Chereads / Suddenly Married With Stranger / Chapter 47 - Rindu Sosok Aliysia Yang Dulu.

Chapter 47 - Rindu Sosok Aliysia Yang Dulu.

Kota M

Aliysia tampak duduk dengan pandangan ke samping, melihat bagaimana suasana kota dalam diam dan perasaan berdebar.

Saat ini ia harus fokus dengan pertunjukkan yang akan dilakukannya, maka itu ia menghilangkan segala hal tentang apapun itu.

Ia menanggalkan masalah Vian di sepanjang perjalanan keluar dari hunian, berharap dengan begitu ia bisa lebih fokus dengan kesempatan solo yang diberikan oleh pelatih.

Kesempatan ini tidak boleh disia-siakan, karena hanya ini cara untuknya bisa menggapai cita-cita.

Tak lama kemudian tempat yang dituju akhirnya sampai, ia turun dari bus bersama beberapa yang juga ternyata menuju tempat sama, tepatnya gedung tempat pertunjukkan.

Lekas ia menambah laju langkah, sampai akhirnya ia memasuki koridor yang beberapa kali dilaluinya ketika gladi bersih beberapa hari ini.

Ia ke ruang persiapan, dimana ia melihat keramaian dengan berbagai persiapan yang berbeda-beda, meski intinya sama saja yaitu mempersiapkan diri untuk penampilan hari ini.

"Liysa, di sini!"

Seruan tak jauh darinya membuat senyum Aliysia yang dipanggil mengembang sempurna, ia menghampiri si pemanggil yang menyerahkan sebuah gaun sederhana kepadanya.

Ia menerima segera, memeluk potongan kain buatan sahabatnya dengan ekspresi berbinar dan gugup yang menjadi satu, membuat Sasha yang mengetahui itu mengusap lengan Aliysia berulang sebagai penenang.

"Cepat ganti pakaianmu, aku akan merias wajahmu agar semakin cantik, oke?" pinta Sasha, sambil mendorong bahu Aliysia tidak sabar.

"Um, tunggu aku."

"Siap!"

Dengan begitu, Aliysia segera menuju bilik kamar mandi dan mengganti pakaian dari rumah dengan gaun buatan Sasha, gaun yang dibuat saat keduanya di kantin membahas solo yang diberikan coach kepada Aliysia.

Tidak butuh waktu lama bagi Aliysia mengganti pakaian, kini gaun sederhana berwarna champagne semata kaki dan tanpa lengan.

Ia menyukainya, apalagi ini memang sudah dibicarkan sebelumnya dengan Sasha sebagai orang yang membuatkan khusus untuknya.

Sampai di luar, Aliysia segera ditarik oleh Sasha dan dibawa duduk berhadapan dengan cermin, dimana ada lampu di sisi kanan-kirinya.

Ia sudah biasa dengan riasan, karena beberapa kali tampil menyanyi untuk kampus dan lomba.

Sedangkan Sasha, ia segera bergerak layaknya professional bersama rekannya yang mengatur rambut Aliysia.

Rambut yang biasa diikat layaknya kuda atau diurai apa adanya kini disanggul modern, dengan mutiara yang ditempelkan sebagai riasan.

Lalu untuk lipstick, warna nude menjadi pilihan Sasha dan sapuan tipis blush on pink muda hanya untuk tampillan lebih segar.

Kira-kira membutuhkan waktu satu jam untuk memastikan penampilan Aliysia sempurna, karena sebagai sahabat yang ingin si kesayangan sukses, ia melakukan apapun yang terbaik.

Hari ini adalah kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan oleh sahabatnya.

Sasha mau semua mata tertuju pada Aliysia, semua harus tahu bagaimana memukaunya si sahabat yang kini membuka kelopak mata. "Perfect," bisiknya memuji.

Aliysia tersenyum malu, menatap pantulan dirinya dengan tarikan napas dalam dan hembusan perlahan.

"Terima kasih untuk semuanya."

"Nope, sebaiknya cepat ke belakang panggung dan berkumpul dengan yang lainnya di sana," tukas Sasha sambil menggeleng kecil.

"Oke!"

Aliysia segera beranjak dari duduknya, masih dengan Sasha yang membenahi sedikit bagian bawah gaun yang terlipat dan kembali tersenyum lebar.

"Fighting!"

"Um, fighiting!" sahut Aliysia sambil mengangguk tegas.

Dengan begitu, Aliysia pun menyelesaikan persiapan dan segera jalan berusaha tidak buru-buru. Bahkan, menahan diri agar tidak menyingsing bagian bawah gaun agar cepat sampai di belakang, dimana ia melihat coach khusus untuknya melambaikan tangan.

Ya, karena ia akan tampil solo dengan dua lainnya yang juga diberikan kesempatan, maka pelatih juga berbeda.

Kini, ia berada di tengah para penyanyi solo dan mendengarkan setiap ucapan sang pelatih.

Mah, aku pasti bisa, batin Aliysia.

***

Universitas Kota M

Sementara itu, Vian yang benar-benar menyusul Aliysia akhirnya sampai di halaman kampus, tepatnya di parkiran tempat malam itu ia menunggu si bocah.

Ia memarkirkan mobil dan keluar dari mobil sambil menatap keramaian di sekitar dengan bola mata bergulir, berharap menemukan eksistensi seseorang yang dicarinya, meski tidak mungkin.

Ya, ia jelas tahu pasti Aliysia sudah sibuk dengan persiapan pentas.

Ia segara melangkah ke koridor yang diingatnya, tepatnya tempat di mana malam itu ia mendatangi Aliysia setelah ditegur seorang petugas keamanan.

Aula

Benar sekali, Vian berniat untuk mendatangi Aliysia di sana, ruangan yang pastinya dijadikan tempat pertunjukan.

Anggap saja sekalian mendengar langsung suara Aliysia yang sedang bernyanyi.

Ia memang sering mendengar ketika berada di hunian, sehari-hari ia mendengar Aliysia yang sedang bernyanyi, baik itu dengan suara biasa atau lengkingan bernada tinggi, sangat berbeda ketika si bocah berbalas suara saat mengobrol dengannya.

Di sepanjang koridor yang dilewati, entah kenapa Vian tidak mendengar apapun dan tampak biasa saja. Seperti tidak ada kegiatan yang sedang dilaksanakan, terasa aneh, tapi ia mengacuhkannya dan tetap berjalan dengan terburu ke arah aula.

Bisikan demi bisikan sebisa mungkin Vian lewati begitu saja, bukan saatnya untuk ia mendengarkan apa yang mereka bisiki tentangnya. Karena saat ini yang ingin didengarnya adalah penjelasan Aliysia tentang perubahan sikap kepadanya.

Vian tahu ini sudah jauh dari hari itu, dua minggu dari mereka saling diam.

Sebenarnya, Vian menahan diri untuk tidak peduli dengan perubahan Aliysia dalam bersikap. Namun bagaimana lagi, ternyata Vian tidak bisa menahannya lebih lama, karena ia baru menyadari jika sebenarnya ia merindukan sosok Aliysia yang dulu.

Sosok bar-bar, apa adanya, cerewet dan selalu merecoki apapun ketika ia sedang ada di hunian, keramaian seperti itu dirindukan

Di depan sana adalah pintu aula yang Vian tuju. Semakin dekat dengan pintu itu, ia semakin merasa berdebar seakan ada perasaan tidak sabar yang ingin mendobrak keluar dari dalam dada.

Tap!

Tangannya tanpa menunggu waktu segera terulur menarik gagang pintu dan ingin membukanya, tapi ada yang aneh dengan apa yang saat ini sedang terjadi.

Kenapa…

Ceklek! Ceklek!

"Eh!"

Terkunci, kenapa pintunya terkunci?

Mencoba menariknya lagi, Vian bertambah bingung ketika pintu aula terkunci dengan keadaan sunyi.

"Aneh, kenapa seperti ini? Kenapa tidak ada kegiatan di dalam," gumam Vian bingung sendiri.

Bodoh, kenapa tadi aku tidak bertanya di mana dia akan pentas? Kenapa aku tidak memaksanya agar aku bisa mengantarnya pergi, lanjutnya dalam hati.

Vian hanya bisa mengumpat, kembali mencoba meski percuma. Berkali-kali pun ia mencoba membuka sekuat tenaga tetap tidak bisa, benar-benar penyesalan yang percuma karena terlambat mencegah kepergian Aliysia.

Sial! Bagaimana ini? Di mana dia sebenarnya?

Kembali ia hanya bisa mengumpat dan bertanya di dalam hati, menatap nanar pintu terkunci dimana kesunyian pun membuatnya bertambah bingung.

Vian melepaskan gagang pintu dengan kesal, menghela napas kasar seraya membalik badan dan berjenggit kage,t ketika melihat seorang petugas keamanan yang malam itu memintanya untuk di dalam berdiri di hadapan.

Lengkap dengan tatapan bingung.

Bersambung