Chereads / After Bad Destiny / Chapter 9 - Pendirian Naulida

Chapter 9 - Pendirian Naulida

Jemari Alexander bagaikan akar pohon yang menjerat dan mengalirkan sengatan yang lebih hebat daripada sengatan lebah sampai membuat Naulida bingung dengan perasaannya.

Jantung terus berdegup dengan kencang, suasana ruangannya semakain panas meskipun terdapat pendingin ruangan, wajah Naulida dengan Alexander semakin dekat sehingga jarak hanya terpisah dengan masing-masing hidung.

Naulida hanya berdiam dan mematung tanpa menolak padahal ia baru saja mengalami hal buruk yang dilakukan oleh teman dekatnya. Ia juga tidak mengerti dengan dirinya alasan tidak menolak jemarinya di pegang dan tatapan semakin dekat.

Naulida memejamkan mata selama lima detik. Ia langsung mendorong pelan tubuh Alexander yang keras dan berotot. Alexander pun terdorong sampai terbentur meja kantor milik Naulida. Ia pun merapikan jasnya sambil mengernyitkan dahi.

"Maaf, Pak, saya tidak bermaksud kasar tapi, saya tidak nyaman."

Alexander berdiri dan merapikan jasnya sambil sedikit duduk di mejanya dengan kedua tangan dilipat dan kakinya menyilang.

"Kamu tidak nyaman tapi, repons kamu lama kalau tidak nyaman dengan posisi tadi," sindir Alexander.

Naulida membulatkan mata ketika Alexander menyindir responsnya yang lama dengan wajah yang sangat berdekatan dan tatapan yang mendalam. Ia mengalihkan pandangan sembari merapikan duduknya.

Naulida sedikit menjauhkan kursi dari lokasi Alexander. Ia masih mencari jawaban yang tepat atas sindirian yang dilontarkan olehnya kepada Naulida dan Alexander pun terus memperhatikan Naulida yang banyak gerak seperti salah tingkah.

Alexander tertawa pelan melihat sikap Naulida yang sedikit aneh dan Naulida mengalihkan pandangan sambil mengernyitkan dahi. Ia kesal dan tidak suka diperhatikan oleh atasannya karena itu sangat mengganggu dirinya.

"Pak, tolong, jangan memperhatikan saya seperti itu," pinta Naulida.

"Kenapa? Apakah ada alasan yang tepat untuk diberikan kepada saya?" tanya Alexander yang masih menatapnya.

Naulida beranjak dari kursinya menuju kulkas. Ia membuka kulkas dan mengambil dua botol kopi. Ia pun membuka satu botol minuman kopi untuk dirinya dan berbalik badan ke arah Alexander.

Naulida minum minuman kopi miliknya dan satu botol untuk Alexander. Ia hendak memberikan satu botol kopi kepadanya, kaki Naulida tersandung dengan kakinya sendiri sehingga ia terjatuh di Alexander.

Alexander memegang dan menahannya sehingga Naulida memegang lengannya yang berotot. Naulida masih dipegang oleh atasannya sampai diingatkan oleh Alexander.

"Berapa lama kamu ingin dipegang oleh saya dan berada di depan saya?" tanya Alexander.

Naulida menoleh ke arah Alexander dan kepala mereka saling berbenturan ketika ia menoleh dengan keras.

"Aduh!" keluh Alexander sambil memegang dan mengelus dahinya.

Naulida mengalihkan tubuhnya dari pegangan Alexander dan ia panik melihat atasannya mengeluh karena benturan kepala. Naulida reflek memegang tangannya dan melihat dahi atasannya.

"Maaf, Pak. Maafkan, saya," harap Naulida."Dahinya Bapak berdarah tidak?" Naulida panik dengan memegang satu tangannya sambil memegang botol minuman kopi yang masih terbuka.

Alexander meringis dengan melirik Naulida yang panik. Naulida hendak mengambil kapas dan minyak tawon di laci pada lemari yang berada di sebelahnya, minuman kopinya tumpah mengenai celana di bagian sensitifnya.

Alexander reflek menyingkirkan tangan Naulida dan ia meletakkan botol minuman di atas nakas. Ia sangat panik melihat keadaan Alexander yang masih merintih kesakitan. Lalu, Naulida mengambil minyak tawon, tisu basah dan kapas dari dalam laci.

Alexander mengambil tisu kering untuk membersihkan celana yang terkena kopi. Celana yang ia kenakan berwarna cokelat muda sehingga noda kopi sulit dihilangkan.

Naulida merawat dahinya yang sedikit memar karena terbentur dengan kepalanya. Ia mengobati secara perlahan. Setelah itu, ia memegang tangan Alexander dan mengambil tisu kering darinya.

Naulida mengambil tisu basah sambil berceramah sedikit kepadanya dan Alexander hanya memperhatikan karyawannya yang menceramahinya karena tidak bisa menghilangkan nodanya.

"Bapak kalau memakai tisu kering itu tidak akan hilang nodanya. Pakai tisu basah nodanya bisa sedikit hilang, Pak," ucap Naulida.

Naulida tidak memperhatikan lokasi noda kopi yang tumpah di celananya. Ia membersihkan noda kopi di celananya padahal lokasi kopi yang sedikit terbuang pada bagian sensitifnya.

Ia membersihkannya dengan ditekan dan Alexander mengeluarkan desahan yang pelan. Naulida menoleh ke arah Alexander dengan mengernyitkan dahi, tangan yang memegang tisu basah masih berada di bagian sensitifnya dan tangan satu berada di pahanya.

"Kenapa Bapak mengeluarkan seperti itu?" tanya Naulida yang bingung.

Alexander berhenti mendesah dan sedikit membulatkan bola matanya ketika mendengar pertanyaan dari Naulida. Ia pun melirik tangannya yang masih berada di sana.

"Tidak apa-apa," jawab Alexander."Apakah kamu tidak tahu atau tidak sadar kalau kopi kamu tumpah di bagian sensitif saya?" cecar Alexander.

"Bagian sensitif?" Naulida bingung dengan pertanyaan Alexander.

Ia pun menoleh ke arah tangannya dan langsung menyingkirkan tangan dari sana. Naulida takut dan merasa bersalah karena sudah membuat Alexander sedikit mengeluarkan seperti itu.

Ia menggenggam tangannya dengan erat sambil mengepal dan dielus. Naulida menoleh ke arah Alexander dengan unjuk gigi kepadanya.

"Maaf, Pak, saya tidak tahu dan maaf tidak bermaksud membuat Bapak keenakan karena jemari saya yang membersihkan noda kopinya," jelas Naulida.

"Tidak apa-apa. Saya tahu kamu panik dan saya menghargai usaha dan kepedulian kamu, Nau," ucap Alexander.

"Terima kasih, Pak," ucap Naulida sambil menundukkan pandangan.

Alexander menghampiri Naulida sambil memandangnya dan mengambil tisu basah dari tangannya. Ia membuang tisu ke sampah dan menatapnya dengan dekat.

"Kamu ternyata orangnya peduli dan berani terhadap siapa pun meskipun saya adalah atasan kamu. Kamu memiliki pendirian yang besar dan sepertinya, kamu belum pernah merasakan hal yang dilakukan oleh orang dewasa."

Naulida mengangkat kepalanya dan menatap Alexander."Merasakan hal yang dilakukan oleh orang dewasa?" tanya Naulida.

"Hal yang seperti tadi karena terlihat dengan jelas dari raut wajah kamu," jawab Alexander.

Naulida tersenyum."Saya hanya tahu dan tidak untuk dipraktikkan karena saya akan mempraktikkannya kalau sudah menikah dengan orang yang saya cintai," ucap Naulida dengan tegas sembari menatap Alexander.

"Saya suka dengan perempuan seperti kamu karena memiliki pendirian yang teguh dan kuat," ucap Alexander sambil menatap Naulida.

Naulida hanya diam dan menatap Alexander dengan lamat. Naulida dan Alexander saling melempar tatapan selama beberapa menit sehingga suasana menjadi hening dan tegang.

Akhirnya, Alexander mengalihkan pandangan darinya dengan mengelus dagu dan satu tangan masuk ke kantong celananya sambil berdehem.

"Ehem ... terima kasih sudah mengobati dahi dan membersihkan noda kopi," ucap Alexander.

Naulida menggerakkan kepala ke kanan dan kiri dengan memegang kepala bagian belakang sambil mendongak ke atas.

"Sama-sama, Pak."

Alexander melihat Naulida yang menggerakkan kepala ke kanan dan kiri seperti kepalanya sedang tegang dan pusing sehingga ia menanyakan keadaan Naulida.

"Apakah kamu pusing Naulida?" tanya Alexander.

"Tidak, Pak. Leher saya hanya tegang," jawab Naulida.

"Apakah mau diobatin oleh saya?" Alexander menawarkan untuk mengobati lehernya.

"Tidak, Pak karena saya mau mengerjakan pekerjaan saya," tolak Naulida dengan pelan.

"Baiklah. Saya akan ke luar dari ruangan dan selamat bekerja, karyawan kesayangan saya dan jangan kelelahan."

Naulida hanya mengangguk dan Alexander melangkah ke pintu. Hendak menggerakkan ganggang pintu, ia teringat bagian sensitif milik Alexander.

"Pak, apakah aman bagian sensitif?" tanya Naulida.

Alexander menoleh ke arah bagian bawah dan tersenyum kepadanya."Aman meskipun bangun sedikit," jawab Alexander.

"Bangun sedikit?" tanya Naulida.

Alexander ke luar dari ruangan tanpa menjawab pertanyaan darinya dan Naulida membersihkan meja kantor dan meletakkan minyak tawon dan kapas ke laci. Ia duduk kembali di kursinya sambil bersandar dan meletakkan kepalanya di kepala kursi.