Di bagian bumi paling utara, rangkaian langit tampak menjadi lebih sempurna bersama dengan pancaran cahaya berwarna-warni yang menari membentuk sebuah sketsa gemilang. Langit gelap dan bintang seakan tidak diperdulikan sebab terlalu indahnya bayang-bayang di atas yang berpadu dengan suhu dingin dari musim salju.
Tapi malam yang sudah melampaui tengah malam dan hampir menjelang datangnya sang fajar, terlihat jelas sesosok pria tengah duduk sendirian di tengah hawa dingin yang membunuh. Tak ada pakaian yang jauh lebih tebal membungkus tubuhnya, hanya mantel biasa yang tidak begitu tebal.
Suhu dingin seperti itu bukanlah hal yang wajar bisa diterima oleh manusia apalagi hanya dengan pakaian setebal satu lapis mantel seperti itu. Lantas siapakah pria itu? pria yang hanya duduk menyajuk kedinginan hanya demi menyaksikan gelombang cahaya yang menari di depannya dengan gurat kediaman tak terbaca.
Dialah sang Sonneillon.
Pemilik bahtera kebencian dalam setiap hati manusia di bumi yang gulita ini.
Sonneillon terlahir dari bara api ketika surga tengah mengirim angin untuk semakin mengobarkan api yang membakar tubuh para sang pengkhianat.
Surga menyajuk namanya dalam takdir sebagai kebencian dan angkara murkah. Dia yang paling kuat dari jajaran yang terkuat. Bukan hanya penguasa di bumi ini saja, melainkan dia memiliki hak istimewa sebagai sebab dirinya terlahir sebagai turunan keempat sekaligu satu-satunya yang akan meneruskan kehidupan kerajaan para iblis.
Hanya saja sejak langkahnya memutuskan untuk tinggal di bumi, dia kehilangan sesuatu yang juga tidak pernah dimiliki olehnya. Lantas disebut apakah itu?
Entahlah. Tidak ada hal yang pasti dalam semesta.
Yang jelas, pada gugusan cahaya yang masih menari di angkasa itu, ada jejak yang bisa dikenangkan dalam waktu fajar yang sangat dirindukan.
"Aku sudah menduga kau akan di sini."
Seruan itu tidak membuat Sonneillon bergerak atau sekadar menoleh ke arah sumber suara. Bahkan sampai sang sosok yang memekik namanya berdiri di sampingnya dengan tangan yang ditumpu ke depan tanpa berusaha untuk duduk, masih tidak ada Sonneillon menatap ke arahnya.
"Luar biasa, kau bisa menemukanku," jawab Sonneillon.
"Aku sudah bersamamu sejak duaribu tahun, Tuan. Jadi aku tahu setiap tanggal ini kau akan selalu datang ke tempat ini."
"Kau teman yang pengertian memang," puji Sonneillon kepada Dimitri—sahabatnya.
"Berith datang ke bumi," ucap Dimitri memberi laporan kepada Sonneillon setelah memberi jeda sejenak pada waktu di antara mereka. "Verinne berhasil melarikan diri dari penjara dan juga turun ke bumi," imbuhnya.
"Dia melarikan diri?" tanya Sonneillon. Dimitri mengangguk menjawabnya. "Apa sesuatu sedang terjadi?" tanya Sonneillon, lagi.
"Perempuan itu datang lagi."
Sonneillon sontak berbalik menghadap sahabatnya tersebut. "Apa maksudmu?"
"Apakah kau ingat gadis sepuluh tahun yang lalu?" tanya Dimitri. Sonneillon tampak tengah berpikir kemudian gurat wajahnya menunjukkan tanda bahwa dia mengingat. Dimitri kemudian melanjutkan, "Rumor sudah menyebar di negeri iblis jika ada beberapa jin yang kembali mencium aromanya lagi."
"Itu bisa jadi hanya rumor saja." Sonneillon kembali menyudahi pandangannya dari Dimitri untuk kembali menatap ke depan.
"Karena itu Raja Zedan memintamu untuk memastikannya."
"Mengapa harus aku? Bukankah Berith datang karena ayah memerintahnya untuk memastikan?" ucap Sonneillon.
"Sepuluh tahun yang lalu kita kehilangan jejaknya karena golongan satan berhasil menyembunyikannya."
"Satan?" tanya Sonneillon dengan keheranan. "Mengapa satan bersama manusia? Itu tidak masuk akal!"
"Penyihir. Manusia yang di dalam dirinya mengalir darah satan yang menjaga gadis itu."
Sonneillon mendengarkan.
"Selagi para penyihir belum menyembunyikan gadis itu, kita harus cepat menemukannya," lanjut Dimitri saat Sonneillon hanya berdiam.
"Bukankah penyihir akan cepat menyembunyikannya setelah tahu jika kita kembali mencium aromanya? Iblis, satan dan jin di sekitar gadis itu pasti akan segera menangkapnya."
"Karena itu hanya kau yang bisa melakukannya," ucap Dimitri, membuat Sonneillon kebingungan. "Kau bisa memastikan kebenaran apakah gadis itu benar-benar yang kita cari," lanjutnya.
"Bagaimana caraku mengetahuinya?" balas Sonneillon masih kebingungan.
"Tidak ada yang tahu. Bahkan dalam buku ramalan ibumu saja tidak dijelaskan bagaimana wujud gadis itu," terang Dimitri. "Hanya saja menurut ayahmu kau pasti bisa mengenali dan memastikannya."
"Iya, bagaimana caraku memastikannya?" tanya Sonneillon lagi dengan suara yang sedikit meninggi.
"Gadis itu perwujudan dari kalung Puteri Ruby. Kalung yang terbuat dari jantung puteri langit karena itu dia akan memiliki sesuatu yang berhubungan dengan Puteri Ruby," terang Dimitri.
Sonneillon jatuh ke dalam titik kosong yang tidak terlihat. Wajah yang sejak tadi menyorot jatuh dalam kelam kesedihan tampak berubah menjadi lebih kelam untuk tenggelam ke dalam galaksi yang tidak dimengerti.
Matanya berkedib beberapa kali. Seolah tanpa kekuatan yang dahsyat dia mampu menjatuhkan bumi melalui kepedihan dalam matanya.
"Hanya kau yang berteman akrab dengan puteri langit itu. Jadi ayahmu yakin kau bisa memastikannya," imbuh Dimitri.
"Jika perempuan itu memang perwujudan kalungnya, bukankah bangsa langit akan melindunginya?" tanya Sonneillon.
"Tidak akan. Bangsa langit akan membunuhnya."
"Mengapa?" tanya Sonneillon.
"Tidak ada mahkluk setengah langit yang bisa hidup. Apalagi perempuan itu akan menjadi ancaman yang digunakan bangsa iblis."
Mahkluk setengah langit...
Sonneillon juga termasuk di dalamnya.
Mahkluk setengah langit dan setengah iblis yang tidak terbaca oleh siapapun. Tidak ada satupun bangsa langit dan iblis yang tahu jati diri asli dari Sonneillon dan tidak ada pula yang bisa menuliskan satu kata tentang dirinya.
Ibunya sebagai sang iblis peramal yang ramalannya selalu menyentuh titik paling akurat berhasil menyembunyikan segala hal tentang dirinya dengan menikahi sang raja iblis lalu membuat semua orang percaya jika Sonneillon-lah satu-satunya pewaris tersisa dari kerajaan agung itu.
"Hew," Dimitri memanggil nama panggilan sang Sonneillon. Hew segera menoleh menatap ke arahnya. "Apakah kau akan mencari perempuan itu?"
"Kurasa Berith saja sudah cukup," tolak Sonneillon.
"Kau juga harus melakukannya sendiri!" balas Dimitri. "Setidaknya kau bisa mewujudkan dua tanggung jawabmu secara bersamaan terkait perempuan itu."
"Apa maksudmu?" balas Sonneillon dengan ketus, mendadak merasakan sengatan amarah.
"Kau bisa menjalankan tugasmu sebagai pelindung Puteri Ruby sekaligus menggunakan perempuan itu sebagai alat untuk ayahmu menguasai dunia ini."
Sonneillon tertawa lebar. "Gadis itu bukan Ruby, dia hanya manusia. Jadi apakah aku harus melindunginya?"
"Baiklah mari kita anggap perempuan itu manusia biasa jadi kau tidak perlu melindunginya," seru Dimitri dengan tatapan yang kian menjuntai jatuh ke arah sang tuan. "Tapi apakah kau tidak ingin melindungi ayahmu dan negeri kita?"
Sonneillon diam.
"Verinne berhasil kabur dan dia di bumi untuk mencari perempuan itu demi mendapatkan kekuasaan kerajaan iblis. Apakah kau tidak masalah dengan itu?" lanjut Dimitri.
Sonneillon masih terdiam.
"Kau pangeran terakhir negeri iblis dan kau adalah pewaris takhta kerjaan, jadi sudah seharusnya kau melakukan itu, Hew," tambah Dimitri ketika tidak ada jawaban apapun dari sang tuan.
Sonneillon masih tergugu dalam senyapnya kediaman miliknya. Sejurus kemudian tangannya yang semula kosong mendadak dipenuhi dengan seikat buket bunga Marigold yang terbungkus rapi begitu tangannya mengudara ke atas.
Dimitri kebingungan atas alasan mengapa sang tuan mengambil buket bunga seperti itu. Meskipun dia tahu setiap kebiasaan sang tuan, tapi dia tidak pernah mengerti atas alasan mengapa pria itu melakukannya. Mengapa wajah yang selalu tegas berwibawa dengan aura mendominasi yang biasa Sonneillon perlihatkan sebagai iblis maupun ketika menyamar layaknya manusia selalu sirna ketika pria itu tiba-tiba ingin menyendiri seperti ini.
"Hew," panggil Dimitri, lagi.
"Apakah kau tahu, Dim," ucap Sonneillon dengan sedikit menggantung kalimatnya. "Hari ini, tepat di saat fajar akan terbit di bawah langit penuh aurora ini… saat ini adalah hari ketika Ruby terlahir?!"
***