Hari sudah menjelang sore. Setelah selesai mandi, mereka pun terlihat berbaring di atas kasur sembari melepas lelah.
Keduanya masih terlihat tanpa mengenakan busana. Hanya di balut dengan selimut.
"Sayang, terimakasih ya. Sudah mau melayaniku." Iwan mengecup kening kekasihnya itu.
"Iya mas. Sudah kewajiban wanita melayani pasangannya." Liana membalas dengan pelukan hangat.
"Oh ya, kapan kamu akan menghubungi Sinta?" Tanya Iwan.
"Sebentar lagi mas. Aku masih memikirkan alasan agar dia tidak menaruh curiga dengan apa yang terjadi." Ucap Liana sambil ia memijit sebelah keningnya.
"Ya sudah kalau begitu." Jawab Iwan.
Tak lama kemudian terdengarlah bunyi handphone milik Liana.
Ia segera beranjak dan mengambil handphone-nya.
Terlihat nama Maria yang menelponnya yang tak lain adalah ibunya.
Lalu Liana pun segera mengangkat telponnya.
"Hallo, ma." Ucap Liana
"Hallo. Kamu lagi dimana sayang, sejak pagi kamu belum pulang sampai sekarang." Maria tampak khawatir. Karena tidak seperti biasanya jika Liana libur kerja, ia hanya akan menghabiskan waktunya di rumah.
"Eee, aku lagi keluar sama Iwan, Ma." Ucap Liana berbohong.
"Oh, sedang bersama anak itu? Ya sudah. Awas kamu macam-macam." Ucap Maria tegas.
"Iya, Ma. Mama jangan khawatir." Jawab Liana.
"Ya sudah. Nanti kalau kamu mau pulang, kunci rumah ada sama Sari. Mama sama papa mau pergi ke acara teman papa, ada undangan acara resepsi pernikahan di Hotel malam ini." Jelas Maria.
"Oh, iya Ma. Mungkin sebentar lagi aku pulang. Mama sama Papa hati-hati nanti di jalan." Jawab Liana.
"Oke sayang. Daaaghh." Ucap Maria.
"Daaaghh, Mama." Ucap Lenna sembari ia menutup panggilan teleponnya.
"Mama kamu telpon sayang?" Tanya Iwan.
"Iya mas." Jawab Liana mengangguk.
"Apa kamu suruh pulang?" Tanya Iwan.
"Tidak mas. Cuma menanyakan kenapa aku belum pulang. Terus Mama pamit kalau Mama sama Papa mau pergi ke acara resepsi pernikahan temannya." Jawab Liana.
"Oh begitu. Ya sudah kamu sekalian saja hubungi Sinta dulu sayang." Ucap Iwan.
"Iya mas, sebentar ya." Jawab Liana.
Iwan mengangguk.
Lalu Liana pun segera mencari kontak yang bernama Sinta dan langsung menelponnya.
Tuuutt…tuuuutt…tuuutt..
"Kok tidak di angkat sih." Liana nampak gelisah.
"Mungkin dia sedang sibuk sayang." Ucap Iwan sembari menyeruput kopinya.
"Ah tidak mungkin. Ini sudah melewati jam pulang kerja, harusnya dia sudah di rumah." Jawab Liana.
Lalu Liana mencoba menelponnya kembali.
Tuuutt…tuuutt…tuuutt…
"Hallo, ada apa Li?" Akhirnya Sinta pun mengangkat telponnya.
"Hallo, Sinta. Kamu lagi sibuk tidak?" Tanya Liana dalam telponnya.
"Tidak kok. Sorry, aku baru selesai mandi. Memangnya ada apa Li?" Ucap Sinta.
"Emmm. Aku mau bicara sesuatu ke kamu. Ada sesuatu yang ingin aku kompromikan sama kamu." Jawab Liana.
"Kompromi? Soal apa Li?" Tanya Sinta penasaran.
"Begini, aku kan ada rencana ingin tinggal bersama Iwan. Nah, biar orang tuaku tidak curiga, jadi aku ingin beralasan jika aku akan tinggal di tempatmu yang lebih dekat dengan pekerjaan. Bagaimana? Please, tolong bantu aku, Sin." Liana tampak memohon pada Sinta.
"Emm. Bisa saja sih, Li. Tapi nanti bagaimana jika orang tuamu mengecek ke rumahku secara tiba-tiba?" Ucap Sinta yang merasa khawatir.
"Ya kalau orang tuaku nanti mengecek secara tiba-tiba pas kamu di rumah, kamu tinggal bilang saja Liana sedang keluar." Jawab Liana menjelaskan.
"Terus kalau orang tua kamu mau menunggu bagaimana?" Tanya Sinta.
"Ya kamu tinggal bilang saja ke aku. Nanti aku juga akan meluncur ke lokasi." Jawab Liana.
"Ooohh. Oke oke deh." Ucap Sinta.
"Tapi rasanya tidak mungkin sih kalau orang tuaku akan mengunjungi secara mendadak. Pasti akan menghubungiku dulu." Ucap Liana.
"Hmmm. Ya kan untuk antisipasi, Li. Takutnya kan begitu." Ucap Sinta.
Iwan hanya terdiam mengamati setiap pembicaraan Liana dan Sinta di telepon, sembari ia menyeruput kopinya yang sudah dingin.
"Oh ya, ngomong-ngomong kenapa kamu tiba-tiba ingin tinggal bareng Iwan, Li? Kok tumben sekali." Sinta penasaran dengan sikap Liana kali ini.
"Ooh, soal itu. Tidak apa-apa kok. Aku hanya bosan saja di rumah, tidak ada yang bisa aku ajak mengobrol. Kalau aku tinggal dengan Iwan kan aku jadi tidak kesepian. Hehe." Jawab Liana.
"Ah bilang saja kamu ingin selalu enak-enak sama Iwan." Ucap Sinta seolah mengetahui.
"Iiihh. Apaan sih Sinta. Bukan begitu kok." Liana tampak malu mendengar candaan Sinta.
"Halaaahh, kamu sudah dewasa, Li. Jangan pura-pura bodoh soal begitu. Iya kan, biar bisa enak-enak terus sama Iwan. Hahaha." Sinta terus menggoda Liana.
"Hmmm. Soal itu kan memang kebutuhan. Ya kalau ada kesempatan ya pasti lah aku melakukan." Ucap Liana mengiyakan.
"Hahaha.. Hati-hati, Li. Jangan sampai kebablasan loh. Nanti reputasi kamu dan orang tua kamu tercoreng." Sinta kini memperingatkan Liana. Namun pada kenyataannya, Sinta belum mengetahui dengan apa yang telah terjadi pada Liana. Apa yang di katakan Sinta adalah kenyataan yang sudah terjadi pada dirinya.
Liana yang mendengarnya pun hanya tersenyum dingin, ia kembali berpikir ada benarnya juga perkataan Sinta jika ia tidak pandai menutupi dengan apa yang sudah terjadi.
"Hehemm. Tidak akan kok, Sin. Aku melakukan dengan aman kok."
"Ya sudah kalau begitu. Terus kapan rencana kamu mau tinggal sama Iwan?" Tanya Sinta.
"Emm, rencanaku mungkin lusa setelah aku pulang kerja, baru aku akan pindah dan pamit sama orang tuaku." Jawab Liana.
"Ya sudah kalau itu niatmu, Li. Semoga lancar ya rencanamu." Ucap Sinta.
"Oke Sinta. Terimakasih banyak ya sudah mau kerjasama. Tapi aku minta kamu jangan bilang siapa-siapa soal ini ya, Sin. Aku cuma percaya sama kamu satu-satunya sahabat aku." Jawab Liana.
"Iya. Kamu tenang saja, Li. Semua aman kok. Kami seperti tidak kenal aku saja." Jawab Sinta.
"Ya sudah. Terimakasih banyak ya Sinta, kamu memang sahabat terbaik aku. Love you beb." Ucap Liana.
"Iya, sama-sama beb." Ucap Sinta.
"Ya sudah aku tutup telponnya ya. Bye bye Sinta." Jawab Liana pamit.
"Oke beb. Byeee." Sahut Sinta.
Liana pun menutup telponnya.
Setelah ia menutup telpon, raut wajahnya kembali berubah. Ia teringat apa yang baru saja ia dengar dari Sinta, ia takut jika apa yang sudah ia lakukan akan mencoreng citra baik keluarganya dan nama baiknya.
Iwan yang melihat Liana terduduk lesu di tepi ranjang pun menghampirinya.
Melihat Liana hanya bertelanjang dada dan hanya berbalut selimut di perutnya, ia mendekat dan memeluknya dari belakang.
Ia memeluk sembari ia meremas kembali buah dada Liana.
Iwan hanya terlihat seolah seperti laki-laki yang mengutamakan nafsu birahinya, tanpa memikirkan apa yang terjadi pada perasaan dan pikiran wanitanya.
"Sayang, bagaimana Sinta? Apa dia menyetujui rencanamu?" Tanya Iwan sembari memeluk dan menciumi leher Liana.
"Iya mas. Dia mau kok." Jawab Liana.
"Lalu kenapa kamu terdiam begini sayang?"
Iwan kemudian meraba-raba buah dada Liana, sembari ia terus menciumi leher dan bahu Liana.
"Tidak apa-apa kok mas." Sambil Liana tersenyum dingin ke arah Iwan.
"Jangan diam begini dong sayang, kan ada aku."
Iwan kembali meremas buah dada Liana, sesekali ia memainkan putingnya.
Ia bermaksud membangunkan kembali hasrat Liana agar ia tidak terlihat lesu.
Tapi Liana tampak seperti tidak menanggapi apa yang di lakukan oleh Iwan.
"Mas, apa mas masih kurang puas?" Tanya Liana sambil menatap mata Iwan.
"Aku menginginkannya lagi sayang." Jawab Iwan.
Lalu Iwan pun merebahkan tubuh Liana.
Ia yang masih merasa birahi di tengah situasi yang mereka hadapi pun hendak kembali menyetubuhi kekasihnya itu.
Ia memposisikan diri di atas tubuh Liana yang kini tengah terbaring.
Liana yang melihatnya hanya diam, entah diam merespon atau hanya pasrah atas sikap Iwan.
Liana hanya bisa menatap mata Iwan yang masih terlihat menyimpan nafsu yang begitu liar.
Iwan terlihat pandai sekali membius kekasihnya itu dan membawanya ke dalam suasana bercinta kembali.
Dalam sekejap, penis Iwan mulai menegang dan kembali mengeras.
"Anghh.." Wanita itu mendesah tanpa di sadari ketika mulut Iwan turun ke leher dan tangan mencapai bibir vagina sang wanita.
"Ya Tuhan, pandai sekali pria ini membawaku dalam sensasi surga dunia, di manja, di buai.."
Mulut Iwan terus menjelajah. Saat ini sudah mencapai dada sang wanitanya.
"Payudaramu indah sekali sayang, aku sangat menyukai benda ini.. humm.." ucap Iwan yang memuji keindahan bentuk payudara kekasihnya.
Tangannya kini merayap dan meraba dada sang kekasih, hingga ia menyentuh benda kecil yang langsung mengeras begitu tersentuh jari Iwan.
"Anghh… Anghhh… Mas!" Liana tersentak tatkala puting payudaranya di kuasai oleh mulut Iwan.
Iwan mengulum puting coklat muda Liana, kiri dan kanan.
Tangan Iwan terus meremas bongkahan payudara Liana yang terasa besar, kenyal dan pas di telapak tangannya.
Wanita itu harus berpegangan pada leher Iwan jika tak ingin jatuh karena pria itu terus memberikan agresi pada dadanya.
"Haanghh… anghh… maaass."
"Ermmlhh… yaahh… ermsschph… terus mas, aku di sini… terus sebut namaku mas… hrllmmpshphh…" Liana hanya bisa mendesah menerima perlakuan Iwan.
Mulut rakus itu mendera puting satu dan satunya.
Seolah tak rela jika udara ingin melingkupi benda tersebut. Mulut Iwan terus menghangatkan sang puting wanitanya.
"Anghh!" Liana memekik pelan saat tiba-tiba saja tubuhnya dihadapkan membelakangi sang pria.
"Haaaanghh.." kembali desahan terdengar menguar sewaktu tangan kiri Iwan memeluk dadanya sembari meremas-remas payudara sang wanitanya.
"Ermmghh.." mulut Iwan kini merajai tengkuk leher Liana, berikan kecupan-kecupan panas sehingga wanita itu berjengit kegelian. Terutama bila lidah Iwan mulai nakal menggelitik cuping telinga Liana.
"Mas, geli.. aarghh!" Pekik Liana bagai tersengat lebah saat tangan kanan Iwan membelai klitorisnya.
Ternyata tangan itu sudah kembali merayap masuk area kedua belahan selangkangan wanitanya.
"Hanghh! Anghhh!"
Dari respon Liana, Iwan bisa langsung tau jika wanita itu peka dan sangat menikmati permainan yang ia berikan secara intim.
Iwan angkat kaki kanan Liana agar menopang pada paha kanan Iwan. Itu memudahkan sang pria mengeksplorasi kewanitaan Liana setelah lembaran handuk yang berada di pinggulnya ia tarik lepas.
Selanjutnya, hanya ada rintihan dan lenguh manja Liana saat Iwan terus gesek serta belai setiap lekuk kewanitaan Liana.
"Kamu sangat basah, sayang.." bisik Iwan di belakang telinga Liana.
Liana menoleh tanpa melihat wajah Iwan. Wajahnya merah padam. Entah karena di selimuti birahi atau karena malu.
"Itu… itu ulah siapa coba, mas? Anghh… mas… stop… aku… hangshh… bisa gila… aanghh!"
Sayangnya, Iwan justru kian menaikkan ritme gesekan di bawah sana. Sehingga Liana kian tak bisa mengontrol lenguhannya.
"Maaf, sayang. Aku justru ingin kamu gila, tergila-gila padaku, Liana." Bisik Iwan sembari terus menggesek.
Liana pejamkan mata, jajahan jari Iwan di klitorisnya semakin kejam. Wanita itu semakin kuat mencengkeram pergelangan tangan sang pria. Bibir bawah digigit kuat sebagai pelampiasan.
Tak sampai 3 menit, Liana menyerah.
Ia menyemburkan banyak cairannya yang berjatuhan di kasur disaksikan Iwan yang memandang takjub.
"Waahh, kamu masih bisa squirt lagi sayang! Luar biasa! Kamu benar-benar luar biasa sayang! Aku semakin terpesona padamu sayang!" Iwan takjub setelah melihat kekasihnya mengeluarkan banyak cairan untuk kedua kalinya setelah permainan sebelumnya yang belum lama mereka lakukan.
Liana tak bisa apa-apa, dia benar-benar terlalu lemas untuk bergerak.
Karena masih dalam eforia antiklimaks, Liana tak menyadari Iwan sudah bergabung kembali dengannya. Yang ia tau, tiba-tiba tubuhnya terasa penuh.
"Arghh!" Pekik Liana. Tatkala sebuah batang besar nan panjang masuk melesat ke dalam lubang istimewanya. "Mas… ooourgghh!"
Menit berikutnya, pria itu sudah berikan pompaan erotis pada vagina Liana sambil tangan Liana terus meremas tepian bantal dan memejamkan mata, meski lenguh desahnya tak terjeda.
Liana hanya meringis dan merintih sembari memejamkan matanya. Ia hanya bisa merasakan kenikmatan dari sesuatu yang panjang yang sudah bergerak keluar masuk pada lubangnya.
Dua tangan Liana menggapai meski matanya terpejam. Ia merasa Iwan sedemikian memikat di mata Liana.
Iwan menyambut gapaian tangan Liana. Ia membiarkan wanita itu memeluk lehernya sembari ia terus menghentaki lubang intim Liana saat dia merunduk dan asik berkutat di payudara yang selalu menjadi benda favoritnya.
Keduanya kembali berlomba meraungkan desahan dan lenguhan, kembali memecah suasana hening kamar kostnya.
Penis besar Iwan terus mengaduk, menghujam, dan memberikan desakan-desakan nikmat yang selalu di inginkan Liana.
Baru saja Liana membuka mata, ia sudah di perangkap tatapan Iwan di atasnya.
"Mmmssphhh." Iwan mulai mencium bibir Liana, sembari ia terus menggerakan pinggulnya maju mundur.
"Mmmmpphh m-mas?" Liana hanya pasrah menghadapi Iwan. Wajah seketika merona, apalagi tubuh telanjangnya di kungkungi Iwan.
Tanpa berkata apapun, Iwan mencabut penisnya, menyeringai, kemudian merosot ke bawah.
"Ha-angghhh… maaasshhh…" Liana tak sanggup berbuat apapun saat kedua kakinya di buka dan lidah Iwan sudah menari Salsa di atas klitorisnya.
Otot pantatnya menegang, ketika mulut nakal Iwan menghisap disana.
"M-maassh.. di.. sana.. kot-torrhh.. anghhh..!" Liana semakin mengerang.
Namun Iwan tak menyahut dan terus memoles klitoris basah Liana menggunakan lidah agresifnya.
Liana sibuk kelojotan, gelisah, sambil terus menyerang serta meremas kuat sprei sekenanya.
Ini terlalu intens baginya. Terlalu kuat terjangan libido dari Iwan. Begitu kuatnya hingga Liana menyerah dan berikan muncratan cairan spesialnya untuk yang ketiga kalinya.
Iwan terkekeh. Sepertinya ia senang. Liana terngah-engah, hendak bangkit, namun apa daya, Iwan kembali menjajah area intimnya.
Bahkan kini ia menjejalkan tiga jari ke liang hangat yang baru saja menyemprot.
"Gyaakhh! Aarhkkhh! Maash!" Liana berteriak, ia nyaris kejang-kejang tak jelas karena lidah Iwan meliuk beringas di klitorisnya sembari tiga jarinya intens mengocok liang intim Liana secara cepat.
Erangan Liana kian menggila saat ujung jari Iwan menyentuh sebuah titik yang berikan sensasi luar biasa bagi Liana. Tak pelak, cairan bening kental itu pun kembali memuncar deras di terima di mulut Iwan.
"Hehehe. Kamu memang wanita luar biasa sayang. Tidak menyesal aku memilikimu." Ucap Iwan senang.
"Hah?! Arghhh." Teriak Liana.
Lalu Iwan membalikkan posisi tubuh Liana hingga pada posisi doggy.
Dan sang wanita harus terima ketika batang keras sang pria kembali di tenggelamkan dalam vagina.
Keduanya semakin terpacu dalam birahi dan lenguhan. Memimpa libido masing-masing agar mencapai puncak ternikmat.
Ia bahkan menggelinjang bagai jalang kesurupan ketika Iwan makin giat memompa vaginanya tanpa jeda.
Iwan sangat terampil menggiring birahi Liana melalui jalur yang ia inginkan. Nyatanya, Iwan lah yang selalu bergerak agresif menyodokkan penisnya kuat-kuat dan sedalam mungkin, menghentak-hentak vagina Liana.
Liana yang mulai terbawa suana pun merasakan jika ia akan mendapatkan klimaksnya.
"Mas! Aaarghh! Percepat gerakanmu." Teriak Liana.
"Mmmmhhh. Sudah hampir keluar ya sayang." Ucap Iwan sembari mempercepat pompaannya.
"Aaarrgh! Aagghh! Uuuuurghh! Aku mau keluar mas." Pekik Liana.
Iwan yang mendengar bahwa Liana akan segera mengeluarkan cairan orgasme-nya pun semakin semangat memompanya.
"Aaahh!! Aargh!! Ayo mas terus! Terus!" Pekik Liana.
Iwan yang merasakan jika ia juga akan mengeluarka cairan kentalnya semakin menambah kecepatannya.
"Aaaaaaaarrgghh!" Liana berteriak kencang saat mengeluarkan banyak cairannya. Seraya ia meremas sprei sekencang mungkin.
Selang beberapa detik kemudian di susul dengan Iwan yang telah mencapai puncaknya.
"Aaaaaarrghhh!!" Iwan berteriak saat ia mengeluarkan cairan kentalnya di dalam lubang Liana. Ia menancapkan penisnya sedalam mungkin saat ia menyemprotkan banyak spermanya di dalam vagina Liana.
"Aaaarrrggh!! Aahh! Aghh! Hmmpph!" Liana tampak kejang-kejang hebat saat dia mengeluarkan cairannya.
"Aghh! Aaghh! Aghh!" Begitupun dengan Iwan yang masih tampak menikmati sperma yang masih terus menyemprot di dalam vagina Liana. Sembari ia memeluk erat tubuh Liana yang tampak kejang-kejang dalam posisi doggy-nya.
"Uuuugghh! Sayang! Uuughh! Nikmat sekali!" Iwan yang meraung masih mengeluarkan cairannya.
Sedangkan Liana sendiri sudah selesai memuntahkan cairan kewanitaannya yang berjatuhan di atas ranjangnya.
"Anghh! Maaasss.. Spermamu keluar lebih banyak dari sebelumnya." Liana merasakan banyak kehangatan di dalam vaginanya, ia tau jika Iwan masih menyemburkan cairannya di dalam.
Sementara Iwan pun masih menikmati keluarnya cairan miliknya.
"Aghh! Aahhgg! Aghh! Mmmmhhh. Sudah selesai sayang. Mmmmhhh.." ucap Iwan yang terbaring di atas punggung Liana.
Iwan tampak memejamkan matanya selama proses penyemburan spermanya. Ia benar-benar sangat menikmati.
Sampai-sampai setelah semua habis keluar ia hanya bisa tersandar lemas di punggung Liana yang masih nungging.
"Sudah mas?" Tanya Liana dengan nada lemas.
"He'em." Suara Iwan terdengar lemas.
"Emmmmhhh. Enak sekali sayang." Iwan masih bersandar di punggung Liana.
"Ini kalau di cabut pasti semua muntah keluar di kasur mas. Belum di cabut saja sudah banyak menetes begini. Tolong ambilkan bajuku mas." Perintah Liana.
"Nanti bajumu kotor sayang." Iwan tampak terbangun dan berusaha mengambil baju Liana yang tak jauh dari posisinya.
Lalu Liana pun menutup kewanitaannya dengan baju miliknya itu agar cairan kental di dalam lubangnya tidak keluar membasahi kasur saat Iwan mencabut batangnya.
Perlahan Iwan pun mencabut kembali batangnya.
Lalu Liana dengan sigap menutup lubangnya dan menyumpal dengan bajunya.
"Uuuhhh. Barusan enak sekali sayang." Ucap Iwan puas.
"Hmmm. Mas memang sangat pandai menghanyutkan aku!" Liana tampak sedikit kesal namun ia tidak bisa menolak jika ia juga menikmatinya.
"Hehe.. siapa dulu dong." Iwan terkekeh.
"Awas saja kalu mas sampai memberikan itu ke wanita lain!" Gertak Liana.
"Dih!! Amit-amit. Jelas tidak akan lah. Penisku hanya milikmu Liana sayang." Sambil Iwan mencubit kedua pipi kekasihnya itu.
"Ya sudah mas. Hari sudah sore, sudah jam 16:45 juga. Aku mau pulang." Ucap Liana sembari berusaha berdiri.
"Kamu tidak mandi dulu?" Tanya Iwan.
"Ah tidak usah. Sudah mandi 3 kali hari ini masa mau mandi lagi. Pagi tadi mandi, tadi menjelang sore sebelum kita main, mandi. Lalu sehabis kita main tadi, mandi juga. Masa sekarang mau mandi lagi." Ucap Liana.
"Terus apa itu tidak di cuci sayang?" Ucap Iwan.
"Tidak perlu. Sudah terlanjur jadi anakmu di perutku mas. Biarkan saja. Siapa tau jadi anak lagi. Biar jadi kembar nanti anak kita." Ucap Liana tersenyum.
"Hehehe. Kamu bisa saja. Ya sudah ayo kita bersiap-siap. Nanti kamu pakai bajuku saja. Biar bajumu nanti di bawa pulang." Ucap Iwan.
"Iya mas." Jawab Liana.
Dua insan yang penuh keringat setelah permainan panas, terpaksa harus bersiap karena hari mulai sore. Kemudian mereka segera memakai baju dan bersiap untuk pergi.