Chereads / Wrong Feeling / Chapter 11 - Chapter 11

Chapter 11 - Chapter 11

Dering alarm berbunyi hingga memekakkan telinga. Sosok Anin yang masih terlelap dalam mimpi, tiba-tiba tersadar dalam sekejap karena suara nyaring itu. Kedua kelopak matanya pun ikut terbuka lebar. 

Salah satu tangannya bergegas mematikan alarm dari jam digital yang berada di samping nakas tempat tidur. Netra Anin mengintip ke arah jam tersebut dan melihat papan dari jam tersebut masih menunjukkan pukul setengah enam pagi.

Ah, ternyata sudah pagi, pikir wanita ini sembari membangunkan tubuhnya lalu melakukan sedikit perenggangan otot dengan cara merentangkan kedua tangannya dan menariknya sedikit ke atas.

Ditatapnya sekeliling ruangan yang ada di sekitarnya, hingga Anin pun baru menyadari bahwa dirinya terbangun di dalam kamar tamu yang berada di lantai satu.

Sejenak ia mengernyitkan keningnya seakan mempertanyakan mengapa dirinya tertidur di ruangan ini? Namun tak berapa lama setelah itu, ia pun kembali teringat tragedi yang terjadi semalam dengan sang suami.

Ck, Anin berdecik kesal lalu mencoba untuk mengalihkan ingatan tersebut dengan cara meninggalkan kasur seraya bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Usai masuk ke dalam wc, wanita pemilik wajah oval ini berdiri di depan sebuah cermin yang tersedia di depan wastafel. Alangkah terkejutnya ia saat menatap pantulan dirinya sendiri. Raut wajahnya terlihat begitu mengenaskan, ditambah lagi dengan kedua matanya yang membengkak sempurna.

Semua ini pasti karena semalam ia terlalu banyak menangisi kejadian dimana suaminya lebih mementingkan wanita lain dibandingkan dengan dirinya. Bahkan Anin pun mengingat dirinya tertidur karena kedua matanya sudah lelah untuk mengeluarkan air mata lagi.

Meskipun dirinya mencoba untuk melupakan kejadian itu, sayangnya isi kepalanya masih terus memutar memori buruk semalam, hingga suara lembut dari Tendra sang suami yang sedang berbincang mesra dengan selingkuhannya pun masih terngiang di dalam otaknya.

Ia pun segera menggelengkan kepalanya kuat dan terus berusaha membuang ingatan menyakitkan itu, atau setidaknya mengalihkan sejenak kejadian itu dengan hal lain.

Jangan buang waktu berhargamu dengan memikirkan hal yang menyakitkan Anin. Hari ini kau memiliki begitu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Harus fokus, dan lupakan semua. Toh, ini bukan kali pertama suamimu kedapatan berselingkuh dengan wanita lain, tutur Anin di depan cermin yang memantulkan wajahnya.

Ia berusaha untuk memberikan semangat kepada dirinya sendiri sembari berpikir optimis bahwa semua kejadian semalam tidak boleh mengganggu isi kepalanya hari ini.

Setelah meyakinkan dirinya sendiri, Anin pun segera membuka kran air lalu membasuh wajahnya dan memulai ritual membersihkan diri.

Setelah selesai dengan rutinitas di dalam kamar mandi, Anin pun bergegas keluar menuju ke arah dapur. Meskipun suasana hatinya belum sepenuhnya membaik, namun ia tidak bisa meninggalkan kewajibannya sebagai seorang istri di rumah ini.

Melayani suami adalah salah satu tugas utamanya meskipun ia masih menyimpan amarah dan juga dendam kepada Tendra.

Setelah selesai membuat sarapan, wanita ini membersihkan rumah sebisa yang ia lakukan, Anin bergegas naik ke lantai atas dan membangunkan suaminya yang masih terlelap tidur.

"Bangun, sudah pagi," seru Anin sembari menggeser tirai yang menutupi jendela kamar lalu beralih menuju ke arah almari untuk menyiapkan pakaian kerja dirinya dan juga suaminya.

"Bang, ini sudah jam setengah tujuh loh!" tutur Anin yang sempat menatap ke arah ranjang dimana suaminya masih belum beranjak dari tempat itu.

Anin berdecak tipis lalu berusaha untuk menepuk lengan Tendra sembari memanggil-manggil suaminya agar terbangun. Pada akhirnya lelaki itu mulai bergerak dan kedua matanya yang tertutup, akhirnya terbuka.

"Morning," sapa Tendra dengan suara seraknya saat iris matanya menemukan paras sang istri yang sedang berdiri di tepi ranjang.

"Cepet mandi, aku sudah siapin sarapan."

Bukannya membalas sapaan hangat sang suami, Anin justru menyuruh Tendra untuk segera membersihkan diri dan menghentikan basa-basi Tendra. Anin pun kembali berjalan ke arah almari untuk menyelesaikan kegiatannya.

Mendapati mood sang istri yang masih belum sepenuhnya membaik, membuat Tendra hanya menghela nafas berat dan memilih untuk mengikuti titah dari Anin. Ia pun berusaha bangun dan beranjak pergi ke kamar mandi.

Selagi Tendra sedang membersihkan diri, Anin segera mungkin mengganti pakaiannya dan bersiap diri sembari memoles wajahnya dengan make up. Sebisa mungkin ia menyembunyikan kedua matanya yang masih terlihat bengkak meskipun tidak separah tadi.

Beberapa menit setelahnya, Anin dan Tendra telah siap dan segera turun ke bawah. Keduanya langsung menuju ke area ruang makan dimana terdapat menu french toast daging dan keju ditambah dengan scramble egg sebagai sarapan pagi mereka.

Pasangan suami istri ini pun segera menyantap hidangan tersebut. Dimulai dengan Tendra yang menyeruput kopi robusta, lalu merasakan masakan sang istri yang tidak pernah membuat lidahnya merasa kecewa meskipun hanya hidangan sederhana seperti ini.

Sembari menikmati sarapan, Tendra mencoba untuk membujuk kembali sang istri sekaligus meminta maaf atas perlakuannya semalam. Anin yang mendengar itu hanya menghela nafas pasrah dan memilih untuk segera memaafkan tindakan suaminya agar Tendra tidak mengusik paginya dan mendesak dirinya. 

"Kamu beneran nggak marah lagi kan, sayang?" sela Tendra memastikan sembari menelisik raut wajah Anin yang tampak berbeda pagi ini.

"Iya," jawab Anin pelan sembari menyuapkan sepotong roti ke dalam mulutnya.

Tendra pun tersenyum karena hal itu.

"By the way, bisa nggak kalau jumat sore kamu pulang cepet?" kelakar Tendra untuk mengalihkan pembicaraan ke arah lain.

"Kenapa memangnya?" tanya Anin ingin tahu.

"Jumat nanti mami sama papi mengundang kita ke rumahnya. Ada pesta kecil-kecilan disana. Anniversary pernikahan mereka," tutur Tendra dengan raut wajah senang.

Sayangnya, hal itu tidak berlaku bagi Anin. Pesta kecil-kecilan yang dimaksud memang hanya sekedar acara makan-makan biasa bersama keluarga. Namun, keluarga yang dimaksud adalah semua anggota keluarga besar Wijaya dimana sudah pasti ada para tante, om serta sepupu Tendra akan hadir disana.

Sudah dua tahun belakangan ini Anin memiliki pengalaman yang tidak mengenakkan dengan keluarga Wijaya. Dirinya mulai diasingkan dan dijauhi oleh keluarga tersebut lantaran dirinya yang tak kunjung memberikan keturunan kepada anak sulung dari keluarga itu.

Terlebih ibu mertuanya, yang awalnya sangat sayang kepadanya, kini berubah menjadi dingin dan selalu menuntut Anin macam-macam. Mendapat undangan pesta seperti itu membuat Anin malas untuk datang kesana.

"Kok mendadak?" sergah Anin sedikit protes.

"Kemarin sore mami baru kasih kabar. Awalnya tadi malam mau langsung cerita, tapi karena suasana nggak memungkinkan jadi ya..." Tendra menghentikan ucapannya seraya melirik ke arah sang istri yang hanya memberikan tatapan datarnya.

"Harus banget datang ya?" sergah Anin yang tidak memiliki minat sama sekali dengan pesta tersebut.

"Iyalah sayang, namanya juga pesta perayaan hari pernikahan mami dan papi. Toh acaranya juga setahun sekali," tegas Tendra tanpa menatap ke arah istrinya yang memasang wajah tidak nyaman.

"Bisa nggak tahun ini aku skip dulu? Boss aku baru aja taken kontrak dengan perusahaan besar dari Jepang. Jadi kantor lagi sibuk banget, takut nggak sempat datang. Nanti aku titip hadiah ke kamu aja," ucap Anin berusaha menghindar dan memberi alasan yang masuk akal. Berharap alasan yang ia berikan dapat di mengerti oleh suaminya. 

Sayangnya, saat Tendra mendengar hal itu, lelaki berkulit tan ini mulai mendongakkan kepalanya sembari merengut tidak suka atas alasan yang diberikan istrinya.

"Masa nggak bisa pulang sejam lebih awal? Hari jumat juga acaranya. Semua keluarga bakal kumpul, masa cuma kamu yang nggak datang?" tuntut Tendra tidak senang.

"Takutnya boss aku nggak kasih izin Bang," sahut Anin yang masih gigih berusaha. 

Tendra lantas berdecak keras sembari mengambil ponselnya.

"Aku yang bakal izin sendiri ke Laura langsung."

"Jangan lah! buat apa kamu yang minta izin?" cerca Anin yang mulai gelagapan dan melarang suaminya untuk menghubungi atasannya.

Kebetulan bossnya dan suaminya lumayan saling kenal karena beberapa hal, salah satunya karena mereka berasal dari keluarga terpandang di negeri ini, dan juga bossnya beberapa kali kerap menggunakan jasa suaminya untuk membangun beberapa properti atas nama perusahaan.

Karena hal itulah, Tendra terkadang sering menggunakan kekuasaannya jika dirinya membutuhkan sang istri. Dan salah satunya, seperti kejadian saat ini.

"Biar aku yang coba. Semoga aja boss aku kasih izin," seru Anin agar suaminya tak lagi berusaha memonopoli dirinya dalam lingkup pekerjaan.

"Pasti di kasih izin. Kalau nggak, aku yang bakal turun tangan."

Anin hanya diam dan menyimpan rasa kesalnya dalam hati atas paksaan suaminya.

Bahkan dia nggak tahu apa yang aku takutkan kalau datang ke acara itu. Segitu nggak pekanya kamu kalau aku sudah nggak nyaman ada disekitar keluargamu, seru Anin dalam hati dengan nada miris dan kepala yang tertunduk ke bawah.

"Untuk hadiahnya gimana? Kapan kita mau cari?" tanya Anin mengalihkan kesedihan yang muncul dalam dirinya.

Ucapan istrinya, membuat Tendra menghentikan aktifitas makannya lalu meneguk cairan hitam pekat bercaffein itu.

"Akhir-akhir ini aku lagi sibuk banget sayang, kamu beli sendiri ya? terserah kamu mau kasih hadiah apa, aku ikut aja. Nanti aku transfer uangnya."

Sejenak Anin terdiam, mendengar absennya sang suami dalam mencari hadiah untuk perayaan kedua orang tuanya sendiri, membuat insting curiga yang ada di kepalanya tiba-tiba muncul.

Pikirannya pun kini dipenuhi dengan rasa tak percaya dibarengi dengan pikiran-pikiran negatif yang menyerbu masuk dalam kepalanya.

Sesibuk itukah suaminya hingga tak memiliki waktu hanya untuk pergi bersamanya untuk mencari kado? mengapa perasaanku tidak enak? gumam Anin bermonolog dalam hati.

"Oh, ya sudah kalau gitu. Biar aku minta temenin Naren kalau dia lagi nggak sibuk," tutur Anin yang tak ingin memperdebatkan hal itu.

"Good," ucap Tendra senang sembari mengelus pundak istrinya dan memberikan senyum manisnya ke arah sang istri.

"Ayo berangkat," ucap Tendra usai dirinya berhasil menghabiskan menu makanan yang dibuat oleh sang istri.

Setelah selesai sarapan, pasangan suami istri ini pun bergegas pergi ke kantor bersama. Anin berdoa, semoga kali ini ia bisa mempercayai suaminya, dan berharap bahwa apa yang diucapkan oleh Tendra bukanlah kebohongan semata seperti yang dilakukan tadi malam.

Semoga...