Chereads / After Bad Destiny / Chapter 2 - Meeting Diundur

Chapter 2 - Meeting Diundur

Sesaat Naulida menanyakan ruang meeting yang biasanya dipersiapkan terlebih dahulu untuk pertemuan dan membahas proyek penting bersama orang-orang yang memiliki kepentingan dan berperan penting dalam perusahaan tempat ia bekerja. Eko dan satu karyawan saling mengernyitkan dahi lalu melontarkan ketawa kepadanya.

"Hahaha, astaga, Bu. Apakah Ibu tidak membaca pesan yang disampaikan oleh sekretaris?" tanya Eko.

"Saya belum sempat membuka handphone," jawab Naulida."Apa isi pesan itu?" tanya Naulida sambil menatap mereka.

Naulida seperti orang yang ketinggalan berita pagi ini karena ia sudah ramai dan kesal dengan Ibunya hanya karena masalah sepele sehingga tidak sempat memeriksa kabar terbaru dari handphone.

Dua karyawan itu hanya menggeleng heran sambil memeluk berkas dokumen dan menatapku. Salah satu di antara mereka mengambil handphonenya.

"Isi pesan itu adalah berita tentang jadwal meeting yang diundur besok pagi karena Bapak Alexander Perdana sedang sakit," jawab Eko.

"Bapak Alexander Perdana sakit? sakit apa?" cecar Naulida.

"Iya, Bapak Alexander Perdana sakit dan kita tidak tahu sakit yang dideritanya," jawab Eko.

"Ya sudah, kalian boleh kembali bekerja," ucap Naulida.

Eko dan satu karyawan pergi meninggalkan Naulida. Ia masuk ke ruangannya dengan sedikit membungkukkan badan karena meeting diundur. Naulida merasa senang dan sedih karena meeting diundur.

Naulida merasa sedih karena mendengar kabar Alexander Perdana sakit. Alexander Perdana adalah orang yang penting dalam perusahaan miliknya. Alexander Perdana menjabat sebagai CEO di perusahaannya.

Naulida duduk di kursi kerja yang bisa diputar sambil bersandar dan memainkan jemari di tangan kursi. Ia memikirkan kondisi Alexander Perdana merupakan atasannya.

"Sakit apa, ya, Alexander Perdana?" ucap Naulida dengan pelan.

Sesaat Naulida memikirkan kondisi Alexander Perdana, suara bariton laki-laki hadir dalam pendengarannya sehingga lamunan Naulida bubar dan mengalihkan pandangan ke sumber suara.

"Apa yang kamu pikirkan Ibu Manajer?" tanya laki-laki itu.

"Bapak Harry Perdana?" tanya Naulida sambil berdiri lalu melengkungkan setengah badan ke arahnya.

"Kamu duduk saja tidak perlu berdiri dan membungkukkan badan seperti itu," ucap Bapak Harry Perdana.

Bapak Harry Perdana merupakan orang penting dan berpengaruh dalam perusahaan minyak miliknya sekaligus Ayah dari Alexander Perdana. Ia memiliki jabatan sebagai Presiden perusahaan. Jabatan itu adalah jabatan tertinggi di perusahaan.

Ia adalah orang yang baik, rendah hati, ramah dan suka berbagi makanan kepada karyawannya. Selain itu, ia adalah Bapak kesukaan dari banyak karyawannya karena sikap dan kerendahan hatinya.

"Iya, Pak."

"Apakah kamu sudah sarapan?" tanya Bapak Harry.

"Saya sudah sarapan, Pak," jawab Naulida.

"Sarapan apa?" tanya Bapak Harry.

"Sarapan emosi dan angin, Pak," jawab Naulida.

"Sarapan kok sarapan emosi dan angin, sih," ucap Bapak Harry sambil tertawa pelan.

Naulida tertawa bersama Bapak Harry karena jawabannya yang asal menjawab. Naulida memang bisa membuat banyak orang heran dan tertawa karena sikapnya bahkan seorang Presiden perusahaan juga bisa tertawa karena jawaban kecil darinya.

"Saya bercanda saja, Pak," ucap Naulida.

"Saya tahu kalau kamu bercanda," kata Bapak Harry.

Naulida menarik garisan panjang di bibir."Iya, Pak," kata Naulida.

"Apakah kamu sudah mempersiapkan materi meeting untuk besok?" tanya Bapak Harry.

"Sudah, Pak. Saya sudah mempersiapkan semua bahkan tadi sempat mengebut seperti Torreto karena waktu saya berangkat mepet sekali," jawab Naulida sembari menggerakkan tangan ke kanan dan kiri seperti memegang setir mobil.

"Hahaha. Astaga, kamu sepertinya suka nonton film layar lebar, ya," kata Bapak Harry.

"Wah, suka sekali, Pak. Saya pun suka dengan pemainnya juga," ucap Naulida dengan nada senang.

"Iya? Siapa aktor kesukaanmu dalam pemain mobil kebut?" tanya Bapak Harry.

Naulida membulatkan bola mata dan mengatupkan bibirnya karena mendengar perkataan Bapak Harry mengenai film layar lebar sehingga ia mengalihkan pandangan dan berkedip.

"Apa Pak? Mobil kebut?" Naulida memastikan perkataan Bapak Harry.

"Iya, mobil kebut," jawab Bapak Harry."Kenapa ada yang salah?" tanya Bapak Harry.

"Tidak, Pak. Saya hanya memastikan saja dan terkejut saja," jawab Naulida.

"Astaga, saya kira ada hal lain yang membuatmu diam dalam sekejap. Saya sengaja mengatakan mobil kebut karena mudah diucapkan," ucap Bapak Harry sembari tertawa.

Naulida tertawa."Hahaha, astaga, Pak. Mudah diucapkan dan tidak terpleset, ya, Pak?" Naulida mempertegas perkataan Bapak Harry.

"Hahaha. Iya."

"Aktor favorit saya itu Torreto, Pak karena saya suka badannya yang besar dan berotot," ungkap Naulida sambil melipat kedua tangan ke samping dan membentuk sudut empat puluh lima derajat dengan melirik otot tangan.

"Hahaha bagus itu. Anak saya juga badannya besar dan berotot," ucap Bapak Harry.

Naulida menurunkan kedua tangannya secara perlahan sambil menoleh ke arah Bapak Harry yang menyebutkan anaknya kepadaku sambil mengangkat kedua alisnya.

"Anak Bapak yang mana? Bapak Alexander Perdana?" tanya Naulida dengan pelan.

"Iya. Siapa lagi coba anak saya yang kamu kenal," jawab Bapak Harry.

Naulida tersenyum ketika Bapak Harry mengatakan tentang soal Alexander Perdana. Ia pun tidak mengerti dengan perasaannya ketika mendengar sebuah nama yang terdengar dingin dan nyaman dalam hatinya.

Ketika Naulida tersenyum mendengar Alexander Perdana membuat hatinya berdegup kencang seakan ingin melompat berkali-kali dan terbang karena Bapak Harry seperti memberikan kode kepadaku.

"Kenapa Bapak tiba-tiba bilang Bapak Alexander Perdana?" tanya Naulida.

"Karena dia mencari kamu. Dia sedang sakit dan ingin dirawat olehmu," jawab Bapak Harry.

Naulida terkejut mendengar jawaban Bapak Harry tanpa ragu. Jawabannya seakan nyata dan serius disampaikan kepadaku. Ia pun hanya bisa diam dan mematung sambil menatap Bapak Harry sedang duduk santai dan makan buah apel.

Ia dan Alexander Perdana hanya kenal sebagai bawahan dan atasan. Naulida hanya berbicara dengan beliau ketika hendak meminta tanda tangan dan sebatas kerjaan saja. Namun, Bapak Harry mengeluarkan perkataan yang seakan Alexander kenal dekat dengannya.

"Kenapa? Apakah kamu ragu dengan jawaban saya?" tanya Bapak Harry.

Pertanyaan Bapak Harry membubarkan rasa diamnya sehingga Naulida menggeleng dengan cepat dan menatapnya lamat.

"Tidak, Pak. Saya tidak ragu," jawab Naulida dengan lantang.

"Bagus kalau kamu tidak ragu karena saya suka kamu dengan anak saya. Dia juga terlihat suka denganmu," ucap Bapak Harry.

Naulida membulatkan kedua bola matanya kembali karena pernyataan dari Bapak Harry mengenai perasaan Alexander kepadanya. Ia senang sekaligus bingung karena Alexander Perdana adalah anak dari pemilik perusahaan minyak dan Naulida hanya seorang Manajer Pengelolaan.

"Kenapa Bapak suka saya dengan Pak Alexander?" tanya Naulida dengan pelan.

"Karena kamu itu orangnya baik, ramah, tidak membedakan orang meskipun kamu mempunyai jabatan tinggi dari mereka, loyal dan cerewet," jawab Bapak Harry.

Naulida tersenyum."Terima kasih, Pak," kata Naulida.

Naulida hanya mengatakan terima kasih kepada Bapak Harry karena dia pernah menolong dan menyalamatkanku dari fitnah rekan kerja sendiri mengenai saingan etos kerja. Naulida hanya memandang Bapak Harry yang memandangiku.

"Naulida Ambriaksi, Ibu Manajer Pengelolaan. Kenapa kamu memandangi saya seperti itu? Apakah saya salah atau terlalu cepat menilai kamu?" cecar Bapak Harry.

"Tidak, Pak," sanggah Naulida.

"Baiklah. Saya selesai berbicara dengan kamu dan tidak terasa tiga puluh menit berbicara denganmu, Naulida," ucap Bapak Harry sembari berdiri dan merapikan bajunya."Kamu kembali kerja dan saya juga kembali kerja. Terima kasih sudah merespons pembicaraan saya," kata Bapak Harry sambil tersenyum lebar kepada Naulida.

"Iya, Pak. Sama-sama," ucap Naulida."Terima kasih juga sudah membuat saya tercengang," celetuk Naulida.

"Apa?" tanya Bapak Harry.

"Tidak, Pak. Bukan apa-apa," jawab Naulida.

Bapak Harry meletakkan nasi kotak yang terdapat tulisan nama restoran kesukaan Naulida. Restoran itu adalah rumah makan yang memiliki rasa nasi pecel yang enak.

"Ini sarapan untuk kamu dari Alexander, anak saya," ucap Bapak Harry dengan menarik satu garisan panjang di bibirnya sambil menatapku.

Bapak Harry ke luar dari ruangan dan meninggalkan nasi kotak di meja Naulida. Ia membuat Naulida pusing kepayang karena pernyatan mengenai perasaan Alexander Perdana.

"Ah, kenapa perasaan ini membuatku bingung? Dari mana Alexander tahu kalau aku suka nasi pecel?" Naulida bertanya-tanya kepada dirinya.

Perasaan Naulida menjadi tak karuan sehingga ia memiliki banyak pertanyaan di benaknya. Ia melirik nasi kotak yang diberikan melalui Bapak Harry dari Alexander sambil mengernyitkan dahi.