Naulida masuk ke rumah dan rumah terlihat sepi sehingga ia langsung naik ke kamarnya dan membersihkan diri untuk bersiap nanti malam.
Naulida merupakan seorang perempuan suka kebersihan sehingga kamarnya pun bersih dan wangi pengharum ruangan. Kamar mandi berada di kamarnya juga bersih.
Naulida membersihkan diri selama lima belas menit dan ia ke luar dari kamar mandi hanya menggunakan baju handuk. Naulida memeriksa handphonenya dan membalas pesan dari Satrio sambil tersenyum.
Ia pun terlalu asik membalas pesan dari Satrio tersenyum lebar dan sesekali menggigit jari sehingga hampir lupa waktu.
Naulida menoleh ke arah jam kecil berada di atas nakas. Sontak, Naulida membulatkan mata ketika ia melihat arah jarum jam tepat di angka lima dan jarum pendek tepat di angka satu.
Naulida meletakkan handphone di kasur dan bergegas untuk mempersiapkan diri untuk memilih baju. Ia membuka lemari baju berwarna cokelat muda dan terbuat dari kayu jati. Ia pun menggeser baju yang digantung dalam lemari.
Naulida menghabiskan waktu sepuluh menit untuk mencari dan menemukan baju yang cocok dikenakan untuk makan malam bersama Satrio. Ia pun langsung duduk di kursi depan cermin untuk merias wajahnya.
Naulida merias wajahnya baru pertama kali dengan make up cukup berlapis dan ia melapisis bibirnya menggunakan lipstik berwarna nude. Ia menyelesaikan make up selama tiga puluh menit dan mengenakan pakaian dress berwarna cokelat muda tanpa lengan dan rok di atas lutut. Setelah itu, Naulida menata rambut dengan di keriting bagian bawah dan ia tidak lupa dengan tahi lalat di dekat bibir ujung sebelah kanan untuk memperhalus lipstiknya.
Naulida berdiri dan bercermin dengan memutar badan secara perlahan dan dua kali. Ia mengelus perut sambil tersenyum lebar kepada dirinya yang berada di cermin.
"Look at you, Nau! Kamu kalau memakai terlihat beda apalagi make over berlapis seperti ini, kamu terlihat cantik dan ditambah pakaian seperti ini," ucap Naulida sambil menggerakkan badan ke kanan dan kiri."Badanku yang ideal ini bagus juga memakai dress ini dan aku baru memakainya pertama kali," kata Naulida yang senang melihat dirinya berani memakai dress tanpa lengan dan rok di atas lutut.
Naulida teringat janji dengan Satrio bahwa jam enam menjemput ke rumahnya. Ia pun menoleh ke arah jam duduk di atas nakas. Jam itu menunjukkan pukul enam lebih lima menit. Naulida bergegas memakai sepatu wedges berwarna senada dengan dress dan ia pun turun dari kamarnya sambil sedikit mempercepat langkah.
Sepatu wedgesnya mengeluarkan suara yang keras karena anak tangga di rumah terbuat dari kayu sehingga ia melihat Ibu, Ayah dan adiknya sedang makan malam di meja makan menoleh ke arahnya dengan tatapan terbelalak.
Naulida menghentikan langkahnya dan berbelok ke arah mereka yang tengah makan malam bersama. Ia menghampiri mereka dan bersalaman dengan Ibu dan Ayah. Ayah dan ibunya tidak mengeluarkan satu kata pun dari mulutnya sehingga ia bisa langsung ke luar.
"Nau pergi dulu, Yah, Bu," pamit Naulida.
Satrio berada di mobil menoleh ke arah Naulida dengan mata melebar karena terkejut melihat seorang perempuan terkenal pemberani dan suka berpakaian panjang dan menutupi jenjang kakinya yang mulus memakai pakaian terbuka dan pendek.
Naulida memang terkenal suka berpakaian panjang dan menutupi kakinya ketika ia bepergian kemanapun dan acara apa pun. Bahkan ia memakai satu set pakaian kerja berlengan panjang, ditambah jas dan celana kain panjang senada dengan warna jas atau bajunya.
Namun, Naulida tampil berbeda di acara yang berbeda bersama rekan kerja yang suka meminta pena sehingga Satrio tidak berkedip sama sekali ketika ia tiba tepat di depan matanya.
"Wow, beautiful," ucap Satrio dengan pelan.
"Apa?" tanya Naulida dengan nada sedikit keras.
Suara Naulida membubarkan lamunannya dan Satrio pun terkejut dan menggeleng cepat sambil mengusap matanya secara perlahan. Naulida menggeleng heran melihat rekannya suka melamun secara mendadak.
"Kenapa kamu melamun dan kaget seperti itu?" tanya Naulida sembari terkekeh.
"Tidak, tidak ada," jawab Satrio."Kamu cepat masuk mobil!" seru Satrio.
Naulida mempercepat langkahnya dan masuk ke mobil. Satrio menginjak gas mobil dengan kecepatan normal sambil menoleh ke arah Naulida dan tersenyum kepadanya.
"Kamu terlihat cantik malam ini."
"Oh, iya? Padahal aku baru pertama kali memakai make up sedikit tebal hanya karena kamu mengajakku makan malam di restoran mewah."
"Astaga, ternyata ini alasan kamu terlihat cantik," ucap Satrio."Aku pun terkesan dengan penampilanmu malam ini karena kamu terkenal julukan perempuan berpakaian panjang di kantor."
"Sungguh?"
"Iya. Kamu sebagai Manajer Pengelolaan dan hanya kamu saja yang memakai pakaian panjang di lantai ruang kerja kamu. Kamu pun waktu itu ada acara out door dari kantor juga memakai satu set pakaian panjang, ditambah memakai topi dan rambut diikat satu. Hadeh, kamu sampai membuat Bapak Alexander menggeleng."
"Jadi, kamu selama ini memperhatikanku dan semua orang yang berada di kantor?"
Satrio tertawa tanpa menjawab pertanyaan Naulida. Satrio memberhentikan mobilnya dan Naulida turun dari mobil dengan memperhatikan restoran dengan desain eksterior ala Eropa karena terdapat banyak jendela berbentuk persegi panjang dan lebar.
Naulida dan Satrio masuk bersamaan ke restoran dengan jalan sejajar dan Satrio menawarkan tangannya untuknya agar bisa bergandengan bak pasangan kekasih yang romantis, tetapi ia menolak tawarannya dan Satrio pun terkekeh.
Naulida dan Satrio masuk ke ruangan khusus dan tertutup. Lalu, ia duduk di sebuah meja berbentuk bulat dengan dua kursi berhadapan satu sama lain dan terdapat makanan dan dua gelas berbentuk setengah lingkaran dengan penyangga kecil dan bulat di bagian bawah gelas itu.
Seorang pelayan menumpahkan minuman wine saat hendak menuangkannya ke gelas dan Satrio pun membentak dan mendorong pelayan itu.
"Bagaimana cara kamu melayani tamu?!" bentak Satrio sambil mendorongnya.
"Maaf, Pak, saya tidak sengaja," ucap pelayan itu.
"Kamu tahu harga baju dan celana saya ini?" tanya Satrio dengan nada tinggi.
"Tidak, Pak," jawab pelayan dengan lirih.
"Harga baju dan celana saya ini mahal sekali. Gaji kamu per bulan pun tidak akan mampu membayarnya!" hardik Satrio.
Naulida membelalakkan mata ketika ia mengetahui sifat asli rekannya yang selama ini baik kepadanya. Satrio hendak berdiri dan menghampiri pelayan itu, Naulida memanggil dan mencegahnya. Satrio duduk kembali sambil membersihkan celana dan baju mahal miliknya.
"Satrio, sudah!" cegah Naulida."Mas, bisa pergi dari sini dan urusan ini biar menjadi urusan saya dengannya," ucap Naulida.
"Dasar, tidak tahu diri!" umpat Satrio sambil membersihkan baju dan celana.
Naulida menghampiri Satrio sambil membawa beberapa tisu untuk membersihkan baju dan celana panjangnya. Ia pun jongkok di depan Satrio sambil membersihkan bajunya. Satrio melihat Naulida membersihkannya dengan pakaian dress yang terbuka dan bagian dadanya terlihat.
"Daripada kamu badmood karena masalah sepele, lebih baik aku membantumu dan melanjutkan makan malam," ucap Naulida.
"Aku sudah tidak mood makan," ucap Satrio.
Naulida menghentikan tangannya yang membersihkan baju dan celananya. Lalu, ia meratakan bibirnya dengan garisan panjang.
Naulida meraih sendok dan garpu untuk mengambil steak dan mengarahkan ke mulut Satrio. Ia menatap Naulida dengan tatapan sendu sambil memegang tangannya.
"Sudah, cukup, ini saja," ucap Satrio.
"Baiklah. Aku akan makan kalau begitu," ucap Naulida.
Naulida hendak kembali ke kursinya, tetapi tangan Satrio menyentuh tangannya. Sontak, Naulida menghempaskan tangan Satrio dengan sekuat tenaganya.
"Aduh!" keluh Satrio.
"Maaf, aku tidak bermaksud kasar sama kamu," ucap Naulida.
"Tidak apa-apa."
Naulida duduk di kursi dan menikmati makanan dan minumannya selama tiga puluh menit. Satrio pun makan makanannya.
Satrio menghampiri Naulida dengan tangannya mengelus lembut lengannya dan ia menempis jemari Satrio.
"Kamu cantik sekali malam ini," puji Satrio sambil mengecup telinga Naulida.
Naulida mengernyitkan dahi karena ia merasa tidak nyaman dengan sikap Satrio. Naulida mengambil tas dan beranjak dari kursi. Ia melangkah ke arah pintu, tetapi tangan kekar berhasil menarik dan memeluknya.
Satrio menyentuh dan memainkan bagian dada milik Naulida. Naulida berusaha mendorong dengan sekuat tenaganya tetapi, tenaga Naulida tidak bisa mengalahkan napsu Satrio yang sudah memuncak sehingga ia mengecup bibir Naulida.
Naulida menggigit bibir Satrio dan menginjak kakinya dengan keras sehingga Satrio melepaskan pelukan dan kecupannya. Satrio pun kesakitan dan ia langsung lari dari ruangan sambil mengalirkan buliran air bening. Sorot mata terpaku pada dirinya.