Chereads / Wrong Feeling / Chapter 7 - Chapter 7

Chapter 7 - Chapter 7

"Jay? Apa kabar? Long time no see!"

Suara riang itu langsung menggema di kedua indra pendengar Jayden ketika ia baru saja masuk ke dalam ruang kerja kliennya ini.

Netra coklatnya dapat melihat sosok wanita dengan penampilan anggun tengah berdiri dari kursi kebesarannya sembari melangkah menghampiri dirinya sembari memberikan seulas senyum yang terlihat begitu manis.

Laura Ivanka Nasution, begitulah nama dari pimpinan perusahaan besar di kota ini. Wanita yang kerap disapa Laura ini langsung merentangkan kedua tangannya untuk memeluk tubuh tinggi Jayden sembari melepas rasa rindu karena sudah lama tak berjumpa.

Laura merupakan teman yang bisa dikatakan cukup dekat dengan Jayden semasa kuliah dahulu. Meskipun berbeda jurusan, namun mereka berada di satu fakultas yang sama dan tanpa sengaja saling berteman baik sampai mereka lulus kuliah bersama.

Jayden membalas sahutan serta pelukan hangat dari wanita anggun di depannya ini dengan ramah seakan mengisyaratkan bahwa diapun begitu senang dapat bertemu kembali dengan sahabat saat ia masih berkuliah dulu.

"Mari, silahkan duduk," seru Laura dengan lembut. Wanita keturunan Sumatera ini mempersilahkan Jayden untuk duduk di atas bangku sofa yang tersedia di dalam ruang kerjanya. Jayden pun menurut dan mendudukkan tubuhnya di sana sembari melepas dua kancing jasnya agar lebih leluasa untuk duduk.

Usai melepas rasa rindu karena sudah lama tidak bertemu, Laura mulai membuka suara, wanita ini memberikan penilaiannya atas penampilan dewasa seorang Jayden yang semakin berkharisma dan tak kalah tampan semasa mereka muda dulu, serta mengatakan bahwa lelaki ini terlihat lebih kurus jika dibandingkan saat mereka terakhir bertemu sekitar 7 tahun yang lalu. 

Jayden yang mendengar itu hanya menanggapi singkat dengan diselingi candaan khas dirinya. Tak sampai disitu saja, Laura memberikan pujian serta tidak menyangka saat wanita ini mengetahui profesi yang kini sedang ditekuni oleh Jayden yaitu menjadi seorang konsultan yang cukup disegani dan dikenal oleh beberapa klien-klien pentingnya.

Sekedar informasi, salah satu klien Laura lah yang merekomendasikan Jayden kepada wanita ini. Bahkan sang dara yang kini duduk berhadapan dengan Jayden ini berkata bahwa klien pentingnya tersebut begitu memuji keahlian, serta kepiawaian Jayden dalam mengelola keuangan, serta memberikan strategi jitu dalam berbisnis.

Mendengar hal itu, Jayden hanya mengangguk malu. Ia merasa sahabat lamanya ini terlalu berlebihan dalam memuji dirinya.

"Aku pikir kamu bakal meneruskan perusahaan ayahmu Jay. Ternyata kamu punya jalan lain untuk bisa sukses seperti sekarang," tutur Laura dengan sorot mata yang berbinar indah.

"Ah, tidak juga. Jangan terlalu berlebihan. Justru kamu, Ra yang terlihat begitu sukses saat ini," sahut Jayden sekenanya.

Tak berapa lama kemudian, pintu ruangan ini diketuk pelan dan dari sana tampak sosok Anin yang sedang membawa nampan berisi minuman serta snack untuk mereka.

Satu demi satu secangkir teh hangat telah berada dihadapan Jayden dan Laura. Bahkan sepiring kue bolu juga sengaja dihidangkan diatas meja untuk menemani mereka saat berbincang masalah pekerjaan.

"Silahkan di minum," desis Anin pelan mengarah kepada Jayden dengan nada yang terdengar sangat sopan. Sangat jauh berbeda saat mereka bertemu di dalam lift tadi

"Thanks Anin," sahut Jayden membalas dengan lembut seraya menghangatkan tubuhnya dengan seduhan teh yang dibawa oleh Anin.

"Maaf sebelumnya Bu, saya ingin memberitahu bahwa pak Leo akan sedikit terlambat datang kemari karena meeting bersama pak Handoko belum selesai. Sedangkan ibu Rianti masih terjebak macet dan dalam perjalanan menuju kemari," kelakar Anin yang menyampaikan pesan dari kepala bagian keuangan dan perencanaan di perusahaan ini serta memberikan beberapa berkas titipan dari bagian keuangan untuk Laura.

Wanita bermarga Nasution ini menerima berkas tersebut dan mempersilahkan Anin untuk keluar dari ruang kerjanya. Namun sebelum itu, langkah Anin terhenti ketika suara atasannya kembali memanggil namanya.

"Satu lagi Anin, sepertinya pertemuan saya dengan pak Adhitama akan lama, tolong re-schedule ulang meeting saya dengan pak Waluyo ya."

Wanita pemilik surai hitam legam ini mengangguk patuh terhadap titah atasannya dan sempat mengulas senyum saat Jayden menatap kearahnya sebelum ia pergi dan memberikan privasi bagi mereka berdua.

Setelah kepergian Anin, Laura meletakkan berkas yang diberikan oleh sekretarisnya itu di atas meja. Sembari menunggu dua orang lainnya, mereka pun berbincang hangat seputar masalah pribadi karena keduanya sudah lama tidak bertemu semenjak lulus dari kampus yang sama.

"Seminggu yang lalu aku sempat mengikuti reuni dari anak kampus. Aku dengar, kamu baru saja berpisah dengan istri kamu Jay. Is that true?" seru Laura begitu hati-hati saat bertanya hal pribadi nan sensitif itu kepada Jayden.

Sosok Jayden memang cukup dikenal di kalangan fakultas mereka dahulu. Tak heran jika teman-teman di jurusannya mengetahui kabar terbaru dari lelaki ini.

Sedangkan Jayden sendiri merasa begitu terkejut mendengar seruan Laura. Ia tak menduga bahwa kisah pribadinya masih menjadi pokok penting bagi alumni mahasiswa di kampusnya.

Sejujurnya ia cukup terganggu saat mendengar kembali tentang perpisahannya dengan Mawar. Namun, pria pemilik lesung pipi ini hanya tersenyum miris seraya mengangguk pelan membenarkan berita tersebut.

"Aku boleh tahu kenapa kamu sampai pisah dengannya Jay? Karena setauku sudah cukup lama aku mendengar kabar mu yang telah menikah," ujar Laura kembali.

"Hanya masalah suami istri pada umumnya. Seperti, tidak ada kecocokan lagi. Kamu sendiri, sudah menikah atau bagaimana?" sahut Jayden kembali bertanya tentang kehidupan pribadi Laura untuk menghentikan perbincangan tentang privasi dirinya.

Laura meringis tipis lalu menggeleng pelan. Jayden yang mengerti akan hal itu tidak lagi menanyakan lebih lanjut alasan dari wanita ini yang sampai sekarang masih betah melajang.

"Apa aku boleh bilang sama kamu alasan kenapa aku masih sendiri?" tanya Laura sembari menatap kearah Jayden yang ia pikir akan penasaran mengapa dirinya masih sendiri.

Akan tetapi Jayden tetaplah Jayden yang ia kenal sejak masa kuliah dulu. Lelaki ini begitu sungkan jika lancang dan ikut campur atas masalah pribadi seseorang, meskipun itu adalah sahabatnya sendiri.

"Tentu. Jika kamu tidak keberatan, aku akan mendengarkan. Jika tidak, jangan dipaksakan," ucap Jayden sekenanya.

Laura menundukkan kepalanya ke bawah sembari menahan rasa gejolak yang menggebu-gebu di dalam dada sejak kedatangan Jayden ke ruangannya. Ia berusaha menetralkan perasaan dalam hatinya terlebih dahulu lalu kembali memandang Jayden dengan tatapan yang terselimuti banyak arti.

Pria di dekatnya ini masih menunggu dengan rasa tenang dan membalas tatapan mata lentik Laura seolah dirinya tidak mengerti dengan pesan tersembunyi dari setiap sudut tatapan wanita ini.

"Sebenarnya aku..."

Sayang seribu sayang, di saat Laura sudah siap membuka suara untuk memberitahu sesuatu yang sudah lama ia tutupi itu, pintu ruang kerjanya kembali diketuk oleh seseorang. Sorot mata Laura seketika berubah saat pintu ruang kerjanya mulai dibuka oleh seorang wanita paruh baya yang identik dengan kacamata kotaknya.

Aura kepemimpinannya kembali berkobar setelah sesaat yang lalu sempat lenyap ketika ia hendak berkata jujur atas perasaan hatinya yang menggebu kepada Jayden. Ia pun mempersilahkan ibu Rianti, kepala perencanaan di kantornya masuk ke dalam dan ikut bergabung dengan dirinya dan Jayden.