Suasana hati Vanya sangat bagus, dia pulang ke rumah sambil mendendangkan sebuah lagu favoritnya. Dia senang hari ini bisa tertawa dengan Anthony. Ketika dia masuk rumah, kebahagiaan Vanya raib begitu saja. Karena dia melihat Purnomo duduk di ruang tamu sedang membaca buku.
Hah!!! Kapan Purnomo sampai? Batin Vanya, rasa takut sudah mulai merayapi kakinya.
"A ... ku pulang!!" sapa Vanya tergagap.
Purnomo menurunkan buku yang dia baca, lalu memandang Vanya sekilas dan kemudian dia kembali melakukan aktivitasnya.
Vanya memiringkan kepala, setelah itu dia berjalan melewati Purnomo. Sedangkan Anita sedang sibuk menyiapkan makan malam, sehingga tidak mendengar kehadiran Vanya.
Vanya masuk kamar, dia masih terpaku dengan sikap Purnomo yang tidak menganggapnya ada.
"Kenapa Purnomo?" Vanya mencoba memikirkan penyebab perubahan perilaku Purnomo.
"Aaaisssh!!! Aku tidak tahu!!" gumam Vanya, sesaat ekspresi dia sedikit senang ketika memikirkan kemungkinannya.
"Apa dia marah dan tidak mau tidur denganku?? Baguslah kalau itu benar adanya!!! Biar saja dia marah terus sampai muak dan menceraikanku," ucap Vanya kepada dirinya sendiri.
Vanya sangat berharap suatu saat nanti dia benar bisa bercerai dengan Purnomo. Vanya hanya bisa menghela napas berat dan merebahkan diri ke ranjang. Pintu kamar dia biarkan terbuka, Anita yang lewat depan kamarnya berdiri di ambang pintu.
"Vanya!! Kamu sudah pulang?" tanya Anita.
Vanya mengangkat kepalanya, lalu dia kembali menyejajarkannya dengan tubuh di ranjang.
"Sudah Mbak,"
"Cepat mandi!! Sebentar lagi makan malam loh!!" pinta Anita, dia membalikkan badan ingin pergi dari kamar Vanya.
Vanya segera bangkit dari tidurnya, lalu dia memanggil Anita yang masih kelihatan punggungnya itu.
"Mbak Anita tunggu!!"
Anita berhenti dari langkahnya, dia kembali membalikkan badan menunggu Vanya yang datang menghampirinya.
"Kenapa Vanya?" tanya Anita.
Vanya menarik tangan Anita sampai masuk ke dalam kamar dan kemudian dia menutup pintunya.
"Kapan Pur ... "
"Ehmm!! Mas Purnomo pulang, bukannya 2 hari lagi ya Mbak?" Vanya bertanya balik.
"Aku juga tidak tahu, Vany. Mbak juga terkejut dengan kepulangannya yang tiba-tiba," ungkap Anita.
Vanya menggigit bibirnya, dia cemas dengan perlakuan Purnomo nantinya. Walaupun Purnomo tadi acuh dengannya, tapi itu belum cukup bagi Vanya untuk merasa lega.
"Kenapa tadi mbak Anita tidak memberitahuku?? Aku takut Mbak!!" ungkap Vanya.
Anita yang melihat ekspresi ketakutan Vanya itu mengingatkan kembali dengan kejadian stik golf pada malam itu yang melibatkannya. Anita pun menggenggam tangan Vanya yang gemetaran itu, dia mengusapnya dan berkata,
"Tenanglah Vanya!! Mbak ada disini, sebisa mungkin aku akan melindungimu."
Perkataan Anita menggantung, dia sedang mengingat perilaku Purnomo yang tidak biasa.
"Tapi aneh!! Aku lihat mas Purnomo banyak diamnya hari ini, jika sudah begitu akan lama balik mood-nya," terang Anita.
Bau sangit tercium sampai ke kamar Vanya, untuk sementara waktu perhatian mereka teralihkan.
"Astaga Vany!! Mbak tadi lagi goreng ikan!!" seru Anita sambil menepuk jidatnya, segera saja dia keluar kamar dan berlari menuju dapur.
Vanya kembali ke ranjang, dia duduk di tepian ranjang.
"Semoga apa yang dikatakan mbak Anita benar," gumam Vanya.
Meskipun begitu Vanya tetap saja tidak bisa tenang tinggal satu atap dengan Purnomo, dia menggelengkan kepala dengan kuat supaya pikiran buruk itu terlempar dan pergi jauh darinya.
"Hufstt! Aku harus tetap tenang, agar bisa berpikiran jernih dan meningkatkan kewaspadaanku," ucap Vanya, dia mencoba untuk menyemangati dirinya sendiri.
Purnomo keluar rumah, dia pergi ke teras untuk menghubungi Narwan. Dia cukup lama menunggu Narwan menjawab teleponnya.
"Lama sekali Narwan menjawabnya!!" gerutu Purnomo.
Di detik terakhir sebelum jaringan itu terputus, Narwan menjawab telepon tersebut.
"Hallo Pak!! Maafkan saya, tadi saya meninggalkan ponsel di ruangan untuk pergi ke toilet," terang Narwan, dia menjelaskannya secara terperinci supaya Purnomo tidak marah.
"Bagaimana? Apa kamu sudah punya cara untuk membuat si Kacung itu menderita?" tanya Purnomo.
"Saya baru saja mendapatkan foto yang sangat bagus, ketika Anthony menjual barang rusak di gudang restoran ke pengepul rosok, Pak,"
"Itu sangat bagus sebagai bukti untuk menjebloskan dia ke penjara dengan alasan menjual barang restoran tanpa izin, bisa saja dia kena tuduhan mencuri," jelas Narwan.
"Hahahaa!!! Ide bagus!! Jalankan rencana itu besok!! Aku sudah tidak sabar melihat dia masuk penjara. Sebelum itu aku ingin sekali meninjunya," ungkap Purnomo senang.
"Baik, Pak," jawab Narwan.
Setelah mendengar ide Narwan, Purnomo menutup sambungan telepon tersebut. Kemudian dia masuk rumah untuk makan malam.
Ruang makan itu sudah ada Vanya dan Anita, Vanya masih belum terbiasa untuk bertemu dengan Purnomo, dia masih trauma. Tangan dia meremas ujung baju untuk mengurangi kecemasannya.
"Sayang, semua ini masakan kesukaanku ya?? Terimakasih ya, kamu memang istriku tercinta yang pengertian sekali," puji Purnomo ke Anita.
"Dan istri mudaku, Vanya. Kamu selalu terlihat cantik," puji Purnomo sambil mengalihkan pandangannya ke Vanya.
Vanya hanya bisa tersenyum kecut, dia jijik sekali ketika melihat senyuman birahi yang tersungging di wajah Purnomo.
Gawat!!! Kenapa mood dia sudah kembali secepat ini??? Haduh!!! Aku takut sekali, batin Vanya panik.
Vanya mencuri pandang ke arah Anita, Anita pun menggeleng perlahan kepalanya dengan wajah sedih.
"Ayo kita makan!! Mas sudah lapar sekali!!!" ajak Purnomo.
Vanya tidak selera makan karena merasakan ketakutan yang melanda membuat dia pusing memikirkan cara agar bisa menolak ajakkan Purnomo untuk berhubungan intim.
Akankah malam ini Purnomo berhasil meniduri Vanya?