Orion, yang memang berisi bahan-bahan pokok. Seperti sayur-mayur, beraneka ragam jenis buah dan peralatan mandi yang biasa dipakai sehari-hari.

"Jangan ambil keranjangku, Kak. Itu barang belanja untuk satu bulan kedepan, Kak. Jika Kakak mengambilnya, aku dan Ibuku akan makan apa nantinya."

Orion memohon belas kasih dari mereka, setidaknya jangan ambil semuanya.

"Itu urusanmu! Kau mau makan atau tidak, itu bukan tanggung jawab kami… Hahaha!"

Tentunya mereka tidak memperdulikannya. Orion hidup atau tidak, atau Orion makan atau tidak, mereka sedikitpun tidak memikirkan itu.

Orion sendiri putus asa. Dia menahan air matanya untuk tidak menangis. Andai dia bisa ilmu bela diri, mungkin dia tidak akan diperlakukan tidak adil seperti ini. Jika saja dia lebih kuat, Orion ingin melawan mereka. Namun, kenyataannya dia hanya pria kecil yang lemah.

Orion hanya duduk dan mendengarkan, bagaimana mereka tertawa begitu riang.

"Hei kalian! Pria pemalas!" Seseorang telah datang. Dia berteriak begitu keras dari ujung gang ini.

Merasa ada yang datang sebagai pahlawan, para pria ini segera berbalik badan dan melihat siapa yang sudah berkata demikian.

"Oh, ada seorang gadis manis rupanya," kata pria yang berbaju biru dengan kaos lengan pendek.

"Kamu mau apa, Sayang?" tanya manis pria yang lainnya.

Terhadap seorang wanita mereka menunjukan sikap baiknya, sedangkan kepada Orion mereka malah memerasnya.

"Aku datang untuk dia!" tegas gadis yang mewarnai rambutnya dengan warna merah itu.

Tentu dia pasti garang, jika warna rambutnya adalah merah?

"Hahaha, apa katamu, Sayang? Kamu datang untuk pria payah ini? Kenapa tidak kepadaku saja. Aku bisa berbuat lebih, dari pria payah seperti dia itu!"

"Cih… Kalian lebih menjijikan dari seekor hewan. Sikap kalian hanya mencerminkan diri kalian yang malas. Sedangkan tubuh kalian yang besar itu, hanya sebuah pajangan saja yaang sebenarnya terlihat, kalian hanya dua pria payah yang tidak bisa apa-apa."

Gadis yang bernama Nana ini memang terkenal sebagai gadis pemberani. Dia tidak takut untuk berkata sejujurnya, jika memang dia benar.

"Apa katamu? Dasar, wanita sombong!"

Keranjang milik Orion dilempar begitu saja ke jalanan, dan membuat beberapa barangnya menjadi hancur.

Kedua pria ini tersulut emosi karena ucapan Nana tadi. Mereka merasa direndahkan oleh seorang wanita, yang sebenarnya itu lemah.

Mereka dengan menunjukan wajah sangar, mencoba mendatangi Nana yang berdiri sendiri di ujung gang ini.

Namun, sebelum keduanya sampai pada Nana, tiba-tiba saja Fredy dan Andri (Sebut saja nama kedua pria itu) dihadang oleh Bodyguard milik Nana.

Ada tiga orang Bodyguard yang siap melindungi Nana dari tangan-tangan kotor Fredy dan Andri.

"Kalian!" 

Suara Bodyguard-nya begitu garang, berat dan seram. Mereka yang memakai kaca mata hitam dan pakaian yang serba hitam itu membuat nyali Fredy dan Andri menghilang.

Fredi dan Andri yang semula bermulut besar itu, tiba-tiba menjadi seorang bayi. Mereka tidak bisa berkutik, apa lagi pasang badan untuk melukai Nana.

"Bawa keduanya ke kantor Polisi. Masukan mereka ke jeruji besi, agar tidak ada lagi pejalan kaki yang mereka peras," perintah Nana dengan tegas.

Kata-katanya langsung dituruti oleh para Bodyguard-nya. "Siap, Nona muda!"

Ketiganya secara bersama-sama segera mengangkat tubuh Fredy dan Andri itu. Begitu ringan seperti membawa sebuah bantal.

"Jangan bawa kami ke kantor Polisi, Nona. Kami minta maaf jika sudah mengganggu anak itu. Kami tidak bersalah… Kami hanya sedang butuh uang dan makan saja… Kami berjanji tidak akan mengganggu orang lagi…."

"Benar, Nona. Kami berjanji akan menyudahi ini, dan menjadi anak baik. Tidak lagi mengganggu orang lain dan mengambil uang mereka. Akan tetapi, lepaskan kami, Nona. Kami tidak mau masuk penjara."

Fredy dan Andri memohon untuk dilepaskan. Mereka sama-sama tidak mau masuk penjara.

"Sudah. Bawa saja mereka ke kantor Polisi. Biarkan pihak berwajib yang akan menghukum mereka!"

Nana tidak peduli permohonan itu. Dia maunya para pria pemalas ini sadar, dan mendapatkan hukuman yang sepatutnya mereka terima.

"Baik, Nona muda."

Tanpa basa basi lagi, ketiga Bodyguard Nana segera pergi dari tempat kejadian tersebut. Biarpun Fredo dan Andri terus menjerit minta dibebaskan, tetapi tetap saja Nana tidak mau mendengarkan itu. Sebaliknya, Nana segera berlari menuju Orion yang ada di sana.

"Orion!" Nana berteriak sambil berlari. Sedangkan Orion yang duduk tersungkur itu, mencoba untuk berdiri kembali.

Dia tampak bersedih, ketika membereskan beberapa barang-barangnya yang hancur.

"Kamu tidak apa-apa, bukan?" tanya Nana saat membantu Orion merapikan sayur-mayur yang berserakan di jalan itu.

"Iya, aku tidak apa-apa. Terima kasih karena sudah datang membantuku," ungkap Orion teriring dengan sedikit senyuman.

Orion terlihat begitu murung, dan ini bukanlah dirinya yang seperti biasanya.

Nana menatapnya begitu sedih. "Apa barang-barangmu hancur semuanya, Orion?"

"Iya. Semuanya tidak lagi bisa dipakai. Ibu pasti bersedih jika tahu semua barangnya hancur." Dia mengatakannya dengan sendu.

Orion tidak bisa membayangkan betapa Ibunya akan kecewa saat tahu barang-barang yang dibeli untuk persiapan satu bulan itu hancur. Pastinya, dia akan bersedih jika tahu ini.

Hal demikian yang membuat Orion menekuk wajah tampannya.

"Kamu tenang saja, Orion. Aku akan bantu kamu. Sebaiknya kita kembali berbelanja ke toko serba guna itu. Di sana kamu bisa membeli barang-barang yang kamu butuhkan."

Nana mengusulkan hal tersebut, dan sontak membuat Orion tertegun.

"Tidak, Nana. Terima kasih atas tawaranmu itu. Tapi aku tidak mau merepotkanmu. Itu adalah uangmu, nanti aku tidak bisa membalasnya lagi. Aku tidak ingin berhutang kepadamu."

Pertama Orion menolak tawaran Nana, namun gadis yang suka berganti warna rambut itu tidak akan mudah menerima penolakan.

"Ah, kamu tidak usah memikirkan itu. Aku membanmu hanya demi Ibumu saja. Lagipula aku ikhlas melakukan ini."

Nana nekat, dia dengan paksa menarik tangan Orion untuk pergi dari gang sempit tersebut.

"Kamu ingin membawaku kemana?" Orion bertanya, sembari mengikuti kemana Nana ingin membawanya.

"Tentunya toko serbaguna. Kali ini kamu harus berbelanja semuanya. Aku yang akan membayarnya nanti."

Nana tersenyum. Seperti biasa, Nana selalu hadir ketika Orion sedang kesulitan. Keduanya pergi menuju toko serbaguna yang biasa Orion datangi untuk berbelanja. 

Orion memang sudah lama mengenal Nana. Bahkan mereka satu kelas dan sekolah pula. 

Nana terkenal sebagai anak orang kaya. Ayahnya adalah pemilik Yayasan sekolah yang Orion dan Nana tempati.

Jika memang Nana satu kelas dengan Orion berarti Nana juga mengenal Nerisha. Secara Nerisha dan Orion itu satu kelas.

Tentu mereka saling mengenal. Namun Nana dan Nerishai tak pernah akur. Mereka selalu bersaing satu sama lain.

Persaingan seperti apa? Apa mungkin demi mendapatkan Orion?