Chereads / SEMUA TENTANG CINTA / Chapter 5 - TRAGEDI DI MALAM HARI

Chapter 5 - TRAGEDI DI MALAM HARI

5. Tragedi malam hari

"KANAYA!"

"I need to talk with you now!" Panggil pak Gilang yang sedari tadi sudah menunggu ke pulangan putri nya satu-satu nya.

"Please ya pa! Aku masih capek banget, mau mandi dan mau istirahat pa." Pungkas Kanaya yang tak mau menghentikan langlah nya, dan terus berjalan menuju kamar nya.

"Kanaya, mau sampai kapan kamu seperti ini, kamu sudah dewasa dan bukan anak kecil lagi." Sahut Pak Gilang, dengan terpaksa mengikuti langkah Kanaya yang tak mau berhenti.

Karna kesal Pak Gilang yang terus membututi nya, ia pun berhenti dan berkata, "Kanaya akan seperti ini sampai selama lama nya, kalau perlu sampai Kanaya meninggal, Pa!" Dengan gigi tertutup rapat, kanaya nampak emosi, ia memberi tatapan yang sinis.

"Kanaya! Saya ini papa kamu, bukan orang lain. Perlakukan diri kamu layak nya seorang anak jikalau kamu masib ingin tinggal dirumah ini." Dengan tegas Pak gilang mengucapkan ini.

"What?! Jadi ini adalah cara Papa ngusir aku secara halus? Lalu inikah orang tua yang layak untuk Naya, Pa?" Sahut Kanaya yang seolah paham dengan maksud ucapan Pak Gilang.

"Orang tua yang hanya memikirkan kepentingan seksual dirinya sendiri, tanpa memperdulikan perasaan anak dan istri nya??!" Lanhut ujar Kanaya, menatap Pak Gilang sambil meneteskan air mata tanpa ia sadari.

Tangan kanan Pak gilang sudah mengayun, dan unruk kesekian kali nya hampir saja tangan Pak Gilang mengenai pipi Kanaya yang cantik, "KANAYA!!!" Teriak Pak Gilang yang sudah tak mampu lagi menahan segala emosi, karna ucapan anaknya semakin menjadi.

"Maafin Papa, Nak. Papa tidak bermaksud untuk menyakiti hati kamu. Tapi ini takdir yanh harus kita jalani. Kehidupan harus terus berjalan, kamu tidak bisa memaksa hati Papa untuk bisa bersama dengan mama kamu." Jelas Pak Gilang, dan akhirnya ikut menangis karna rasa penyesalan menyelimuti dirinya.

"Apa? TAKDIR?" Ucap Kanaya ketus.

"Asal papa tau ya! Takdir itu seperti kita. Papa harus terima takdir Papa kalau aku juga nggak bisa di paksa untuk hormat dan menyayangi Papa." Lagi kata Kanaya bertambah gregetan mendengar penjelasan Pak gilang, Kanaya pun tak punya rasa segan lagi mengeluarkan ucapan untuk menyakiti hati papa nya.

Karna di dalam benak nya, Pak Gilang adalah laki-laki bejat, tua bangka yang sudah tidak tahu malu lagi untuk melakukan kesalahan demi kesalahan.

Pak Gilang seolah di skak mat oleh putri nya sendiri, ia hanya bisa diam dan menatap Kanaya.

"Sekarang Kanaya capek Pa, mau mandi dan istirahat. Tolong jangan ganggu Kanaya ya Pa." Pinta Kanaya masih dengan mata menyipit dan gigi tertutup rapat.

Tanpa menunggu jawaban ya atau tidak dari Pak Gilang, ia pun melanjutkan langkah nya yang sudah sempat terhentikan.

***

Si perempuan dengan lesum satu pipit ini pun merebahkan dirinya, saat ia sudah selesai membasuh diri nya dan berpakaian piyama rapih.

Ia merenungkan setiap ucapan Pak Gilang dengan penuh kebencian.

Setiap kali Pak Gilang berkata-kata, itu hanya semakin menambah luka dan kebencian di dalam hati Kanaya.

Karna baginya, Pak Gilang selalu berkata untuk kepentingan dirinya sendiri.

(Musik slow rock mengalun dengan volume yang terbatas)

Kanaya hanya bisa menatap langit-langit kamar nya. Dan berpikir harus bisa berdiri sendiri.

Tapi bagaimana caranya? Sedangkan kuliah saja, Ia putuskan untuk berhenti di tengah jalan.

Tapi bertekad untuk bisa hidup dengan kedua tangan dan kaki nya sendiri.

Di bebani pikiran yang sangat berat, membuat Kanaya tertidur tanpa ia sadari dengan musik yang masih mengalun di kamarnya.

***

Ke esokan pagi nya, Kanaya sangat malas bangun dan keluar kamar di setiap pagi hari.

Alasan nya adalah ia malas bertemu dengan papa nya yang ia yakini masih duduk menyantap sarapan di meja makan, sambil menyeruput kopi buatan Bi Endang.

Kanaya akan keluar kamar, jika Pak Gilang sudah berangkat ke perusahaan miliknya sendiri, sekitar pukul 08.20.

Tapi entah kenapa pagi ini, bunyi perut membuat nya sulit menahan diri agar tidak keluar kamar.

Alhasil, ia pun keluar dengan dengan langkah yang berat, sambil menggaruk garuk badan nya yang sesungguhnya tak gatal.

Rambut panjang yang terurai tak beraturan, wajah bantal masih melekat, lengkap piyama yang ia pakai pun terlihat kucel, membuat nya nampak seperti orang baru bangun dari tidur.

"Selamat pagi, Non..." sapa bi Endang, meskipun terkejut, ia tetap tersenyum dan hormat.

"Emm, pagi Bi, laper nih.." jawab Kanaya to the point, sambil menggaruk garuk kepala nya.

"Hai, Nay.. tumben turun pagi-pagi?" Pak Gilang, terkejut melihat sosok Naya turun di pagi hari, sambil mengucek mata untuk memastikan benar atau tidak yang ia lihat itu.

"Aku turun karena aku lapar." Sahut Naya jutek, tangan nya langsung mengambil roti dan mengolesi nya dengan selai kacang kesukaan nya.

"Silahkan makan, Papa mau berangkat dulu ya, Nay." Pak Gilang pamit karna berinisiatif agar anaknya nyaman saat makan tanpa adanya sosok papa.

"Iya..." ucap Kanaya, dengan mulut yang sudah penuh roti, seolah sulit berbicara.

Pak Gilang mengecup kening Kanaya, dan langsung beranjak pergi, "Muach..!"

Di dalam hati, sebenarnya senang mendapat perlakuan hangat dari sang Papa yang dulu ia agung agungkan, meskipun menjadi laki-laki paling bejat di dalam hati Kanaya.

Namun ia tetap menjaga gengsi nya, untuk merespon dengan sikap yang cool, bahkan ia juga mampu untuk tidak merespon kebaikan kebaikan dari sang papa.

Sementara Kanaya mengunyah makanan, Pak Gilang pun bergegas pergi meninggalkan Kanaya.

"Bi, saya pergi dulu ya." Pamit Pak Gilang pada Bi endang yang selalu standby di dapur saat Kanaya atau pun yang lain nya sedang menyantap makanan, mungkin saja ia di butuhkan untuk membuat sarapan lain nya, sesuai request.

Tapi biasa nya, jika Kanaya sedang makan, fungsi Bi Endang adalah sebagai teman mengobrol untuk Kanaya.

"Bibi kaget nggak ngeliat aku turun pagi pagi begini?" Tanya Kanaya penasaran dengan perasaan Bi endang.

"Kaget banget, Non. Perasaan Bapak masih ada, kok non Naya udah turun." Sahut Bi endang menatap Kanaya seperti anaknya sendiri.

"Jangan kan Bibi, diri aku sendiri aja kaget banget." Ujar Kanaya, yang sudah menghabiskan 2 lapis roti isi dan 1 gelas susu hangat.

"Hah? Kok non bisa kaget juga? Duh, bibi jadi bingung nih non." Kata bi Endang, mengernyitkan dahi, seolah sedang berpikir keras.

"Hahaha, iya bi, aku kaget, karna perut aku pagi-pagi udah keroncongan jadi terpaksa aku turun. Dari pada harus nahan lapar. Bisa-bisa asam lambung aku naik." Di iringi tawa kecil, Kanaya pun menjawab.