3. Tentang Kanaya
"Nayaa.. kamu itu harus lanjut kuliah dong, biar bagaimana pun juga papa mau kamu itu bisa kuliah di tempat yang bagus." Kata Pak Gilang, yang adalah papa Kanaya.
"Alaah! Ngapain mikirin masa depan aku?! Papa kan sekarang udah sibuk mikirin si perempuan laknat itu!" Jawab Kanaya dengan ketus dan jauh dari kata ramah.
"Naya, jangan pernah kamu sebut tante Indah dengan sebutan seperti itu, terdengar sangat kasar dan sangat tidak baik, bila seorang anak gadis yang cantik seperti kamu, menyebut perempuan yang lebih tua dengan sebutan kasar seperti tadi." Ucap Pak Gilang mencoba tetap sabar dan tak terpancing oleh sikap Naya yang jauh dari sikap ramah.
"Terus papa mau aku bohong sama papa dan diri aku sendiri, tentang bagaimana perasaan aku yang sebenarnya?! Apa papa juga peduli sama perasaan yang ada di hati aku?!" Jawab Kanaya dengan emosi yang menggebu, tak bisa menahan segala rasa yang membuat nya sakit, menatap Pak Gilang dengan penuh kebencian.
Terlebih saat ibu Kanaya menderita gangguan kejiwaan, karna sikap Pak Gilang yang selalu berkelana mencari cinta di usia nya yang sudah senja. Hal itu membuat Kanaya menjadi anak pemberontak.
Semua harta dan kekayaan yang di miliki oleh Pak Gilang, nyata nya tak mampu membeli kebahagiaan untuk Kanaya, yang mana adalah anak tunggal dari seorang pengusaha sukses.
Sementara Kanaya sedang berkata, Pak Gilang hanya bisa menatap anak gadis nya yang sekarang sudah tumbuh dewasa dengan segala kebencian nya.
Pak Gilang juga tak pernah membela diri nya sendiri, ia menerima semua makian dari Kanaya dalam bentuk apapun.
Pak Gilang hanya ingin agar Kanaya bisa tinggal bersama nya seperti dulu lagi dan tak berkeluyuran yang jauh dari rumah, serta kerja di toko tanpa kejelasan masa depan.
"Naya, sampai kapan kamu minta papa untuk mengerti kamu, kalau nyata nya kamu tidak pernah memberikan papa kesempatan untuk menjelaskan semua yang terjadi dan tidak kamu ketahui." Ucap Pak Gilang, ia maju selangkah agar bisa mendekat pada anaknya.
Namun, dengan kesal nya Kanaya menampik tangan Pak Gilang saat ingin memegang nya, lalu ia berkata, "Sudah lah Pa! Aku sudah tau semua kelakuan busuk Papa di saat Mama sedang tidak berdaya..! Dan INI SEMUA KARNA ULAH PAPA YANG BAJINGAN!!" Teriak Kanaya seraya meneteskan mata, dan menatap mata Papanya dengan sangat tajam.
"NAYA! KETERLALUAN KAMU!" Kata Pak Gilang, menahan tangan nya, yang hampir saja menampar Kanaya yang sudah menangis.
Melihat sikap Pak Gilang, dan tangan nya hampir mengenai pipi dia, Kanaya pun bertambah sakit hati.
Dan ia lari tanpa sepatah kata pun untyk berpamitan.
"NAYA! Papa belum selesai bicara, tolong jangan pergi dulu!" Panggil Pak gilang saat Kanaya berlari dari dirinya.
Namun, Kanaya terus berlari tanpa jawaban apa-apa, hingga ia tak terlihat lagi dari hadapan Pak Gilang.
Kanaya pun pergi dari rumah milik papa nya yang sangat megah nan mewah itu.
Ia terus berlari, hingga sampai pada tempat favorit nya, di gedung apartment yang sudah lama tak berpenghuni lagi, dengan keringat bercucuran hingga membasahi baju nya.
Kemudian, Kanaya berlari sambil menangis, melewati satu per satu anak tangga dengan hati yang sudah sangat hancur.
Sehingga tak merasakan lelah lagi saat berlari, dan naik anak tangga yang begitu banyak nya.
Kemudian ia berhenti saat sudah tiba di lantai paling atas, dan duduk sambil merasakan hembusan angin yang terasa sangat kenceng, menebarkan rambut nya dengan kuat.
"Dasar laki-laki bajingan, perempuan laknat." Umpat Kanaya berteriak, sambil berkhayal bahwa ada Pak Gilang dan tante Indah di hadapan nya.
"Apa kalian nggak punya rasa malu lagi? Berani-berani nya meminta ijin dari aku, agar kalian bisa menikah? Hati ku bisa mencintai, tapi bukan untuk manusia jahanam seperti kalian berdua." Ucap Kanaya marah-marah tanpa lawan bicara, dan sudah beberapa kali juga Kanaya mengusap mata nya yang basah hingga bengkak akibat menangis terlalu lama.
Angin yang berhembus semakin kencang, dan semakin berantakan rambut Kanaya akibat angin kencang itu.
"Hei! Ngapain lu disitu?" Tanya seseorang yang datang entah dari mana.
Dengan kaget nya Kanaya pun menghapus air mata, dan menengok ke arah datangnya suara di belakang.
Ia pun melihat seorang laki-laki berdiri dengan jaket jeans, celana jeans hitam sobek-sobek, menggunakan gelang karet hitam, dan topi terbalil, sambil membawa tas gendong.
"Siapa lu?!" Ketus Kanaya, langsung beranjak dari duduk nya. Dan mengambil posisi kuda-kuda, siap untuk memberi perlawanan jika terjadi hal yang tidak di bisa ia bayangkan.
Laki-laki itu pun melangkah maju untuk lebih bisa dekat lagi dengan Kanaya, tapi Kanaya langsung berteriak dengan suara yang lantang, "Heh! Jangan maju! Kalau lu berani maju, emm.." ucapan nya terputus.
"Kalau gue maju??" Tanya laki-laki itu, mengulang ucapan Kanaya, karna penasaran dengan ucapan Kanaya yang selanjutnya.
"Emmm, kalau lu berani maju.. ya gue mundur!!" Kata Kanaya terbata-bata, takut, dan melirik kiri kanan. Ia berjaga-jaga, agar lelaki ini datang bukan keroyokan.
"Hahahahhaa...!" Tawa lelaki itu dengan keras dan merasa sangat lepas.
"Lah kenapa ketawa? Kesurupan lu?" Tanya Kanaya kebingungan, dan tetap pada posisi kuda-kuda nya.
"Gue ngetawain lu lah..." sahut Lelaki itu dengan senyum lebar hingga damage nya keluar.
"Kenalin, nama gue Raka!" Ucap Raka sambil menyodorkan tangan untuk berjabat.
Dengan takut-takut, Kanaya pun menegakan posisi berdiri, lalu menepuk dengan cepat tangan Raka, dan menjawab, "Gue Kanaya." Jawab Kanaya simpel, tanpa senyum.
"Emm, gue boleh duduk disitu?" Tanya Raka menunjuk ke tempat yang sebelum nya sudah menjadi tempat Kanaya bersedih.
"Iya boleh, silahkan. Gue juga udah mau cabut kok." Ujar Kanaya, tak sanggup menatap ketampanan Raka yang sejak awal sudah membuat hati Kanaya meleleh.
"Lohh, kenapa harus cabut? Kan bisa duduk berdua disini, gue janji nggak akan ganggu lu dan lu boleh ngonel-ngonel kaya tadi lagi, sepuas lu tanpa gangguan dari gue. OKE?" Sahut Raka, dengan wajah yang santai. Ia pun segera mengambil duduk dan meletakan tas nya dan membuka tas nya untuk mengeluarkan sesuatu dari dalam.
Kanaya yang semula merasa takut, kini takut itu sedikit demi sedikit pergi dari diri nya.
Ia pun memberanikan diri berjalan melangkah maju dengan sangat perlahan.
"Hayoo sini, jangan takut. Gue udah di suntik rabies, kalau pun nantinya gue sampe gigit lu, nggak akan sampe rabies kok..," celetuk Raka, saat melihat Kanaya takut-takut mendekati dirinya.
Raka merasakan bahwa Kanaya adalah anak yang baik, meskipun penampilan Kanaya tidak rapih dan tidak ramah saat pandangan pertama.