Suasana sore hari di Jakarta selalu dipenuhi dengan kendaraan yang tumpah ruah di jalanan ibukota.
Mobil tesla putih milik Jayden, salah satunya.
Usai mengadakan meeting dengan salah satu kliennya, lelaki berkulit putih ini bergegas pergi menuju salah satu mall yang ada di kawasan Jakarta Selatan guna menjemput sang ibu yang sedang refreshing di tempat tersebut.
Sembari menunggu kemacetan, Jayden menerima telepon dari salah satu sahabat karibnya. Dimas Prabu Atmadja namanya atau Jayden sering memanggilnya dengan sebutan Dimas.
Dimas merupakan salah satu sahabat karib yang paling dekat dengan Jayden sejak masa putih biru. Sosok Dimas berprofesi sebagai dokter residen akhir patologi di salah satu rumah sakit yang ada di kota ini.
Selain sahabat dekat, Dimaslah satu-satunya orang yang mengetahui semua rahasia Jayden. Menjadi saksi betapa hancur dirinya, termasuk menjadi satu-satunya orang yang mengetahui bahwa saat ini ia sedang menderita suatu penyakit mental pasca bercerai dengan mantan istrinya.
Setelah perpisahan dirinya dengan Mawar tiga bulan yang lalu, Jayden begitu merasa kehilangan dan sangat terpuruk. Di bulan pertama pasca berpisah, kehidupan Jayden berubah kacau. Ia memilih untuk tinggal di apartemennya dan tak memperbolehkan seorang pun menjenguk dirinya, termasuk kedua orang tuanya dan juga Dimas.
Meskipun Mawar telah mengkhianati serta menyakitinya, dampak dari perpisahan mereka membuat Jayden merasa putus asa hingga tak memiliki semangat untuk hidup. Hingga suatu hari, karena merasa belum bisa menerima kenyataan akan perpisahannya, ditambah Mawar yang melarang dirinya untuk bertemu dengan Jasmine, membuat Jayden melakukan hal yang di luar akal sehat.
Ia mencoba untuk meneggak cairan pembersih lantai hingga membuat dirinya nyaris kehilangan nyawa karena depresi.
Beruntung pada saat itu, Dimas datang di saat yang tepat dengan membawa seorang ahli kunci untuk membobol pintu apartemen Jayden dan segera mengambil tindakan pertolongan pertama kepada sahabat karibnya itu hingga hidup seorang Jayden berhasil diselamatkan.
Sejak kejadian itu, Dimas mulai wanti-wanti akan diri Jayden agar tak mengulangi kebodohan yang sama untuk kesekian kalinya.
Hampir setiap hari, di sela-sela waktu senggangnya ketika tak mengurus pasien, Dimas selalu menelepon Jayden dan menanyakan kabar serta rutinitas keseharian yang dilakukan oleh lelaki ini untuk mengontrol kondisi Jayden.
Seperti saat ini, di saat Jayden sedang terjebak dalam kemacetan, Dimas menjadi teman mengobrol lelaki ini dengan bertanya kegiatan yang telah atau sedang dilakukan pria bertubuh tinggi itu seharian ini.
Tanpa membantah, Jayden pun menceritakan semua rutinitas yang telah ia lakukan termasuk dirinya yang saat ini hendak pergi ke PIM untuk menjemput sang ibu.
"Coba sekali-kali pulang ke rumah orang tuamu Jay. Atau, mending pindah ke sana sekalian, Mami kamu sengaja minta dijemput begitu karena ingin banget ketemu dan tau kabar dari kamu!" tutur Dimas untuk kesekian kalinya berusaha membujuk sahabatnya.
"Nggak perlu. Aku mulai merasa nyaman hidup sendirian. Toh, sebulan sekali aku selalu pulang ke rumah. Aku juga sudah punya Aming untuk di urus. Lagian, kalau aku harus tinggal dengan mereka, Mami pasti curiga. Kamu tahu sendiri, aku harus minum obat rutin setiap hari. Dan obatnya tidak hanya satu, tapi tiga sekaligus. Kalau Mami tanya tentang obat itu ke kamu, bagaimana?" jelas Jayden panjang lebar.
"Tinggal bilang itu vitamin apa susahnya sih? Kau meremehkan aktingku ya? biarpun aku dokter, akupum juga bisa ngeles kalau Mami kamu tanya seperti itu!" dengus Dimas dengan kasar.
"Justru karena kamu dokter, aku nggak mau kamu berbohong kepada orang tuaku. Selain itu, aku juga nggak suka buat Mami dan Papi khawatir dengan keadaanku. Karena aku sudah terlalu banyak menyusahkan mereka," ungkap Jayden yang membuat Dimas menghela nafas berat ketika mendengarnya.
Jayden memang sengaja menyembunyikan syndrome yang saat ini ia derita dari kedua orang tuanya. Bahkan saat ia harus di rawat karena menenggak cairan racun itu, ia memaksa Dimas untuk menyembunyikan semua itu dari orang tuanya dengan mengatakan bahwa dirinya sedang pergi berlibur untuk menenangkan diri.
"Terserah deh. By the way, sekarang kamu beneran nggak merasa kesepian lagi tinggal sendirian di apart?" sergah Dimas.
"Nope. Semenjak kamu menyuruhku untuk rawat Aming, apartku nggak sepi. Dia sering menemaniku pas kerja. Malahan, aku ada rencana mau adopt kucing lain supaya Aming punya temen main. Menurut kamu, kira-kira bagusnya ras yang seperti apa ya?" kelakar Jayden sembari mengerutkan keningnya.
Dimas yang berada di seberang sana sedikit merasa lega mendengarnya. Ternyata ide untuk memberi anakan kucing kepada Jayden mampu mengalihkan rasa depresi yang di derita sahabatnya.
"Nanti deh ku ajak kamu ke pet shop supaya kamu bisa lihat sendiri ras-ras kucing yang mau di adopt."
Jayden mengangguk mengerti. Di saat yang sama, ia menginjak sedikit pedal gas untuk menjalanlan mobilnya perlahan-lahan.
"Oh ya Dim, beberapa hari yang lalu, sewaktu check up, aku nggak sengaja bertemu dengan Rachel. Dia titip salam untuk kamu," celetuk dengan nada menggoda seraya mengalihkan perbincangan mereka yang sejak tadi selalu membahas tentang kesehatannya.
Lelaki yang berusia 30 tahun ini tersenyum kecil saat mendengar sahutan datar dari Dimas. Jayden merasa sedikit terhibur mendengar tanggapan tanpa minat dari sahabatnya. Ia tahu, ada sesuatu hal yang pernah terjadi antara Dimas dan Rachel di masa lalu.
Setelah setengah jam lamanya berada di suasana kemacetan Jakarta, akhirnya mobil yang dikendarai oleh Jayden telah sampai di salah satu mall yang ada di kawasan Pondok Indah. Sambungan teleponnya bersama Dimas pun telah berakhir beberapa menit yang lalu karena sahabatnya mendapat panggilan dari IGD.
Langkah kaki Jayden kini berada di dalam lantai 2 mall tersebut sembari menghubungi sang ibu untuk memberitahu dimana lokasi ibunya saat ini.
"Mami lagi ada di food court lantai 3 Jay. Kamu sudah masuk sini?" seru sang ibu dari sambungan telepon.
"Iya Mam. Jay lagi di lantai dua kok. Beberapa menit lagi sampai," sahut Jayden memberitahu.
Usai mengetahui keberadaan ibunya, Jayden segera menaiki tangga eskalator menuju lantai tiga. Sembari menunggu tangganya naik ke atas, kedua netra Jayden melihat-lihat suasana mall yang cukup ramai di hari kerja seperti ini.
Ketika kedua kaki panjangnya telah menapaki lantai tiga, tanpa sengaja iris mata coklat tuanya menemukan siluet wanita yang beberapa bulan ini sengaja menghilangkan diri dari jangkauan penglihatannya.
Dia adalah Mawar. Mantan istrinya itu terlihat sedang jalan-jalan bersama Jasmine dengan ditemani oleh pria yang ia kenal dengan nama Tristan, ayah kandung putrinya.
Langkah kaki jenjangnga sejenak terhenti untuk memandang kearah Mawar. Sudah berbulan-bulan ini ia berusaha mencari keberadaan Mawar dan putrinya, namun hasilnya selalu nihil.
Dan sepertinya hari ini semesta sedang berada di pihaknya. Ia dipertemukan kembali oleh Mawar dan putri kecilnya di mall ini meskipun jarak mereka terlihat cukup jauh.
Ada rasa sesak yang menghimpit dadanya melihat keharmonisan mereka yang terlihat seperti sebuah keluarga bahagia. Namun Jayden juga tak memungkiri bahwa dirinya ikut merasa lega melihat kondisi mantan istri beserta putrinya baik-baik saja.
Terlebih ketika dirinya menatap wajah putri kecilnya yang tersenyum senang sembari memakan ice cream coklat kegemarannya. Jasmine terlihat sehat dan bugar seolah tak terpengaruh oleh perpisahan dirinya dengan Mawar. Syukurlah, sahut Jayden dalam hati.
Ingin rasanya ia melangkah mendekati mereka dan memeluk tubuh mungil putrinya untuk melepas rasa rindu yang selama ini ia tahan di dalam dada. Namun, Jayden mengurungkan niatnya. Ia tahu apa yang akan terjadi jika ia melakukan hal nekat seperti itu.
Tristan pasti tidak senang bila dirinya memaksa untuk menunjukkan diri di depan Mawar beserta putri kecilnya. Bisa dipastikan dirinya dan pria tersebut akan terlibat perkelahian.
Karena hal itu, ia hanya bisa melihat Mawar beserta Jasmine dari kejauhan. Setidaknya, rasa rindunya kepada dua perempuan penting dalam hidupnya ini bisa sedikit terobati.
Sayangnya, semua itu harus dihentikan ketika ponselnya berdering. Jayden segera mengambil smartphone miliknya dan melihat nama sang ibu tertera di layar handphonenya.
"Ya, Mam?" seru Jayden menyahuti sambungan telepon ibunya.
"Kamu masih dimana Jay? Kok lama banget? Ayo cepat buruan ke sini. Mami mau ngenalin kamu sama sahabat Mami nih. Dia sudah nggak sabar untuk ketemu sama kamu!" pekik sang ibu dari sana.
Jayden menghela nafas kasar sembari menyelipkan rasa curiga saat mendengar kata-kata dari ibunya. Dirinya sudah hapal dengan tabiat wanita yang melahirkannya ini hingga ia menduga akan ada lanjutannya setelah ini.
"Mam, kalau Mami mau jodoh-jodohin, Jay nggak mau. Mending Jay tunggu Mami di parkiran aja," kelakar Jayden tanpa melepas pandangan matanya kearah putri kecilnya.
"Siapa yang mau jodohin kamu nak? Teman Mami yang ini anak ceweknya sudah sold out sayang. Jangan parno gitu! Mami tahu kok kamu masih butuh waktu. Teman Mami punya anak cowok Jay, kebetulan lagi ada di sini juga. Kali aja kamu bisa dekat sama anaknya temen Mami. Kamu kan dari dulu pingin banget punya adik cowok!"
"Hm ya sudah, Jay sekarang kesana. Jay juga sudah di lantai tiga kok Mam," ungkap Jayden mengalah.
Jayden pun mengakhiri telepon dari ibunya dan dengan berat hati ia memilih pergi serta meninggalkan mantan istri beserta putri kecilnya yang sedang menikmati waktu keluarga bersama.
Beberapa menit setelahnya, Jayden sudah sampai di food court dan menemukan meja yang di tempati oleh ibunya. Segera saja Jayden melangkah untuk mendekat dan menyapa sang ibu beserta teman ibunya yang tampak gembira melihat kehadirannya saat ini.
"Astaga, ini beneran Jayden, Ren? Sudah besar ya, kamu nak! Lama banget tante enggak ketemu kamu," ucap wanita paruh baya yang duduk di hadapan sang ibu dengan nada riang.
Jayden tersenyum tipis lalu mencium punggung tangan dua wanita paruh baya di meja ini dengan santun sebagai salam darinya.
Sahabat ibunya ini begitu tersanjung mendapati sikap Jayden yang memiliki attitude yang sangat baik. Jarang sekali pria seumuran Jayden dapat berlaku sopan kepada orang tua seperti dirinya.
"Ini tante Ratna, sahabat baik Mami masa sekolah. Dulu waktu kamu masih umur setahun, dia jadiin kamu alat pancing supaya lekas punya anak loh, Jay," tutur wanita berparas elok yang duduk di samping Jayden.
"Halo Jay, kamu pasti nggak ingat sama tante. Tapi nggak apa-apa kok. Namanya juga dulu masih kecil. Dan kamu jangan takut di jodohin, karena anak perempuan tante sudah nikah. Anak tante yang masih bujang ini cowok, kebetulan kuliah di sini sekalian jaga mbaknya. Tante cuma mau kenalin anak cowok tante sama kamu, tapi dia lagi ada di toilet," ucap sahabat ibunya itu sembari menjelaskan perihal sesuatu yang sensitif ketika ia berbicara dengan ibunya saat di telepon.
"Iya tante," jawab Jayden pelan dengan tersenyum malu.
"Jay, kamu pesan makanan dulu gih. Sekalian pesanin mami sama tante Ratna es teler, kita mau nostalgia sambil minum es kesukaan kami dulu nih, mumpung dia lagi di Jakarta," titah sang ibu yang menyuruh Jayden.
Lelaki pemilik dua dimple ini tersenyum tipis sembari mengangguk patuh. Ia pun segera bangkit dan menuruti keinginan sang ibu untuk memesan es favorit dua wanita paruh baya itu.