Malam itu, saat tahu Jina tengah menyajuk pengelihatan tepat ke arahnya, Hew merasa begitu sangat terkejut namun dengan cepat tersamarkan sebab rasa terpukul karena melihat bagaimana samanya rupa perempuan itu.
Tidak ada satupun manusia yang bisa melihat wujud asli Hew dalam rupa Sonneillon-nya yang asli. Jika ada, manusia hanya akan melihatnya dalam rupa iblis. Tidak akan ada yang bisa melihatnya dalam wujud asli layaknya manusia.
Dan malam itu, bersama dengan Dimitri dan Berith yang masih dalam wujud iblis dengan penggambaran yang seharusnya begitu menakutkan untuk dilihat oleh manusia dengan mata telanjang tampaknya menjelaskan mengapa ketidaktakutan Jina malam itu terjaditerjadi karena perempuan itu malah melihat wujud aslinya.
Apa yang salah dari malam itu?
Apakah karena Hew yang terlalu sentimental dengan perasaannya sehingga dia melupakan hal tertentu sampai wujud aslinya terpampang jelas di mata Jina?
"Orang-orang memang sering menyebutku sebagai bukan manusia," kata Hew. Segurat senyum tampak mengais sisa untuk diperlebar dalam cekungan bibirnya. "Tapi maafkan aku, Nona, untuk pertemuan di Moffot seperti katamu aku tidak tahu apapun."
"Bohong," serah Jina terdengar membentak. "Akun ingat semua."
"Jina! Hentikan!" pekik Cathrin dengan tajam.
"Aku tidak berbohong. Aku sungguh melihat orang itu." Raut wajah Jina tampak begitu serius. Melepas kacamata hitamnya kemudian menyerbak keseriusan yang begitu yakin begitu berkata kepada Cathrin.
"Hentikan!" pekik Cathrin sekali lagi dengan penuh bentakan.
"Dia bukan manusia, Cath!" tegas Jina sekali lagi mencoba menjelaskan dengan meluap. "Dia memakai baju yang sangat aneh. Seperti jubah panjang dengan bahan yang sangat keras. Dia membawa dua pedang di depan tubuhnya. Wajahnya juga sangat pucat. Dia orang itu, Cath." Tangan Jina menunjuk ke arah Hew.
"NAJINA!!" bentak Cathrin dengan semakin kencang. "Sadarkan dirimu!"
"Aku sangat amat sadar sekarang!" balas Jina yang juga semakin kencang bersuara.
"Shan, bawa Jina keluar!" titah Cathrin kepada Shan yang sejak tadi hanya diam.
Jina tidak percaya jika Cathrin mengusirnya. Perempuan itu kemudian kembali menyisir wajah ke arah pria yang juga semakin tajam menghujam pandangan tanpa ekspresi ke arah Jina.
Ada gurat keterkejutan yang jelas tergambar dari wajah Hew maupun Alex begitu Jina secara gamblang menjelaskan setiap detil wujud yang Hew miliki. Pasalnya Hew dengan jelas meminta Alex alias Dimitri untuk menghapus ingatan Jina dan Dimitri sungguh telah melakukan hal itu bersama dengan menyingkirkan para iblis lain yang mengitari Jina malam itu dan menutup semua akses bangsa iblis untuk mencium dan mendekat ke arah Jina.
Tapi lihatlah apa yang terjadi sekarang? Jina bahkan tidak melupakan setiap detilnya.
"Sekarang, Shan!" seru Cathrin lagi memberi perintah kepada Shan.
"Aku akan pergi sendiri," jawab Jina saat Shan baru saja akan berdiri. "Dan hari ini, hari terakhir kau dan Shan bekerja denganku. Aku bersungguh-sungguh untuk ingin beristirahat."
Jina berkata dengan raut paling serius dalam intonasi yang jauh melemah. Perempuan itu kemudian berlalu pergi meninggalkan ruangan begitu saja tanpa mengatakan pamit.
"NAJINA!!" panggil Cathrin sekali lagi. "Berhenti keras kepala!" tambahnya.
Namun tidak ada hentian langkah yang diwujudkan dari pekikan itu. Shan segera mengejar tubuh Jina yang berlalu dengan cepat.
"Maafkan atas ketidaknyamanan ini, Pak," ucap Cathrin tampak sangat menyesal. Menegakkan punggung untuk mengutarakan permintaan maafnya dengan hormat. "Dia memang akhir-akhir ini sangat sulit dikendalikan."
"Santai saja," jawab Hew. Dalam sekejab ekspresi dinginnya yang menatap Jina beserta titik kosong yang ditinggalkan oleh perempuan itu sirna menjadi ekspresi ramah. "Saya sangat amat bisa memahami kondisi Nona Jina."
"Saya tidak bisa menyembunyikan, karena saya tidak ingin perusahaan Bapak ataupun pihak saya yang mewakili Jina akan mengalami perseteruan di kemudian hari," tandas Cathrin lagi yang mendapat tatapan kebingungan dari kedua pria di sana.
"Apa maksudmu?"
"Sejak skandal-skandalnya terus berlipat ganda Jina menjadi sedikit aneh. Dia memang biasanya tidak banyak bicara tapi akhir-akhir ini dia berbeda. Dia sama sekali tidak bisa dikendalikan. Dia sering berkata hal yang tidak wajar dan itu menakutkan. Dia juga tidak mau mengunjungi dokter karena mengira kami menganggapnya gila," terang Cathrin dengan serius.
"Hal menakutkan seperti apa?" tanya Hew merasa penasaran.
"Seperti yang dia katakan kepada Anda tadi, Pak. Dia terus berkata bahwa seseorang terus mengejar-ngejarnya. Pokok bukan hal yang baik jika dilihat dalam kacamata manusia normal," jawab Cathrin.
"Saya sangat berterima kasih atas tawaran kontrak dan kepercayaan yang sudah Bapak beri kepada Jina di saat kondisinya begitu buruk. Jadi, saya meminta waktu untuk membahas kontrak ini dengan Jina yang sudah tenang," tambah Cathrin. "Saya dan Jina tidak pernah menutupi kekurangan karena kami hanya ingin bekerja dengan jujur. Jadi saya harap Bapak memikirkan ulang terkait kontrak yang diajukan karena kondisi Jina yang tidak baik."
"Kondisi Nona Jina bukanlah masalah yang harus kami ragukan atas pekerjaan ini. Lagipula tidak akan ada kegiatan yang bersifat secara langsung yang kami butuhkan. Tapi jika boleh memberi saran, memang sebaiknya Nona Jina harus menenangkan dirinya lebih dulu. Jadi kami akan menunggu!" jawab Hew.
"Saya sangat berterima kasih atas kemurahan hati, Bapak," balas Cathrin kembali dengan begitu sopan. "Kalau begitu saya permisi dulu."
Cathrin kemudian pergi disusul oleh Alex di belakangnya. Saat kekosongan telah mengisi ruangan besar itu bisa terlihat kekelaman jatuh lebih jauh ke dalam hati Sonneillon.
Bunyi pyar yang kencang memekik kaca di jendela tampak menjadi suara yang keras terdengar. Sang pelaku yang memecahkan hanya diam tidak bergerak, masih di dalam koordinat semula menatap kosong pada titik yang ditinggalkan oleh perempuan itu.
Hantaran amarah penuh amukan tidak dapat dijeda oleh Sonneillon begitu mendengar dan melihat kehidupan kelam yang dialami oleh Ruby di dunia ini. Duka yang begitu mendalam tampak menjadi tanda paling lebar yang diperlihatkan oleh perempuan itu. Seolah di dalam kehidupannya, dia adalah pemegang kutukan tertinggi untuk tidak pernah merasakan ketenangan dalam hidup.
Tapi, manakah yang harus digunakan Hew sebagai pembatas kesadaran bahwa Jina itu bukan Ruby?
Tidak seharusnya Hew merasakan perasaan iba selayak ini hanya dengan melihat sosok dengan wajah seperti Ruby tengah mendapat kebencian semesta dan seluruh isi langit dan bumi.
Tidak seharusnya Hew merasakan perasaan kasihan seperti itu sebab karena Jina-lah, Ruby meninggal.
Beberapa saat kemudian Hew berjalan menuju ke arah jendela. Melewati pecahan kaca yang berserakan di atas lantai tanpa meninggalkan jejak suara. Angin seketika menyerbu ke dalam sebab ketiadaan pembatas.
Mata yang lebih tajam dari elang dan lebih jelas daripada sebuah teleskop tampak menghardik pandang ke bawah sana; ke dasar lantai dua puluh tiga tingkat itu. Telinganya cukup keras terdengar bagaimana pembicaraan yang terjadi di sana.
Di sana; terlihat di bawah sana, perempuan itu sedang beradu argumen dengan pria yang mengejarnya. Menolak sentuhan dan matanya menghujam dengan lebih tajam penuh amarah dan kekecewaan. Untaian kata yang mengutarakan ketidakpercayaan yang diterima menjadi satu-satunya inti kata atas kekecewaan yang diutarakan perempuan itu.
Mendadak perempuan itu pergi, dan dengan sigap pria tadi menahan tangannya dan menarik lalu memaksa mendorongnya masuk ke dalam mobil kemudian hilang dan lenyap.
Mendadak Hew merasakan perasaan hampa begitu mobil itu pergi. Seolah memberi sengatan luka yang sama; bahwa dia kembali ditinggalkan oleh sosok yang sama.
***