Naulida menggeleng pelan dan tersenyum lebar sambil menatap Alexander yang memandanginya dengan lamat. Alexander sedikit membulatkan bola matanya sekilas.
"Serius? Pertama kali ini?"
"Iya, aku tidak pernah jalan-jalan ke alam sebelumnya dan hanya ke Mall kalau itu perlu dan kalau tidak perlu, aku tidak jalan-jalan," jawab Naulida.
"Apakah kamu tidak bosan di rumah ketika libur kerjanya? Apakah gaji kamu tidak cukup untuk kamu jalan-jalan?" cecar Alexander.
"Gajiku lebih cukup dari itu tapi, ada prioritas yang lebih penting daripada jalan-jalan, Pak," jawab Naulida sambil tersenyum tipis.
Naulida berusaha tenang ketika menjawab pertanyaan dari atasannya mengenai gaji dan jalan-jalan sambil tersenyum meskipun senyuman itu tipis dan hanya untuk menutupi kesedihan dan keparahan sikap ibunya terhadap dirinya.
Naulida masih tersenyum sembari memejamkan mata dan mengelus lengannya. Alexander masih menatap selidik ke Naulida karena ia penasaran dengan hal yang terjadi padanya. Alexander ingin sekali mengetahui hal yang terjadi padanya dan membuatnya semakin tertarik dengannya.
Alexander menggeser duduknya dan dekat dengan Naulida. Naulida sedikit membuka matanya sekilas dengan pandangan lurus ke depan.
"Apakah Bapak takut dan dingin juga sampai duduknya dekat dengan saya?" goda Naulida.
"Tidak, saya tidak takut dan kedinginan juga. Saya hanya ingin duduk dekat denganmu," sanggah Alexander.
"Dasar menyanggah terus dan tidak mau mengakuinya," ledek Naulida.
"Ih, dibilangi, saya hanya ingin duduk berdua dan dekat denganmu karena saya ingin ...."
Naulida mengernyitkan dahi ketika Alexander tidak meneruskan perkataannya sehingga ia membuka mata dan menoleh ke arahnya dengan memiringkan kepala dan tersenyum kepadanya.
"Ingin apa, Pak?"
"Ingin ...."
"Ingin mengenal saya lebih dalam lagi?" Naulida menyambungkan perkataannya secara acak.
Sontak Alexander membulatkan matanya, ia tersenyum kaku dan mengalihkan pandangannya ke arah gunung lain, jalanan dan tanaman yang berada di depan matanya. Naulida terkekeh pelan dan menggeleng pelan karena ia berpikir bahwa tidak akan mungkin CEO mendekati dan ingin mengenal seorang Manajer lebih dalam lagi, apalagi jabatannya dengan Alexander jauh beda dan itu tidak akan pernah terjadi.
"Kenapa kamu terkekeh?"
"Saya terkekeh karena respons-nya seperti itu yang menandakan jawaban saya yang asal menjawab itu benar."
"Kalau benar, apakah saya tidak boleh mengenal kamu lebih dalam lagi?"
Naulida memperlebar bola mata dan menatap Alexander seakan ia tersengat aliran cinta dalam dirinya. Ia mengatupkan bibir dan bingung menjawab pertanyaan itu karena satu sisi, jantungnya selalu berdegup dengan kencang ketika dekat dengannya dan satu sisi lainnya, ia tidak ingin merusak pekerjaan dan jabatan yang ia miliki saat ini. Naulida juga tidak ingin berbesar hati karena seorang CEO ingin mengenalnya lebih dekat.
Naulida menghela napas."Bukan tidak boleh, tapi tidak mungkin terjadi karena kita berbeda dan status kita juga berbeda, Pak."
"Apakah kamu minder ketika saya ingin mengenal kamu lebih dalam lagi, Naulida?" tanya Alexander sambil menatap Naulida.
Naulida menoleh ke arahnya dan menatapnya lamat."Saya tidak minder dan hanya berbicara sesuai fakta, Pak. Bapak Harry pernah bilang kepada saya bahwa beliau merestui hubungan kalau saya dengan Bapak memiliki hubungan yang spesial tapi, satu sisi, saya takut dan belum pernah mengetahui dan melihat ibu kamu," jawab Naulida.
"Masalah Papa, saya sudah mengetahuinya dan beliau suka dengan kamu karena kepribadian kamu maka dari itu, ia ingin sekali saya bisa memiliki hubungan denganmu dan untuk mama saya, kamu jangan khawatir karena itu akan menjadi urusan saya kebetulan mama saya sedang berada di luar negeri untuk mengurusi bisnisnya," ucap Alexander.
"Terima kasih sudah memiliki keinginan itu tapi, saya belum siap untuk menjalin hubungan dengan siapa pun," ucap Naulida.
"Kenapa? Bukannya usia kamu sudah matang untuk menjalin hubungan dengan seorang laki-laki dan membangun bahtera rumah tangga?"
"Saya tahu itu, Pak tapi, mohon maaf, saya masih belum bisa untuk itu," ujar Naulida.
"Apakah itu semua karena Satrio dan kejadian malam itu?" tukas Alexander.
Naulida membulatkan matanya lalu meneteskan air mata ketika Alexander melontarkan alasan yang membuatnya teringat kembali dengan dua kejadian yang dialaminya.
Ia menyeka air matanya secepat kilat."Tidak!" sanggah Naulida dengan nada tinggi.
Naulida merasa kesal mendengar kalimat tuduhan yang Alexander lontarkan kepadanya. Matanya yang teduh berubah menjadi merah padam dan menatap tajam ke Alexander. Ia tidak suka dituduh seperti itu dan diingatkan kembali mengenai kejadian malam itu.
Semua pasang mata menoleh ke arah Naulida setelah, ia mengeluarkan suara dengan nada tinggi kepada Alexander dan semua orang yang berada di sekitarnya mulai berbisik dan menampakkan berbagai macam raut wajah. Naulida tidak peduli dengan semua itu karena mereka tidak tahu permasalahan yang menimpanya sehingga ia harus membentak atasan dan anak dari pemilik perusahaan.
Ia masih trauma dan membenci hal itu terjadi padanya sehingga tanpa banyak bicara beranjak dari duduk dan meninggalkan seorang atasan masih berbicara dengannya. Naulida melewati pejabat kantor, klien dan temannya dengan pandangan ke tanah dan mempercepat langkahnya menuju bus. Ia tidak peduli dengan bisikan semua orang yang berada di sekitarnya.
Kini, Naulida duduk di dalam bus seorang diri di bangku kesukaannya sambil bersandar, menundukkan kepala dan menyeka buliran bening yang masih membasahi pipinya. Ia hanya ingin sendiri untuk menenangkan pikiran dan hati ketika tidak sejalan.
"Apakah semua laki-laki begitu ketika ia mempunyai niat untuk memiliki seorang perempuan yang ia cintai? Apakah hanya laki-laki kaya yang bersikap seperti itu atau laki-laki sederhana juga bisa bersikap begitu? Apakah ia pantas menukasku seperti itu dan aku terlihat hina di depan matanya? Tuhan, kenapa Engkau selalu mengujiku dengan masalah yang sama? Apakah aku tidak pantas memiliki pendamping hidup? Tuhan, sampai kapan Engkau mengujiku seperti ini?"
Naulida mengeluarkan semua keluhan, kekecewaan dan kelelahan atas seluruh yang terjadi dalam hidupnya dengan menangis sambil memukul kursi yang berada di depannya. Ia memukul keras sembari menautkan gigi dan menggoyangkan bangku depan.
Naulida sangat kesal, kecewa, marah dan sedih ketika seorang laki-laki berhasil membuatnya ketawa pada saat, ia sedang terpuruk dan sedikit menyingkirkan memori buruk selama beberapa hari yang lalu. Ia hanya bisa melampiaskan semua itu dengan menangis dan memukul bangku karena ia tidak ingin memiliki masalah baru dalam hidupnya.
Naulida menutupi wajah menggunakan kedua tangan untuk menimalisir isak tangis sehingga tidak terdengar oleh sopir maupun teman-teman, pejabat kantor dan kliennya berada di luar bus.
Ia merasa jalan kehidupan tidak berjalan lurus dan akan pernah menghasilkan hal-hal baik dalam kehidupannya sampai harus berkeluh kesah dan menanyakan waktu kesengsaraan berakhir.
Naulida menyeka air matanya sampai kering, ia mengambil dan melebarkan gorden untuk menutup jendela pada bangkunya. Ia menyandarkan kepala di jendela dan mengambil handphone di tas. Naulida memainkan hanpdhone untuk menghilangkan rasa sedih dan kecewa atas perkataan alexander.
Ia main permainan balap mobil dengan mata yang fokus ke permainannya dan tidak berselang lama, Naulida merasa mengantuk karena mata panas dan lelah. Ia memasukkan handphone dan semua penumpang masuk ke dalam bus.
Tanpa sengaja matanya melirik Alexander hendak duduk di kursi sebelah. Ia mengalihkan pandangan, menyingkirkan gorden dan menoleh ke jalanan. Ia memejamkan mata sambil bersandar di kepala kursi.