Alexander mengalihkan pandangan sekilas."Hmm ... tidak harus seperti itu, sih, dan papaku tidak pernah ngerespons apa pun yang kulakukan kecuali sikapku yang sudah keterlaluan. Terus aku juga sudah dewasa, jadi, terserah aku," jawab Alexander.
"Hmm, jadi, atasanku sudah dewasa, ya," goda Naulida.
"Iya, dong, kalau tidak dewasa bagaimana bisa aku tergoda sama kamu ketika kamu tidak sengaja menyenggol itu dan jatuh cinta sama kamu?" ucap Alexander.
Naulida terkekeh mendengar ucapan kekasihnya itu. Naulida menggeleng heran sambil memainkan seprai. Naulida diam selama lima detik karena tidak tahu dengan perasaannya saat ini.
Pikirannya hanya kerja, kerja dan kerja sehingga tidak pernah ada waktu memikirkan hal lain bahkan untuk menikah saja pun tidak ada dalam benaknya. Naulida berdehem untuk membuyarkan diamnya.
"Ehem, Alex, aku mau tanya sama kamu."
"Apa yang ingin kamu tanyakan?"
"Bagaimana jika, aku belum bisa mencintaimu? Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Naulida.
"Aku akan terus berusaha untuk membuatmu jatuh cinta denganku, Sayang karena aku yakin kamu pasti mencintaiku suatu hari nanti, " jawab Alexander.
"Jika, kamu mencintaiku, apakah kamu akan melindungi dan menjagaku sampai kita menikah?" tanya Naulida.
Naulida menanyakan itu karena ia tidak ingin kejadian buruk menimpanya lagi yang dilakukan oleh teman dekatnya sendiri. Naulida juga ingin memastikan bahwa Alexander memang benar mencintainya.
Namun, Alexander terdiam selama satu menit di sana dan terdengar hembusan napas dengan kasar. Naulida menghela napas dengan berat ketika Alexander diam dan pikirannya mulai berpikir yang aneh dan hal buruk tentang kekasihnya itu.
"Aku akan menjaga dan melindungimu sampai kita menikah dan berjanji tidak akan menyentuhmu sama sekali sampai hari pernikahan kita tiba," jawab Alexander.
Alexander menjawab pertanyaan Naulida dengan tegas. Jawaban itu membuat hati Naulida tenang dan lega sampai ia tersenyum lebar.
"Terima kasih, ya, Alexander. Aku percaya sama kamu akan menepati janjimu," ucap Naulida.
"Sama-sama. Kita menjalin hubungan harus ada saling mempercayai, Sayang," ucap Alexander.
"Iya tapi, aku bingung kalau besok akan bertemu dengan banyak orang apalagi teman-teman divisi lain yang belum mengetahui hubungan kita," decit Naulida.
"Santai saja, Sayang. Divisi kamu itu ada yang mulutnya seperti ember. Jadi, kalau ada hal apa pun selalu langsung menyebar luas jika ada bawahanmu itu," ucap Alexander dengan santai.
Alexander terkekeh dan terlihat santai ketika Naulida panik dan cemas jika, hubungan mereka diketahui oleh semua teman-teman kerjanya. Naulida tidak bisa santai karena nanti pasti ada saja yang akan menganggunya ketika ia memiliki hubungan dengan Alexander. Pegawai Bapak Harry banyak menyukai Alexander.
Naulida tidak heran jika, Alexander disukai oleh banyak orang termasuk karyawan karena ia anak konglomerat, jabatan CEO, badan atletis, paras tampan dan suara bariton yang berat.
"Siapa yang mulutnya seperti ember?" tanya Naulida.
"Anak buahmu, Andria," jawab Alexander.
Naulida menepuk dahi karena ketidak tahuannya tentang Andria."Serius, Andria orangnya seperti itu, Lex?" tanya Naulida.
"Iya. Kamu hati-hati sama perempuan itu meskipun terlihat lembut tapi, mulutnya seperti ember dan kamu lihat aja besok," ujar Alexander.
"Iya, Alex."
"Apakah kamu nanti malam sibuk?" tanya Alexander.
Naulida mengernyitkan dahi karena ia dan Alexander baru saja pulang dan tiba di rumah. Naulida mengitari seluruh isi kamarnya untuk mencari jawaban jika, Alexander mengajak Naulida ke luar rumah.
"Aku nanti malam tidak sibuk tapi, hanya saja sudah lelah, Alex," jawab Naulida sambil menguap dan meregangkan badan.
"Hmm, mulai deh, kalau diajak ke luar rumah alasannya banyak sekali," sindir Alexander.
"Aku tidak banyak alasan dan itu beneran, aku sedang lelah habis liburan kemarin, Alex," sanggah Naulida.
"Iya, iya, kalau gitu, aku ingin ke rumahmu pukul setengah tujuh malam dan kamu buruan memakai baju nanti kedinginan."
"Bagaimana kamu bisa tahu kalau aku belum memakai baju?" tanya Naulida.
"Aku hanya menebak saja. Aku pokoknya nanti ke rumahmu jam setengah tujuh malam. Kamu tidak boleh menolak," ucap Alexander.
"Tapi—"
Panggilan masuk terputus. Naulida mengangkat satu bibir sambil menunjuk layar handphone. Ia kesal karena pembicaraannya belum selesai. Naulida meletakkan handphone dan bergegas memakai baju agar tidak masuk angin.
Naulida telah menyelesaikan tugas pribadinya di rumah langsung merebahkan badan ke kasur. Sesaat, ia merebahkan badan di ranjang, pintu kamarnya diketuk tiga kali.
"Masuk!" seru Naulida.
Sosok pengetuk pintu itu adalah ibunya. Ibu menghampiri Naulida dan Naulida langsung duduk di kasur sambil bersandar di kepala kasur.
"Nau, Ibu dan Ayah keluar dulu karena adikmu menelepon Ibu barusan dan meminta Ibu dan Ayah ke restoran yang terkenal mewah di kota ini," pamit Ibu.
"Ada urusan apa, Bu? Apakah Naulida boleh ikut untuk datang ke sana juga?" tanya Naulida.
"Ibu juga tidak tahu tapi, kelihatannya pertemuan dua keluarga dan yang meminta itu kekasih adikmu, Alexio," jawab Ibu.
"Jika itu pertemuan dua keluarga, Naulida berhak ikut, Bu karena Nau adalah kakaknya," ucap Naulida.
"Jangan dulu, kamu jaga rumah saja," ucap Ibu.
"Kenapa, Bu?" tanya Naulida.
"Jangan tanya kenapa, kamu tinggal di rumah dan kalau kamu ikut bisa bahaya karena kata Nurlida, kamu pernah memarahi kekasihnya di depan umum," jawab Ibu.
"Naulida memarahinya karena ada sebabnya. Sebabnya itu Alexio memeluk Nurlida di depan umum," ucap Naulida."Apakah Ibu mau, anak kesayangan Ibu itu dipeluk-peluk di depan umum?" tanya Naulida.
Ibu hanya terdiam setelah Naulida memberi tahu kebenaran tentang memarahi Alexio. Ibu menggerakkan bola mata ke segala arah untuk mencari sanggahan tetapi, ia tidak menemukannya dan akhirnya pamit pergi kepada Naulida.
"Sudahlah, Ibu pamit pergi," pamit Ibu.
Naulida meraih dan mengecup punggung tangan ibunya sebelum pergi meninggalkan Naulida sendirian di rumah. Lalu, Ibu pergi dan Naulida hanya duduk di kasur tanpa mengantarkan ibu dan ayahnya sampai depan rumah.
Naulida mengarahkan kepala ke arah jendela kamar dan memandangi langit sore berwarna jingga. Warna langit yang akan berganti menjadi hitam dan matahari pun terbenam.
Kini, waktu berganti malam dan ia bersiap diri untuk menemui Alexander yang akan datang ke rumah dengan tujuan yang belum diketahui olehnya.
Naulida berganti pakaian dengan pakaian lengan panjang untuk menemui Alexander. Naulida telah menyelesaikan berganti pakaian, ia turun ke lantai satu menuju dapur untuk mempersiapkan camilan dan minuman air mineral lalu diletakkan ke dalam wadah. Setelah itu, Naulida membawa air mineral dan camilan ke ruang tamu. Ia hendak melangkah ke dapur, panggilan masuk di handphonenya berbunyi dan nama Alexander terdapat pada layar.
Naulida mengernyitkan dahi karena masih belum jam setengah tujuh malam. Lalu, ia mengangkat panggilan masuk dari Alexander.
"Halo, ada apa? Kamu sudah sampai?" tanya Naulida sambil memperhatikan luar rumahnya.