Pertanyaan Andria bisa memancing lainnya untuk berpikir yang sama dengannya sehingga Naulida dan Alexander saling melirik dan mengernyitkan dahi. Lalu, ia memejamkan mata sekilas dan menghela napas secara perlahan.
"Baik, saya dan Alexander ingin menjelaskan bukan memberi tahukan tentang kesalah pahaman ini," ucap Naulida.
"Kesalah pahaman?" tanya Bapak Harry.
"Iya, Bapak. Ini ada kesalah pahaman karena saya dengan Alexander belum menjalin hubungan apa pun dan tidak terikat hubungan asmara. Saya menggandeng tangannya karena Bapak Alexander baru bangun tidur dan takut jalannya tidak benar atau sempoyongan, maka dari itu, saya menggandeng tangannya," terang Naulida.
"Jadi, seperti itu, saya kira kalian memiliki hubungan yang spesial," ucap Bapak Harry dengan nada kecewa.
"Tenang saja, Pa, Alex akan mendapatkan hati Naulida dan segera memiliki hubungan yang spesial dengannya," sahut Alexander sambil menatap Naulida.
"Maksudnya?" tanya Naulida dengan menatap Alexander.
"Maksudnya adalah aku akan memenangkan hati kamu dan menjalin hubungan spesial denganmu, Ibu Manajer Pengelolaan," jawab Alexander.
"Aaww, so sweet Bapak Alexander dan Ibu Naulida," celetuk Eko.
"Sudah sudah, kita jalan, yuk," ajak Naulida sambil menggandeng tangan andria.
Pipinya memerah ketika Alexander berbicara tentang perasaannya dan sikapnya yang akan memenangkan hatinya karena ia ingin menjalin hubungan dengannya. Naulida menunduk dan tersenyum karena perasaannya yang campur aduk.
"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri, Nau?" tanya Andria.
"Ibu Naulida senyum-senyum sendiri karena senang ketika Bapak Alexander berbicara jujur tentang niat dan perasaannya untuk mendapatkan seorang perempuan yang ia sayangi," jawab Eko.
"Tidak, aku tidak senyum-senyum karena hal itu tapi, aku tersenyum karena bisa melihat pemandangan seperti ini," sanggah Naulida.
Naulida dan lainnya berhenti di hamparan tanah yang luas dan berbatu dengan pemandangan gunung lainnya yang jaraknya jauh dari pemandangannya, kendaraan terlihat kecil dari atas gunung dan melihat seorang petani menggendong keranjang anyaman di punggung berisi dedaunan yang hijau.
Naulida meretangkan tangannya sembari memejamkan mata selama dua menit. Lalu, ia berteriak dengan keras dari atas gunung dan disusul oleh teman-temannya.
"Aaaaaaaaaa," teriak Naulida.
"Aaaaaaaaaa," teriak Andria dan teman-temannya.
"Indah sekali ciptaanmu, Ya Allah," puji Naulida dengan nada tinggi sambil menempelkan dan melebarkan kedua tangan di sebelah bibirnya.
Naulida senang melihat keindahan gunung karena ia tidak pernah bepergian jauh dan melihat pemandangan pedesaan, sawah, laut dan gunung. Ia berputar tiga kali dengan tersenyum lebar dan merentangkan kedua tangannya yang disusul oleh temannya.
"Hahaha, Nau, aku nyoba seperti kamu ternyata seru juga, ya. Aku tidak pernah menyoba seperti ini karena menurutku seperti anak kecil," ucap Andria.
"Ini menyenangkan kalau kita menikmatinya dan dengan pemandangan seperti ini, Andria apalagi ditambah air hujan yang mengguyur lebat," ucap Naulida.
"Benar, pasti lebih seru kalau air hujan turun membasahi bumi," imbuh Andria.
"Tidak mungkin turun hujan karena cuaca sedang cerah," sahut Eko.
Andria dan Naulida berhenti berputar karena ucapan Eko mengenai cuaca pada hari ini. Naulida meletakkan tangannya di pinggang dan ia menatap tajam Eko.
"Ada apa, Bu?" tanya Eko.
"Apakah kamu yakin kalau hari ini cuaca cerah dan tidak bisa berubah menjadi mendung?" tanya Naulida.
"Yakin, Bu karena di handphone mengatakan bahwa ramalan cuaca hari ini akan cerah," jawab Eko."Coba Ibu lihat di handphone-nya!" seru Eko.
Naulida menggeleng."Tidak, aku tidak ingin melihatnya lagi karena ramalan cuaca terkadang tidak cocok dan bisa berubah," tolak Naulida dengan sopan.
"Yasudah, itu terserah Ibu," ucap Eko.
"Iya. Ayo, kita foto bersama!" ajak Naulida.
"Ayo, ayo, Bu," ucap teman-temannya.
Naulida mengambil foto bersama-sama dengan bermacam pose dan tersenyum lebar ke arah kamera handphone. Eko dan Andria pun berpose dengan berpose menggerakkan bola mata ke satu arah sambil menunjukkan gigi bagian atas. Pose yang aneh dan tidak pernah ditunjukkan oleh banyak orang sehingga ia, pejabat kantor dan kliennya tertawa melihat tingkahnya.
"Hahaha, Naulida, anak buahmu itu kenapa bisa begitu?" celetuk Bapak Harry.
"Tidak tahu, Pak, sepertinya sudah dari cetakannya, Pak," jawab Naulida sembari terkekeh dan menggeleng pelan.
"Astaga, apakah mereka sering begitu kalau di kantor?" tanya Bapak Harry.
"Saya tidak tahu karena ketika menghadapi saya itu serius dan jarang melakukan hal konyol tapi, tidak tahu lagi di belakang saya dan di meja kantornya," jawab Naulida.
Bapak Harry menggeleng."Eko dan Andria sini," panggil Bapak Harry.
Andria dan Eko menghampiri Bapak Harry dengan saling melirik dan menurunkan pandangannya ke tanah. Mereka terlihat takut akan dimarahi oleh pemilik perusahaan.
"Kenapa kalian menunduk? Apakah kalian takut dimarahi oleh saya atau Alexander?" cecar Bapak Harry.
"Iya, saya dan Andria takut dimarahi karena berpose konyol dan aneh," jawab Eko.
Bapak Harry tertawa."Hahaha, tidak akan karena ini liburan dan bukan di kantor malah saya akan memberi hadiah," ucap Bapak Harry.
"Hadiah?"
"Iya. Kalian tidak mau?"
"Mau mau, Pak," jawab Eko dan Andria sembari mengangguk cepat dan tersenyum lebar.
Bapak Harry memasukkan tangannya di dalam kantong dan ia mengeluarkan sejumlah uang kertas merah. Lalu, ia membagikan lima lembar uang kertas berwarna merah kepada Andria dan Eko dan mereka menerimanya dengan tersenyum lebar.
"Wah, terima kasih banyak, Bapak," ucap Andria yang senang.
"Sama-sama. Kalian telah membuat saya, pejabat kantor dan klien tertawa lepas karena pose kalian yang ada-ada saja," ucap Bapak Harry.
Andria dan Eko sangat senang mendapatkan sejumlah uang dari Bapak Harry sebagai hadiah penghibur mereka karena pose yang tidak sengaja mereka keluarkan.
Bapak Harry meminta semua karyawan foto bersama pejabat kantor dan klien menggunakan kamera yang dibawa oleh Bapak Harry. Bapak Harry meminta tolong kepada sopir bus untuk mengambil foto secara bersamaan dengan latar belakang gunung dan sedikit kabut yang menyelimuti gunung.
Naulida berfoto dengan bawahan, atasan dan kliennya sebanyak tiga kali. Lalu, ia mundur secara perlahan ke arah lain untuk menikmati gunung di sisi lain dengan melipat kedua tangannya di perut.
Suasana dan udara di atas gunung sangat dingin sehingga ia sedikit menggigil dan sesekali mengelus lengannya sembari pandangan lurus ke jalanan dan sawah.
Naulida duduk di tepi untuk memandang kendaraan bermotor yang terlihat mini dari atas dan dedaunan yang bergerak melambai secara perlahan membuat ia tertarik sehingga ia tersenyum lebar sambil menoleh ke kanan dan kiri.
Alexander ikut duduk di tepi dan sampingnya sembari menikmati ciptaan Tuhan yang bisa dinikmati secara gratis. Ia memperhatikan Naulida yang tersenyum.
"Apakah kamu suka sekali memandangi pemandangan alam di pinggir?" tanya Alexander.
"Aku pertama kali menikmati keindahan alam secara langsung dan duduk di tepi gunung dengan cara seperti ini," jawab Naulida.
"Pertama kali? Apakah kamu tidak pernah jalan-jalan ke alam sebelumnya?"