Melihat kekasihnya yang tampak murung, Iwan berusaha menenangkannya. "Apa kamu menyesal?"
"Iya mas. Aku menyesal. Jika kita memaksakan perbuatan kita waktu itu, andai kamu menuruti saranku mas, mungkin tidak akan terjadi seperti ini." Liana mengungkapkan penyeselannya.
"Sudahlah sayang. Tidak perlu menyesal. Semua sudah terjadi. Tidak bisa di ulang kembali. Yang penting kita harus siap mempertanggung jawabkan apa yang sudah kita perbuat, apapun segala resikonya." Iwan mencoba bijak menyikapi Liana.
"Tenangkanlah dulu pikiranmu." Iwan berusaha menenangkan suasana hati Liana.
"Bagaimana aku bisa tenang mas. Andai uangmu waktu itu tidak kamu hambur-hamburkan dan kamu kembali bekerja, pasti aku juga tidak akan sebingung ini." Ucap Liana kecewa.
"Aku akan berusaha lagi. Kamu jangan khawatir. Percayalah." Iwan meyakinkan kekasihnya itu.
"Jangan berlama-lama mas. Sebelum perutku benar-benar membesar." Ucap Liana.
"Iya. Doakan saja sayang. Semoga ada jalan untuk niat baikku terhadapmu." Iwan mendekap dan berusaha membuat kekasihnya itu merasa nyaman kembali.
"Iya. Aku selalu mendoakanmu." Ucap Liana sambil membalas pelukan Iwan.
Iwan yang nampak kaget dan merasa bingung dengan kabar yang ia terima hari ini hanya bisa terdiam dan pasrah.
Ia hanya bisa berusaha semampunya untuk bertanggung jawab.
Sambil memeluk kekasihnya, Iwan memandang ke arah bunga-bunga di taman dengan tatapan kosong.
Ia menanyakan berapa usia kandangan Liana saat ini, "Sayang, sudah berapa minggu usia kandunganmu?"
"Sudah 5 minggu mas." Jawab Liana.
Tiba-tiba Iwan memiliki ide untuk mengajak Liana tinggal di kosannya saja.
"Sayang, apa kamu mau tinggal bersamaku saja di kost ku? Untuk menghindari orang tuamu." Ucap Iwan mengajak.
Liana seketika memandang wajah Iwan "Tinggal di kostmu? Lalu aku harus beralasan apa pada orang tuaku? Apa aku harus berbohong lagi? Rasanya tidak mungkin mas."
"Aku mengajakmu tinggal bersamaku agar aku bisa memantau keadaan dan kondisi kandunganmu. Agar kamu tidak terlalu lelah dengan aktifitasmu. Dan yang lebih penting, agar orang tuamu tidak sampai tau gejala kehamilanmu. Pasti namanya perempuan jika sedang hamil akan selalu muntah dan merasa mual. Apa jadinya jika orang tuamu sampai tau dan menaruh rasa curiga terhadapmu? Masalah akan lebih runyam." Iwan mencoba menjelaskan tentang alasannya.
Seketika Liana terdiam. Ia berpikir mungkin ada benarnya juga ide Iwan untuk tinggal bersamanya. Untuk menghindari pula orang tuanya agar tidak semakin di ketahui gejala kehamilannya.
Lalu ia berkata "Lalu aku harus beralasan apa terhadap orang tuaku mas? Aku bingung jika harus beralasan untuk tinggal berpisah dengan orang tuaku." Ucap Liana.
Kemudian Iwan memiliki ide "Begini saja. Kamu kompromi saja dengan Sinta, dia kan sahabatmu yang paling bisa di percaya. Kamu kompromi saja dengan dia agar kamu bisa berpura-pura pada orang tuamu jika kamu akan satu kosan dengan Sinta. Yang tempat tinggalnya jauh lebih dekat dengan tempatmu bekerja." Jelas Iwan.
"Bagaimana sayang?" Ucap Iwan kembali menanyakan.
Sejenak Liana berpikir.
Lalu ia menyetujui apa yang menjadi ide dari Iwan.
"Emm.. Baiklah. Nanti aku akan hubungi Sinta mas." Ucap Liana.
"Lalu nanti soal makan kita sehari-hari bagaimana mas?" Lanjutnya lagi.
"Emmm.. Untuk soal makan sehari-hari, sementara pakai uangmu dulu ya sayang. Atau jika aku mendapat kiriman dari orang tuaku, nanti aku juga akan memakai uangku." Jelas Iwan.
Tanpa rasa malu Iwan berkata jika untuk kebutuhan sehari-harinya nanti ia ingin menumpang dulu pada penghasilan Liana.
"Hmm.. Harusnya juga kamu mas yang mencukupi aku mas." Ucap Liana.
"Iya tapi mau bagaimana lagi sayang? Kan aku belum bekerja. Kosan saja masih di tanggung oleh orang tuaku. Kita tanggung saja bersama-sama." Ucap Iwan.
"Ya sudah. Nanti aku sedikit banyak juga akan meminta jatah bahan makanan lebih pada orang tuaku." Lanjut Iwan.
Karena hari sudah siang, Iwan pun merasa lapar.
Ia bertanya pada Liana "Sayang, apa kamu lapar?"
Liana mengangguk "Iya lumayan."
Sambil merogoh saku celananya, Iwan mengajak Liana untuk makan siang. "Aku ada sedikit uang. Apa lebih baik kita cari makan dulu untuk kita makan siang?"
Liana mengangguk. "Kita mau cari makan dimana mas?"
"Kita cari makan di sekitar kosanku saja. Aku ada langganan warung makan yang murah disana. Bagaimana?" Ucap Iwan.
Liana pun mengiyakan ajakan Iwan. Karena dia pun sudah merasa lapar juga.
"Baiklah. Ayo mas." Ucap Liana sambil bersiap untuk jalan.
"Yok. Kita siap-siap." Sahut Iwan.
Lalu mereka berdua pun beranjak dari bangku taman dan bergegas menuju parkiran motor untuk pergi meninggalkan taman.
"Ayo naik sayang. Pelan-pelan." Ucap Iwan.
Liana kemudian menaiki motor Vario Iwan dan membonceng di belakangnya.
Sambil setengah memeluk tubuh Iwan, ia menempuh perjalanannya.
Setelah beberapa saat menempuh perjalanan.
"Mas, dimana tempat warung makannya? Apa masih jauh?" Liana bertanya.
"Sudah dekat kok sayang. Itu sudah di depan belokan." Ucap Iwan sambil menunjukkan arah.
Lalu Iwan membelokan arah motornya ke gang arah warung makan yang ia tuju.
"Nah, sudah sampai." Ucap Iwan.
Iwan melepas helmnya dan menaruhnya di spion motornya.
Begitu pun dengan Liana, yang kemudian turun dari motor.
"Ayo sayang, kita masuk." Ajak Iwan sambil menggandeng tangan Liana.
Sesampainya di dalam warung makan, Iwan menyuruh Liana untuk memilih lauk makan sesukanya.
"Pilih saja sendiri makanan kesukaanmu sayang. Kamu mau makan apa?" Ucap Iwan sambil menunjukkan berbagai masakan di dalam etalase.
Karena dirasa lapar, Liana pun segera memilih makanannya.
"Emm.. aku pakai sayur kacang dan tumis tempe saja. Lauknya aku ingin pakai ikan goreng mas." Ucap Liana sambil menunjuk ke arah masakan yang di pilihnya.
"Oke sayang." Kemudian Iwan mengambilkan makanan yang Liana pesan.
Karena di warung itu sistem pemesanannya bagi para pelanggan di haruskan untuk mengambil sendiri.
Setelah mengambilkan makanan yang di pilih Liana, Iwan memberikannya pada kekasihnya itu.
"Ini sayang. Silahkan makan." Ucap Iwan sambil memberikan piring makanannya.
"Terimakasih mas. Terus mas mau makan apa?" Tanya Liana.
"Aku pakai telur balado saja dengan sayur buncis." Ucap Iwan.
Lalu Iwan pun segera mengambil makanan yang ia sukai.
Setelah siap makan, Iwan menawarkan minuman pada Liana.
"Sayang, kamu mau minum apa?" Tanya Iwan.
"Aku minum jeruk panas saja mas. Aku sedikit agak mual." Ucap Liana meminta.
Iwan mengangguk "Baiklah."
Lalu Iwan segera mengatakan pada ibu warung yang terlihat sedang duduk menonton TV di mejanya. "Bu, saya pesan minuman 1 jeruk panas dan 1 es teh ya."
"Oke." Ibu warung pun merespon dan segera membuatkan minuman yang Iwan pesan.
Mereka berdua pun menikmati hidangan makan siang di warung itu.
Di tengah menikmati makan siangnya, Iaan menanyakan soal kapan Liana akan tinggal bersamanya. "Oh ya sayang. Kamu mau kapan untuk tinggal di kosanku?"
"Mungkin hari ini saja mas. Karena aku tidak mau berlama-lama tinggal bersama orang tua dengan kondisi seperti ini. Apalagi aku sekarang suka mual dan muntah-muntah. Jika orang tuaku tau, lalu menganggapku sakit, mereka pasti akan membawaku ke dokter. Kalau sudah begitu, pasti akan terbongkar semuanya." Liana menjelaskan.
"Ya sudah, habis ini kita ke kosanku saja. Nanti di kosanku kamu hubungi dulu Sinta. Mumpung hari belum sore." Ajak Iwan.
"Iya mas." Liana mengangguk.
Setelah itu kemudian terdengar suara ibu warung yang mengantarkan pesanan minuman Iwan.
"Iwan, es teh 1 jeruk panas 1." Ucap Ibu warung sambil memberikan pesanan minuman pada Iwan.
"Oh iya bu. Terimakasih banyak bu." Ucap Iwan sambil menerima pesenanannya.
Sambil meletakkan minuman di depan Iwan, ibu warung itu bertanya tentang perempuan yang di samping Iwan itu. "Oke. Oh ya, ngomong-ngomong itu pacar kamu wan?"
"Iya bu. Ini pacar saya." Ucap Iwan
"Wah. Cantik banget pacar kamu. Beruntung kamu ya bisa dapat pacar cantik begitu." Puji Ibu pemilik warung makan.
Liana yang mendengar ucapan ibu warung pun hanya bisa tersenyum malu.
Ibu warung kemudian menanyakan nama Liana.
"Namanya siapa mbak?" Tanya pemilik warung makan.
"Nama saya Liana bu." Jawab Liana sambil tersenyum.
"Wah namanya juga cantik sama seperti orangnya. Hehehe." Ibu pemilik warung makan memuji kecantikan paras Liana.
Liana kemudian tersenyum "hehem terimakasih bu." Sambil ia merasa malu.
"Di jaga betul-betul wan pacar kamu. Jarang cowok bisa punya pacar secantik mbaknya ini. Kalau tidak di jaga bisa-bisa di ambil orang nantinya." Ucap ibu pemilik warung.
"Iya pasti lah bu. Saya selalu menjaganya." Jelas Iwan
Kemudian ibu warung pun mempersilahkan mereka berdua untuk menikmati hidangannya.
"Ya sudah makanlah dulu. Yang kenyang saja mbak makannya. Kalau kurang bisa tambah tuh tinggal bilang saja sama Iwan." Ucap ibu warung makan secara ramah.
Liana membalas dengan ramah "hehe iya bu terimakasih banyak."
"Ya sudah ayo habiskan sayang, makanannya." Ucap Iwan.
"Iya mas." Jawab Liana
"Bagaimana makanannya? Enak kan? Tidak kalah dengan makanan cafe tempat tongkronganmu?" Tanya Iwan membandingkan makanan yang sering Liana makan.
"Enak mas." Jawab Liana sambil mengunyah makanannya.
"Makanlah yang kenyang. Jika kurang, tambah saja." Ucap Iwan.
Karena dari keluarga yang tergolong sangat berada, Liana terkadang memang kerap nongkrong dengan teman-temannya di cafe maupun restoran. Atau sejenis tempat-tempat elite lainnya.
Dan baru kali ini juga dia makan di warung makan.
Berbeda dengan Iwan yang hanya berasal dari keluarga sederhana saja.
"Sudah selesai?" Tanya Iwan?
"Sudah mas." Jawab Liana.
"Ya sudah ayo kita berangkat ke kosan. Kamu tunggu dulu sebentar ya. Aku mau membayar makanan kita dulu." Perintah Iwan sambil ia berjalan menuju ibu warung makan.
"Ini pakai uangku saja mas." Liana sembari mengeluarkan dompet dari dalam tasnya.
"Sudah pakai uangku saja. Tidak apa-apa." Ucap Iwan.
Lalu Iwan berjalan menghampiri ibu warung yang sedang asyik menonton TV itu.
Sambil berbisik, ia berbicara pelan pada ibu warung.
"Bu, untuk makan tadi totalnya berapa sama minumnya?" Ucap Iwan pelan.
"Sudahkah makannya?" Tanya ibu warung.
"Iya sudah bu. Berapa total semuanya?" Tanya Iwan.
"30 ribu saja wan." Jawab Ibu warung
Kemudian Iwan melihat ke arah Liana yang sedang ternyata sedang bermain dengan handphone-nya.
Lalu ia berbisik pada ibu warung "Emmm.. Bu, untuk total makanan tadi gabungkan saja dengan bon saya ya. Biar saya bayar bulanan dengan yang kemarin."
"Ohhh.. Begitu. Oke wan. Santai saja. Seperti sama siapa saja. Gampang." Ucap Ibu warung tersenyum.
Iwan tersenyum lega "hufh. Terimakasih banyak ya bu."
Ibu warung tersenyum "Iya sama-sama wan."
Ternyata Iwan selama memenuhi kebutuhan pangannya, di warung itu ia membayarnya secara bulanan melalui kiriman dari orang tuanya. Jadi setiap kali ia makan di warung itu, menjadi bon dia di warung itu.
Setelah selesai dengan ibu warung, ia berjalan ke arah Liana.
"Sayang. Yuk kita pulang." Ajak Iwan.
"Sudah mas? Berapa tadi totalnya? Biar aku ganti. Uangmu simpan saja." Ucap Liana.
"Ah sudah, tidak usah dipikir. Sudah aku bayar kok." Jawab Iwan
"Hmm.. ya sudah mas kalau begitu."
Iwan tersenyum "Ya sudah yok kita pulang sayang."
"Iya mas. Aku juga merasa agak pusing dan mual." Jawab Liana.
"Iya iya. Nanti aku pijit di kosan ya sayang."
"Iya mas. Paling juga bukan pijit lagi ujungnya. Pasti bakal minta yang mas ini." Ucap Liana sambil menyentil hidung Iwan.
"Hehehe. Tau saja. Ayo kita pulang." Ajak Iwan.
Lalu Iwan pun berjalan keluar dan berpamitan dengan ibu warungnya itu.
"Bu, saya pamit dulu ya. Terimakasih bu." Ucap Iwan.
"Iya wan. Hati-hati dijalan." Jawab Ibu warung.
Lalu mereka pun pergi meninggalkan warung makan dan hendak menuju kosan Iwan.