"Nanti saya memberi tahu kamu maksud saya memanggilmu ke ruangan saya," jawab Bapak Harry.
"Baik, Pak. Saya ke sana sekarang," ucap Naulida.
Naulida mematikan panggilan masuk dari Bapak Harry. Lalu, ia ke luar dari ruangannya dengan menghela napas panjang dan merapikan pakaian. Ia menarik dan membuang napas berkali-kali sebelum menemui Bapak Harry. Naulida berusaha segar dan terlihat ceria bak tidak terjadi apa pun sedari pagi di ruangannya.
Naulida tiba di depan ruangan Bapak Harry. Ia mencoba menetralkan pikiran dan hatinya. Lalu, mengetuk pintu ruangannya dan masuk ke ruangan setelah dipersilakan untuk masuk oleh Bapak Harry.
"Masuk!"
"Ada apa, Bapak memanggil saya?" tanya Naulida.
"Kamu duduk dulu." Bapak Harry mempersilakan Naulida duduk di kursi kantornya.
Naulida duduk di kursi kantornya."Ada apa, Pak? Apakah ada masalah?" tanya Naulida.
"Apakah di ruangan kamu tadi terjadi sesuatu sehingga banyak karyawan yang mengadu ke saya mengenai keributan yang terjadi di ruangan kamu?" tanya Bapak Harry.
Naulida menghela napas."Iya, Pak tapi, saya bisa mengatasinya tadi," jawab Naulida.
"Apa yang terjadi di ruangan kamu, Nau?" tanya Bapak Harry.
"Alexander adu mulut dengan Satrio karena masalah sepele saja, kok, Pak," jawab Naulida.
"Bener? Hanya masalah sepele?" Bapak Harry memastikan kejadian yang terjadi di ruangan Naulida.
"Bener, Pak," ucap Naulida.
"Ya sudah kalau kamu bisa mengatasi masalah sepele," ucap Bapak Harry.
"Iya, Pak. Saya boleh kembali ke ruangan saya?"
"Boleh. Silakan, selamat bekerja dan meningkatkan prestasi lagi, Nau," ujar Bapak Harry.
"Siap, Pak."
Naulida ke luar ruangan Bapak Harry dengan mengelus dada dan memejamkan mata sekilas karena lega bisa mengatasi masalah yang ada. Ia melangkah ke arah ruangannya dan masuk ke ruangan untuk melanjutkan mengerjakan pekerjaanya.
Ia menghela napas untuk bisa fokus mengerjakan pekerjaannya. Tanpa terasa jam istirahat telah datang dan Naulida tidak menyadari hal itu sampai didatangi oleh Alexander ke ruangannya.
"Sayang, istirahat dulu, yuk," ajak Alexander.
"Bentar, ya, Alex. Aku menyelesaikan ini dulu," ucap Naulida.
Alexander menghampiri Naulida yang mata dan jemarinya masih di laptop. Alexander memeluk Naulida dari belakang seraya mengecup pipinya.
"Istirahat dulu, dong, Sayang," ucap Alexander.
"Iya, sebentar, ya, Alex, sedikit lagi," ucap Naulida.
Alexander telah bergelendotan di pundak Naulida. Lima menit kemudian, kerjaan Naulida selesai dan menoleh ke arah kekasihnya itu.
"Aku sudah selesai. Ayo, makan siang," ucap Naulida.
"Lama banget kamu ngerjain pekerjaan kamu," ucap Alexander.
"Namanya juga bekerja, pasti ada dan banyak kerjaan yang harus dikerjakan dan diselesaikan, Alex," ujar Naulida.
"Iya juga. Ayo, makan."
Naulida dan Alexander ke luar dari ruangan Naulida secara bersamaan. Semua sorot mata memandangi mereka dengan ekspresi mengernyitkan dahi, tersenyum dan saling berbisik.
Naulida menyadari teman-temannya sedang bergosip, berbisik kepada Alexander bahwa semuanya yang terjadi karena kekasihnya itu. Alexander hanya terkekeh mendengar perkataan Naulida.
"Gara-gara kamu, semuanya jadi berbisik, memasang ekspresi yang berbagai macam, Alex," ucap Naulida.
"Biarkan saja. Anggap mereka angin lalu dan hanya iri denganmu," bisik Alexander.
Naulida geram dengan perkataan Alexander sehingga ia menarik telinganya dengan kencang seraya berjalan. Alexander merintih dan memukul pelan tangan Naulida.
"Kamu!"
"Aduh duh. Ah sakit, Sayang."
"Kamu menyebalkan!"
"Iya, iya, ampun."
Naulida menyingkirkan tangannya dari telinga. Alexander mengusap telinga sembari mengejek Naulida dengan menggerakkan bibir dan ingin mencubit pipinya tetapi, keinginan itu tidak terlaksana karena gemas dengan perempuan yang menarik telinganya.
Mereka menuju kantin. Mereka hendak masuk ke kantin, suara perempuan memanggil Alexander. Sontak, Naulida dan Alexander berbalik badan dan menyipitkan mata karena cahaya matahari yang menyilaukan penglihatan.
"Alex!"
"Kamu?"
Perempuan itu menoleh ke arah Naulida sambil tersenyum dan mengangguk."Hai, namaku Katy. Katy Wright," ucap Katy yang memperkenalkan diri kepada Naulida.
Naulida mengulurkan tangan kepada Katy. Katy membalas tangannya dengan senyuman yang ramah lalu menyampaikan niatnya yang menemui Alexander.
"Namaku, Naulida Ambriaksi, calon istri Alexander," ucap Naulida.
"Oh, wow. Calon istrimu cantik sekali, Alex," puji Katy.
"Jelas, dong, calon istriku memang cantik dan dia jabatan Manajer pengelolaan," ucap Alexander yang membeberkan jabatan Naulida di kantornya.
"Apaan, sih, Alex." Sandria tersipu malu.
"Oh, iya, ada apa kamu datang ke sini?" tanya Alexander.
"Astaga, iya, aku hampir lupa. Aku datang kemari untuk melakukan penelitian IT dalam arti mau kerja praktik di sini," ucap Katy.
"Mau kerja praktik di sini? Siapa?" tanya Alexander.
"Adikku."
"Bisa tapi, adikmu suruh membuat proposal untuk pengajuan izin praktik di sini," ucap Alexander.
"Aku kira bisa langsung masuk harus membuat proposal terlebih dahulu."
"Semua perusahaan memang memakai dan membutuhkan proposal izin praktik, Katy untuk bukti saja dan masalah penerimaan mungkin lebih mudah kalau ada orang yang di kenal di dalam perusahaannya," sahut Naulida.
"Jadi, seperti itu. Baiklah, makasih informasinya, ya, Alex dan Naulida," ucap Katy.
"Sama-sama."
Naulida dan Alexander memasuki kantin dan mereka memesan makanan siomay dan batagor dan jus strawberry untuk Naulida dan jeruk nipis hangat untuk Alexander.
Mereka duduk di bangku yang khusus untuk dua orang agar bisa berbicara banyak hal dengan kekasih. Alexander memandangi Naulida sehingga ia salah tingkah dan menunduk.
"Ceweknya siapa, nih, yang cantik sekali." Alexander mencoba untuk merayunya.
"Cewek dari cowok yang iseng, nakal dan suka tebar pesona ke perempuan lain padahal sudah memiliki seorang kekasih," sahut Naulida.
"Wah. Bahaya dan nakal, tuh, cowoknya," ucap Alexander.
"Iya, aku mau mencubit telinganya sampai merah," ucap Naulida.
"Waduh, jangan."
"Kenapa jangan? Berarti kamu, ya, cowoknya."
"Iya. Aku cowoknya yang selalu menjaga dan melindungi perempuan yang kucintai yang bernama Naulida Ambriaksi," ucap Alexander.
Naulida tertawa geli melihat ekspresi Alexander yang memejamkan mata sekaligus memajukan bibir dan berdiri ke arahnya. Ia menarik bibir Alexander dengan kencang. Alexander pun membuka mata dan menunjuk jemarinya yang menarik bibirnya. Naulida menyingkirkan jemari dari bibirnya.
"Sakit, Sayang," ungkap Alexander.
"Salah siapa, kamu seperti itu di tempat umum," ucap Naulida.
"Salahku sendiri," ucap Alexander.
"Pintar."
Naulida dan Alexander makan makanannya hingga habis tanpa tersisa. Mereka adalah pasangan kekasih yang sedang kasmaran sehingga sedikit sensitif terhadap lingkungannya jika, ada teman lawan jenis yang mendekati dan mengajak bicara dari salah satunya.
Naulida dan Alexander pergi dari kantin menuju ruangan masing-masing karena jam istirahat segera berakhir. Alexander mengantar Naulida hingga masuk ke ruangannya.
Pintu ruangannya tertutup dan Alexander menghimpit Naulida hingga tidak bisa bergerak di dinding. Alexander menatapnya dengan lamat dan melirik bibir Naulida. Ia menatap balik kekasihnya itu dengan senyuman yang bisa menggodanya.
"Kenapa Alex? Kamu mau mengecupku lagi?"
"Iya. Aku ingin mengecupmu karena bibirmu menggoda," jawab Alexander.
Alexander mendekatkan bibir ke bibir Naulida. Kecupan panas di antara mereka pun terjadi hingga pintu ruangan terbuka tidak terdengar.
"Astaga, kalian!"