Chereads / After Bad Destiny / Chapter 19 - Arti Kehidupan Bagi Naulida

Chapter 19 - Arti Kehidupan Bagi Naulida

"Kamu suka mengambil foto dan video ketika sedang bepergian?" tanya Alexander.

Sontak Naulida menoleh ke Alexander dan bersandar di jendela bus."Astaga, Pak, Bapak ngagetin saya," ucap Naulida.

"Saya bicaranya pelan, mana ada ngagetin kamu," sanggah Alexander.

Naulida mengangkat satu bibir dan meletakkan handphone di pahanya. Ia melepas topi dan merapikan rambutnya yang diikat satu. Lalu, ia memakai topi dan mengambil handphonenya.

"Saya memang suka mengambil dan merekam keadaan karena itu membuat perasaan menjadi damai dan nyaman meskipun pertama kali datang di pulau atau kota yang belum pernah dikunjungi oleh saya," terang Naulida.

"Really?"

"Iya, Bapak coba saja dan memakai handphone kalau tidak membawa kamera atau tidak punya kamera tapi, menurut saya, Bapak tidak mungkin tidak mempunyai kamera."

Alexander tertawa mendengar ucapan dari karyawannya yang menyanggah dan menyindirnya mengenai kamera. Naulida menautkan alisnya sekilas dan tersenyum tipis.

"Kamu menyindir saya?"

"Tidak, saya tidak menyindir Bapak," sanggah Naulida.

"Iya iya, saya suka gaya bicara kamu yang apa adanya."

"Saya tidak suka bertele-tele dan langsung ke intinya. Kalau saya tidak suka, ya, saya bilang terkecuali masalah pribadi saya," ucap Naulida.

"I know dan saya tahu kalau kamu bilang apa adanya karena kita hampir ketemu setiap hari meskipun tidak intens dan hanya soal pekerjaan saja, kita baru berbicara," ucap Alexander.

"Iya karena tidak ingin terjadi apa pun dan saya bekerja ingin sekali hanya bekerja, menambah teman, memiliki teman yang dipercaya dan hidup nyaman di kantor bukan menambah masalah," harap Naulida."Itu saja keinginan saya karena saya masih memiliki masalah pribadi," imbuh Naulida.

Alexander memperhatikan Naulida yang sedikit mencurahkan keinginan dan harapan jika, ia bekerja di kantor. Naulida meliriknya sekilas sambil tersenyum. Lalu, ia menghela napas dengan berat.

"Ah, inilah kehidupan selalu ada rintangan dalam setiap ronde dan selalu ada solusi dalam setiap ronde atau beberapa ronde ke depan baru menemukan solusi."

"Kenapa selalu ada rintangan dalam setiap ronde dan solusinya selalu ada dalam setiap ronde atau beberapa ronde ke depan?" tanya Alexander sembari menatap Naulida.

"Bapak tahu tidak maksud dari ronde?" tanya Naulida.

"Setiap jam?" Alexander menebak arti dari kata ronde yang disampaikan oleh Naulida.

"Bukan. Ronde itu hari karena hari selalu ada jam dan jam selalu ada menit, menit selalu ada detik. Kita sebagai manusia akan selalu diuji dalam berbagai bentuk dan ujian itu akan selalu ada dalam setiap detik dan akan terus menerus seperti itu. Sang pencipta menguji kita dan ingin kita selalu bisa sabar dan percaya akan keyakinan yang dimiliki oleh Sang Pencipta tapi, rintangan itu tidak akan selalu ada dalam sekejap ketika, kita meminta solusi saat itu juga, solusi itu hadir bisa selama beberapa hari bahkan berpuluh tahun juga bisa. Saya baru menyadari itu ketika sering mendapatkan rintangan dalam hidup saya bahkan beberapa hari kemarin juga ada rintangan pada saya. Jujur, saya lelah menghadapi rintangan saya karena Sang Pencipta belum memberikan saya solusi untuk setiap rintangan," terang Naulida dengan nada bergetar.

Pandangan Naulida menjadi kabur dan buliran air bening mengalir di pipinya. Ia menyeka buliran air bening sambil terkekeh.

"Astaga, air mata menetes di saat yang tidak tepat."

"It`s okay, Nau," ucap Alexander sambil mengelus pundak Naulida.

Naulida tidak bisa menahan rasa sedihnya ketika mengingat masalah pribadinya yang belum terselesaikan dan sikap ibunya yang kasar terhadapnya. Ia semakin meneteskan air mata dengan deras. Ia menyeka air matanya berkali-kali sembari menghirup dan membuang napas berkali-kali.

"Maaf, kalau saya cengeng dan terbawa suasana, Pak," ucap Naulida.

"Tidak apa-apa, Nau itu wajar karena itu bentuk pelampiasan dari rasa sedih dan amarah kamu yang masih ada atau terpendam dalam dada kamu," ucap Alexander.

"Iya, Pak," kata Naulida yang menampakkan barisan giginya."Ah, sudah Nau, jangan menangis lagi di depan CEO kamu," gerutu Naulida terhadap diri sendiri.

Alexander tertawa mendengar perkataan Naulida yang menggerutui dirinya sendiri dan Naulida membelalakkan matanya lalu menoleh ke arahnya. Ia ikut tertawa mendengar suara atasannya tertawa.

"Hahaha, Nau, Nau, kamu itu bisa lucu juga, ya," sindir Alexander.

"Haha, jadi orang itu jangan serius-serius nanti hidupnya hambar dan jangan sering tertawa nanti dikira orang gila," ucap Naulida.

Ia dan Alexander tertawa bersama dan saling melempar perkataan yang tidak ingin kalah satu sama lain.

Alexander yang kaku, jutek dan cuek bisa tertawa juga dengan senda gurau yang tidak terlalu lucu. Ia juga bisa diajak berbicara sebagai seorang teman bukan atasan.

Tanpa terasa bus telah berhenti di depan hotel. Langit telah berubah warna menjadi jingga, biru dan matahari telah terbenam. Perjalanan kami menghabiskan waktu hampir sehari sehingga ia dan lainnya turun dari bus dan mengambil koper mereka masing-masing.

"Tidak terasa, ya, Pak waktu sudah hampir gelap dan anginnya kencang sekali," ucap Naulida.

"Iya."

"Kenapa perjalanan kita seharian, Pak? Apakah lokasi hotel dari bandara cukup jauh?" cecar Naulida.

"Iya, lokasi hotel kita sangat jauh dari kota dan memakan waktu tiga sampai empat jam dan dekat dengan pantai."

"Serius, Pak?" celetuk Andria.

"Iya, bahkan, pemandangan setiap kamar akan disuguhkan pemandangan laut dan kolam renang yang berada di pinggir laut. Tapi, saya menyebutnya bukan hotel dan lebih tepatnya resort yang sangat indah dan mewah, kalian bisa melihat ke belakang dan itu laut," jawab Alexander.

Naulida dan teman-temannya menoleh ke belakang dan mereka membulatkan bola matanya karena takjub dengan pemandangan resort yang dihiasi lampu berwarna orange dan dan laut yang tidak tampak jelas karena hari sudah malam.

"Benar, Pak. Resortnya keren. Saya belum pernah ke sini dan senang sekali diajak ke sini, Pak," ungkap Eko.

"Itu yang saya harapkan, karyawan saya senang dan pikirannya segar lagi ketika kembali bekerja. Jadi, manfaatkan waktu dengan baik karena kalau kalian bangun siang itu akan rugi. Selain itu, saya nanti akan mengajak kalian ke tempat wisata yang sangat bagus di Sumba," jelas Alexander.

"Yeeyy, terima kasih, Pak." Teman-teman sedikit melompat dan tersenyum lebar karena Alexander akan mengajak mereka jalan-jalan.

Ketika, Alexander berbicara dengan karyawannya dan semuanya pada berkumpul di lobby, seorang laki-laki yang diikuti beberapa orang di belakangnya menghampirinya dan menyapa kami dengan ramah dan sopan.

"Selamat malam, Pak, Bu," sapa laki-laki itu.

"Malam," balas Alexander.

"Kamarnya telah siap digunakan dan masing-masing kamar ada fasilitas sendiri sesuai pesanan Bapak," ucap laki-laki itu.

"Baik, terima kasih," ucap Alexander."Perkenalkan ini teman saya, namanya Jonathan Clasio. Ia adalah pemilik resort ini." Alexander memperkenalkan temannya kepada karyawannya.

"Halo, Bapak Jonathan." Karyawannya menyapa Jonathan.

"Halo, selamat malam dan menikmati liburan kalian, ya." Jonathan menyapa dan melayani dengan ramah.

"Siap, saya dan teman-teman akan menikmatinya apalagi pemiliknya ganteng sekali," celetuk Andria.

Naulida dan teman-teman tertawa mendengar perkataan Andria tetapi, perkataan Andria benar karena Jonathan Clasio memiliki postur tubuh yang berotot, hampir satu pintu lobby, alis tebal, hidung mancung, kulit mancung, bibir merah dan bola mata yang lebar ditambah lesung pipit ketika tersenyum.

"Baik, saya dan karyawan saya pergi terlebih dahulu," pamit Jonathan sembari menyerahkan beberapa kunci kepada Alexander.

"Baik. Terima kasih," ucap Alexander.

Jonathan dan karyawannya pergi meninggalkan Alexander dan Alexander memberikan perintah kepada karyawannya untuk istirahat.

"Saya akan memberikan kunci kamar kalian dan satu kamar dua orang, kecuali Ibu Manajer kalian," ucap Alexander.

"Tidak apa-apa, Pak. Kita yang terpenting jalan-jalan dan melihat Ibu Naulida senang karena kasihan kerja terus," ucap Andria.

"Benar, Pak. Terima kasih, Bu Naulida dan Bapak Alexander," ucap Eko.

"Sama-sama."

Alexander memberikan beberapa kunci kamar kepada karyawan perempuan dan laki-laki. Lalu, karyawannya langsung berlari masuk ke dalam. Alexander memberikan kunci ke Naulida.

"Terima kasih, Pak."

"Sama-sama. Selamat malam dan istirahat Naulida."

"Iya, Pak. Bapak juga."

Naulida masuk ke resort sambil menarik koper dan membawa tas plastik. Ia terus melangkah sampai di ujung lalu, ia masuk ke kamar dan disuguhkan kamar yang mewah nan besar. Kamar yang terdapat kolam renang berukuran besar di depan kamar dan kasur berukuran king size.

Naulida bergegas membersihkan badan selama sepuluh menit. Lalu, ia merebahkan badan dan mematikan lampu untuk tidur.