Chereads / After Bad Destiny / Chapter 30 - Hadiah dari Alexander

Chapter 30 - Hadiah dari Alexander

Naulida melirik Alexander yang terlihat senang dan bahagia sehingga ia menggeleng, menatap dan tersenyum lebar kepada Bapak Harry.

"Iya, itu benar karena saya tidak pernah menyangka Alexander yang jutek, cuek dan pemarah bisa suka sama saya padahal saya hanya karyawan biasa malah bawahannya," jawab Naulida sekaligus menyindir Alexander.

Bapak Harry dan teman-temannya tertawa kencang mendengar perkataan dari Naulida yang membicarakan fakta kekasihnya. Alexander pun ikut tertawa sambil memeluknya dari samping lalu, mengecup pipinya sekilas.

"Aawww, kalian manis sekali," ucap Andria.

"Kamu kepengen, ya?" Alexander mengiming-imingi kenikmatan mempunyai kekasih.

"Iya, saya pengen dan tolong carikan saya pendamping hidup seumur hidup saya, Pak," ucap Andria.

"Saya punya kenalan dan laki-laki itu terlihat suka sama kamu."

"Siapa, Pak?" tanya Andira.

"Samping kamu."

Andria menoleh ke kanan dan samping kanannya terdapat Eko. Sontak, ia menunjuk sambil membelalakkan matanya kepada Alexander. Ia tidak percaya dengan perkataan mengenai seseorang yang menyukainya karena Alexander cuek dengan situasi yang ada di kantor ketika karyawan membicarakan masalah pribadi.

"Apakah ini orangnya, Pak?"

"Iya, itu orangnya dan saya hanya menebak. Jadi, mohon maaf, nih, kalau saya salah dan keliru."

"Salah lah, Pak. Bapak asal menebak saja karena Bapak sangat cuek terhadap karyawan ketika kami membicarakan masalah pribadi dan menyinggung perasaan. Hmm ... tidak perlu jauh-jauh, urusan kerjaan jika, karyawannya mengalami kesalahan langsung jutek dan cuek dalam arti kami harus yang membuat solusi dan memiliki solusi ketika terjadi kesalahan dalam pekerjaan."

"Saya memang cuek dan sengaja melakukan itu untuk melatih kalian dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Toh, kalian juga akhirnya berdiskusi dengan Naulida," kilah Alexander.

"Iya, juga, ya," ucap Andria.

"Ya sudah, kita lebih baik ambil foto bersama daripada berdebat dan melanjutkan perjalanan pulang karena tiket pesawat kita sekitar jam dua siang dan sekarang sudah jam sebelas siang. Kita semua belum sarapan." Bapak Harry menengahi perdebatan mereka dan memberikan peringatan kepada banyak orang.

"Astaga, iya. Baiklah, kita foto terlebih dahulu lalu makan sebelum ke bandara."

Alexander, teman-teman, Naulida, pejabat kantor dan teman-teman mengambil foto bersama di depan laut sebanyak tiga kali dengan berbagai macam pose. Setelah mengambil foto bersama, kami melangkah ke rumah makan yang berada di pinggir laut.

Alexander dan Naulida melangkah berdua di belakang mereka dengan berpegangan tangan dan saling melempar senyuman karena mereka baru saja memiliki hubungan spesial yang tidak asli. Ia terpaksa menerima cintanya karena semua orang telah mengetahui perasaannya.

Alexander duduk bersama Naulida di meja dan kursi rumah makan yang hanya untuk dua orang. Semua orang menoleh ke arahnya dengan tersenyum lebar sambil menggeleng pelan karena sikap mereka yang masih malu-malu dan ia pun membalas dengan sekali anggukan dan senyuman.

"Senangnya melihat kalian memiliki hubungan spesial," celetuk Eko.

"Iya, benar, kita semua bisa senang melihat kalian memiliki hubungan spesial dan Papa harap hubungan kalian langgeng," harap Bapak Harry.

"Aamiin."

Pejabat kantor, klien dan teman-teman memberikan doa terbaik untuk Naulida dan Alexander. Ia dan Alexander hanya membalas senyuman. Lalu, mereka memesan makanan dan minuman.

Situasi yang tidak pernah dirasakan olehnya, kini, ia rasakan dan merasa asing untuknya. Asing karena senyuman dan perhatian mereka kepadanya. Perhatian yang tidak pernah didapat olehnya di rumah.

Pandangannya pun berubah mengarah ke laut untuk memandangi gelombang air laut yang bergerak berurutan ke tepi darat. Angin yang berhembus dengan kencang membuat pepohonan berliuk-liuk dan gelombang air laut yang semakin banyak jumlahnya dan gerakan yang mengganas menghantam daratan.

Ia tidak menghiraukan suasana di sekitar karena merasa bersalah telah berbohong dalam menjalin hubungan spesial tanpa dasar cinta. Ia tidak mencintai Alexander meskipun hatinya selalu berdegup dengan kencang ketika berada di dekatnya dan saling menatap.

Tangan kekar memegang tangannya yang berada di atas meja dengan saling menautkan jemarinya. Genggaman dan elusannya yang lembut membuyarkan pandangannya sehingga pandangan beralih ke arah Alexander.

"Kenapa?" tanya Alexander dengan lembut.

"Tidak apa-apa, Alexander," jawab Naulida sambil tersenyum dan berkedip.

"Apakah kamu merasa bersalah terhadap mereka?"

"Aku tidak perlu menjawab pertanyaan itu karena kamu sudah tahu jawabanku jika, kamu berada di posisiku."

Jawaban ketus Naulida membuat Alexander mengatupkan bibir dengan rapat. Ia menghela napas dan menunduk sekilas. Jemarinya memegang dan menggenggam tangannya. Ia berusaha menjelaskan maksud yang akan disampaikan olehnya, tetapi maksud itu belum sampai keluar dari mulutnya telah disanggah oleh Naulida.

"Aku mau menjelaskan maksudku. Maksudku it—"

"Aku tahu maksud kamu dan aku juga memikirkan hal itu ketika aku berada di posisi kamu. Jadi, kamu tidak perlu menjelaskannya dan bagiku, yang terpenting adalah aku percaya sama kamu yang bisa membuatku nyaman dan jatuh hati sama kamu, Alex. Aku akan menunggu janji dan bukti kamu bahwa kamu tulus mencintaiku meskipun Mama kamu belum mengetahui hubungan kita."

Naulida memotong perkataan Alexander yang belum selesai. Ia mengerti hal yang akan dijelaskan kepadanya sehingga ia memberikan ucapan yang tegas kepada Alexander bahwa ia mempercayainya dan menunggu janji dan bukti darinya. Meskipun Mamanya belum mengetahui hubungan mereka.

"Kamu jangan khawatir soal itu karena aku bisa menjelaskan soal itu dan Papa juga akan membantuku untuk berbicara kepada Mama."

"Semoga Mama kamu merestui hubungan kita," harap Naulida.

Setelah Naulida mengeluarkan harapan mengenai hubungan mereka direstui oleh mamanya Alexander, pesanan pun datang secara bersamaan. Mereka makan bersama selama beberapa menit.

***

Satu jam kemudian, ia bersama teman-teman, pejabat kantor dan kliennya tiba di bandara. Mereka pun langsung masuk ke dalam bandara untuk mengikuti prosedurnya sampai akhir hingga masuk ke dalam pesawat.

Pejabat kantor, klien dan teman-teman masuk ke pesawat kelas bisnis. Naulida hendak masuk ke kelas bisnis, tangannya digenggam dan ditarik oleh Alexander. Ia dan Alexander masuk ke kelas utama pesawat dan mereka duduk berdampingan.

Ia menoleh ke kanan dan kiri dengan mulut sedikit terbuka dan mata sedikit membesar melihat fasilitas pesawat yang mewah dan berbeda daripada biasanya.

"Wah, bagus sekali, kursinya empuk juga."

Naulida naik turun di kursi sambil berpegangan di pegangan kursi dan sedikit tertawa karena merasakan kemewahan pesawat. Ia belum pernah menaiki pesawat dan masuk ke kelas pesawat yang sangat mewah dan mahal. Ia pertama kali merasakan duduk, melihat dan mendapatkan fasilitas pesawat mewah.

"Kenapa Bapak membawa saya di kelas pesawat ini?" tanya Naulida yang heran dan terkejut dibawa ke kelas utama.

"Karena ini hadiah dari saya untuk kamu sebagai atasan sekaligus kekasih kamu."

"Hadiah dari Bapak?"

"Iya, ini hadiah dari saya dan semuanya tidak tahu tapi, papa saya yang tahu ini."

' "Terima kasih, Pak."

Suara pramugari mengingatkan kepada penumpang bahwa memakai sabuk pengaman dan memberikan cara menggunakan peralatan ketika pesawat dalam bahaya secara perlahan dan detail. Setelah itu, pesawat pun terbang dan tanpa sengaja, Naulida menggenggam tangan Alexander dengan kencang dan memejamkan mata untuk istirahat karena ia duduk tidak dekat dengan jendela.