Malam itu di acara pesta resepsi pernikahan, tampak Maria dan Hendra sedang berbincang dengan rekan sesama bisnisnya. Mereka tampak menikmati pesta tersebut.
"Hendra, bagaimana bisnismu? Apakah lancar?" Tanya salah seorang rekannya.
"Lancar-lancar saja, cuma akhir-akhir ini perusahaanku mengalami penurunan secara financialnya. Tidak stabil seperti dulu." Jawab Hendra.
"Ah, itu sudahlah hal biasa. Yang penting perusahaanmu tetap berjalan." Ucap rekannya.
"Oh ya, aku dengar kamu akan membuka peluang usaha baru di bidang restoran? Kapan rencananya?" Lanjut rekannya yang mengetahui jika Hendra memiliki rencana bisnis lain.
"Emm. Soal itu masih ku pikirkan dulu. Karena melihat ketidak stabilan perusahaanku sekarang dari segi financial, jadi aku terpaksa menunda dulu rencanaku untuk bisnis lain." Jelas Hendra.
"Oh begitu. Aku kira akan di laksanakan dalam waktu dekat. Semoga rencanamu segere terealisasikan ya." Jawab rekannya.
"Iya, semoga saja." Ucap Hendra sembari ia meminum wine pada gelasnya.
Selain membuka perusahaan kontruksi, Hendra memang memiliki rencana untuk melebarkan sayap usahanya di bidang restoran. Tapi karena akhir-akhir ini perusahaannya mengalami penurunan karena adanya pesaing, jadi ia terpaksa menunda rencananya itu.
Lalu di rumah Liana, terlihat ia sedang tertidur pulas di atas ranjangnya sejak kepulangannya. Mungkin karena ia merasa lelah setelah puas bermain panas dengan Iwan. Terdengar pula handphonenya yang sedari tadi berdering yang ternyata itu adalah Iwan yang berulang kali menelponnya.
Tak berselang lama, lalu masuklah Sari ke dalam kamar Liana untuk membangunkan jika ia sudah menyiapkan makan malam untuk Liana.
Kebetulan pintu kamar Liana terlihat terbuka, mungkin Liana lupa untuk menutup pintunya saat ia tidur, jadi Sari dapat memasuki kamarnya.
"Non, non Liana." Tampak Sari yang berusaha membangunkan Liana yang masih tertidur pulas.
Merasa ada yang membangunkannya, seketika Liana pun terbangun dari tidurnya, ia segera mengusap matanya.
"Eh, mbak Sari. Ada apa mbak?" Ucap Liana dengan mata sayu.
"Itu non, maaf mengganggu. Saya cuma mau kasih tau kalau makan malamnya sudah siap non, barangkali non Liana ingin makan malam." Ucap Sari memberitahu jika ia sudah menyiapkan makanan untuk Liana.
"Oh. Iya mbak, nanti saya ke ruang makan." Jawab Liana.
"Ya sudah non, kalau begitu saya permisi dulu non." Ucap Sari.
"Iya mbak. Terimakasih." Jawab Liana.
"Sama-sama non." Jawab Sari.
Setelah terbangunkan oleh Sari, Liana pun segera mengambil handphone-nya yang berada di samping bantalnya.
Saat hendak membuka handphone-nya, pada layar notifikasi Ia melihat ada banyak pesan Whatsapp dan panggilan tak terjawab dari Iwan.
Lalu ia segera membuka dan membaca satu per satu pesan itu.
"Sayang.. Aku sudah sampai rumah."
"Sayang…"
"Sayang kamu kemana sih…"
"Kenapa tidak membuka pesanku? Padahal belum lama sejak aku mengantarmu tadi…"
Terlihat banyak pesan masuk dari Iwan yang merasa sedikit kesal dalam chat-nya karena Liana tak kunjung membalas pesannya sejak terakhir Iwan mengantarnya.
Iwan tak tau jika Liana ketiduran sejak baru sampai rumah. Dan lagi, Liana tidak memberitahu dulu pada Iwan jika ia ingin beristirahat.
Karena tidak mau salah paham dan berujung pada ribut, Liana berinisiatif untuk menelpon Iwan kembali.
Tuuut… Tuuut… Tuuut…
"Ih kenapa tidak di angkat sih! Apa jangan-jangan dia balas dendam? Jadi tidak mau mengangkat telponku juga." Liana sedikit kesal, padahal baru beberapa menit setelah panggilan tak terjawab terakhir dari Iwan.
Lalu ia berusaha menghubunginya kembali.
Tuuut… Tuuut… Tuuut…
"Hallo.." terdengar Iwan mengangkat telponnya.
"Hallo, mas. Maaf aku ketiduran. Aku capek, jadi sewaktu mas pulang, aku langsung tidur, ini baru bangun. Maaf ya mas." Ucap Liana.
"Hmm.. Iya tidak apa-apa. Aku kira kamu kemana. Tapi benar kan kamu ketiduran? Tidak kluyuran atau macam-macam dengan orang lain?" Tampak Iwan yang mengkhawatirkan jika akan di duakan oleh Liana.
"Ya ampun. Untuk apa aku bohong mas? Untuk apa juga aku macam-macam dengan pria lain? Aku masih waras mas. Lagipula aku juga sedang mengandung anak kamu, mana mungkin aku macam-macam dengan pria lain." Jelas Liana.
Tak sadar dengan ucapan dan nada yang di lontarkan Liana, tanpa sepengetahuannya ternyata ada Sari yang tak sengaja sedang lewat di depan pintu kamar Liana dan mendengar perkataan Liana jika ia sedang mengandung.
Sari yang terkejut dan ingin tau pembicaraannya pun kemudian sengaja menguping di samping pintu kamar Liana.
"Apa! Non Liana hamil? Apa aku tidak salah dengar ya?" Batin Sari. Lalu ia kembali mendengarkan percakapan telepon Liana dengan Iwan.
"Sudahlah mas, mas jangan berpikir yang aneh-aneh tentang aku. Yang jelas aku selalu setia buat mas." Ucap Liana.
"Iya iya. Ya sudah kalau begitu. Aku takut saja kalau kamu menduakan aku." Ucap Iwan khawatir.
"Tidak mas. Jangan kawatir, aku selalu setia buat mas." Jawab Liana.
"Iya. Oh ya, kamu sudah mandi belum sayang? Terakhir setelah kita main kan kamu tidak mandi." Tanya Iwan.
"Belum mas. Tadi waktu masuk rumah aku langsung tidur. Ini mau mandi kok mas." Jawab Liana.
"Ya sudah, kamu mandi dulu saja. Nanti kalau sudah selesai mandi kamu kabari aku ya." Perintah Iwan.
"Iya mas, ya sudah aku mandi dulu ya mas." Ucap Liana.
"Iya sayang, daaaaghh." Jawab Iwan.
"Daaaaghh.. Love you mas." Ucap Liana.
"Love you too sayang." Sahut Iwan.
Lalu Liana menutup telponnya.
Setelah situasi kembali tenang, Liana pun hendak bergegas keluar dari kamarnya untuk mengambil handuk di jemuran dalam.
Saat ia hendak berjalan melewati pintu kamar, ia terkejut mendapati Sari yang berdiri di samping pintu kamarnya.
"Loh, mbak Sari. Mbak sedang apa disini?" Liana pun panik dan kaget melihat Sari karena ia berpikir pasti Sari mendengar semua percakapannya dengan Iwan soal kehamilannya.
Begitu pun Sari, yang tak sengaja di pergoki oleh Liana.
Ia tampak gugup untuk menjawab alasan pada Liana.
"Eeee. Anu non, sa-saya cuma mau menawarkan non Liana mau mi-minum apa." Sari tampak terbata-bata dan gugup.
Liana yang sama paniknya pun hanya bisa menolehkan matanya ke segala arah.
"Emmm. Teh ha-hangat saja mbak." Ucap Liana gugup.
"Oh, i-iya non. Ka-kalau begitu saya buatkan dulu ya non, permisi." Sari yang malu pun menundukkan kepalanya dan hendak segera pergi dari tempat pijakannya.
Tapi Liana yang merasa jika pembicaraannya sudah di dengar oleh Sari, ia segera meraih tangan Sari sebelum Sari berjalan pergi.
"Mbak Sari!" Ucap Liana sambil meraih tangan Sari.
Sari tampak takut bercampur kaget dengan sikap Liana yang tiba-tiba menarik lengannya. Ia takut di keluarkan karena ia mendengar percakapan Liana dengan Iwan di telpon.
"I-iya non. A-ada apa non." Sari tampak gemetar.
Tapi melihat raut wajah Liana yang tidak tampak marah, ia berusaha untuk tetap tenang.
"Mbak! Saya mau tanya, apa tadi mbak mendengar percakapan saya tadi di telpon?" Tanya Liana.
"I-iya non. Ma-maaf sekali non. Saya tidak sengaja, kebetulan saya pas lewat. Dan non Liana sendiri juga bersuara agak keras. Jadi saya mendengarnya." Ucap Sari ketakutan.
Ternyata feeling Liana benar, Sari telah mengetahui rahasianya yang sengaja ia tutupi.
Liana hanya bisa menepuk jidat.
"Aduh! Mbak, tapi mbak bisa jaga rahasia kan mbak? Jangan sampai mbak cerita ke mama sama papa ya. Saya takut mbak." Ucap Liana yang juga ketakutan.
"Ja-jadi non Liana beneran hamil non?" Tanya Sari.
Liana hanya mengangguk dengan raut wajah bingungnya, "Iya mbak."
"Saya mohon sama mbak, please. Jangan sampai mbak cerita ke mama sama papa ya mbak. Tolong sekali mbak." Ucap Liana memohon pada Sari agar rahasianya tidak sampai ke telinga orang tuanya.
Liana hanya bisa memelas dan memohon pada Sari untuk menjaga rahasianya.
"I-iya non. Non Liana tenang saja, bibi tidak akan cerita pada pak Hendra dan bu Maria." Ucap Sari.
"Kalau mbak mau jaga rahasia saya, tidak apa-apa nanti gaji bulanan mbak saya tambahkan diam-diam secara pribadi mbak." Liana mencoba bernegosiasi dengan Sari.
"Em, Tidak perlu non. Gaji saya sudah cukup dari orang tua non Liana. Non tidak perlua kawatir, saya akan jaga rahasia soal kehamilan non Liana." Ucap Sari.
Tampak Sari yang mulai iba pada Liana. Karena itulah ia akan menjaga rahasia besar Liana secara ikhlas tanpa pamrih, karena Liana pun juga selalu bersikap baik padanya sebagai majikannya juga.
"Lalu sekarang non Liana mau bagaimana non? Mau menikah dalam waktu dekat atau mau di gugurkan? Tapi kalau saran saya, jangan di gugurkan non. Selain dosa besar, bayi yang di kandung non Liana juga tidak bersalah." Ucap Sari.
"Tidak mbak. Saya tidak ada rencana untuk menggugurkan, saya dan Iwan akan menikah cepat-cepat dalam waktu dekat, yang belum tau kapan-kapannya." Ucap Liana.
"Ya sudah non, non yang sabar. Jaga kondisi non Liana baik-baik. Biar bayi yang di kandungan non Liana bisa sehat." Ucap Sari menyemangati.
"Iya mbak." Jawab Liana.
"Oh ya, tapi Iwan mau bertanggung jawab kan non? Dia tidak semata-mata kabur kan?" Tanya Sari.
"Tidak kok mbak. Dia mau kok untuk bertanggung jawab." Ucap Liana.
"Syukurlah kalau begitu." Ucap Sari.
Akhirnya pun mereka berdua sepakat untuk menjaga rahasianya.
Setelah situasi yang sedikit menegangkan, tiba-tiba Liana merasa mual pada perutnya. Yang benar-benar tidak tertahankan.
"Non! Non Liana kenapa? Non Liana baik-baik saja?" Tanya Sari panik.
"Uueeegghh…"
Liana segera berlari masuk kembali ke kamarnya menuju kamar mandi yang berada di dalam kamarnya.
Karena di rasa Liana sedang tidak baik-baik saja, Sari pun berlari mengikuti Liana.
Sesampainya di dalam kamar mandi, Liana pun muntah-muntah untuk yang pertama kalinya.
Sari yang melihatnya pun segera mengambil tindakan dengan memijit tengkuk leher Liana.
"Non Liana tidak apa-apa?" Tanya Sari.
"Tidak apa-apa mbak. Mungkin ini karena kehamilan saya." Ucap Liana.
"Memangnya sudah berapa minggu usia kehamilannya non?" Tanya Sari.
"Mungkin sudah 5 minggu mbak." Jawab Liana.
"Masih usia muda non, pantas saja non Liana mual-mual. Mungkin itu karena ngidam. Saya ambilkan minyak aroma terapi dulunya non." Ucap Sari.
"Iya mbak." Jawab Liana.
Lalu Sari bergegas berlari menuju tempat penyimpanan P3K untuk mengambil minyak aroma terapi agar Liana bisa menahan rasa mualnya.
Setelah kembali, ia pun mengoleskannya di beberapa bagian tubuh Liana.
"Masih merasa mual non?" Tanya Sari.
"Huuuuufffh. Sudah tidak terlalu mbak." Jawab Liana.
"Ya sudah non, ayo kita duduk saja di kasur." Ucap Sari sambil memegangi Liana.
Lalu Sari pun mengajak Liana untuk duduk di ranjangnya.
Melihat Liana dengan keadaan seperti itu, Sari menawarkan diri untuk membuatkan teh panas agar Liana tidak merasa mual.
"Non, saya buatkan teh panas dulu ya. Biasanya kalau orang sedang hamil muda dan mual-mual, kalau meminum teh panas akan mendingan rasa mualnya." Ucap Sari menawarkan.
"Tidak usah mbak. Tidak perlu repot-repot." Ucap Liana.
"Tidak apa-apa non, saya menawarkan, berarti saya siap untuk di repotkan. Saya buatkan dulu ya." Ucap Sari.
"Ya sudah mbak. Oh ya mbak, boleh minta tolong sekalian ambilkan handuk saya mbak yang masih di jemur. Saya ingin mandi setelah ini." Ucap Liana.
"Iya non. Tunggu sebentar ya." Jawab Sari.
Tanpa menunggu jawaban dari Liana, Sari pun dengan sigap segera menuju dapur untuk membuatkan teh panas untuk Liana.
Tak lama setelah itu, Sari pun kembali masuk dalam kamar Liana dengan membawa teh panas dan handuk yang di minta oleh Liana.
"Ini non, tehnya. Dan ini handuknya non." Sari meletakkan teh dan handuknya di atas meja yang berada di samping ranjangnya.
"Terimakasih banyak mbak." Ucap Liana.
"Sama-sama non. Silahkan di minum dulu non, mumpung masih panas." Jawab Sari.
Lalu Liana segera mengambil tehnya dan menyeruputnya.
Karena merasa jika Liana belum makan malam, Sari pun menawarkan untuk mengambilkan makanan.
"Non belum makan malam ya? Mau saya ambilkan non?" Ucap Sari menawarkan.
"Tidak usah mbak. Setelah muntah-muntah saya jadi hilang selera makan." Ucap Liana.
"Ya sudah, kalau non Liana belum mau makan, saya ambilkan saja ya untuk di taruh disini. Siapa tau nanti malam non Liana merasa lapar." Ucap Sari.
"Ya sudah mbak. Tidak apa-apa." Jawab Liana.
Lalu Sari pun kembali berjalan menuju dapur untuk mengambilkan makanan yang sudah ia buat untuk Liana.