Chereads / Aku Bukan Istri Setia / Chapter 38 - Pertemuan Yang Tidak Diduga

Chapter 38 - Pertemuan Yang Tidak Diduga

Mayang masuk kerja seperti biasa. Karena pengajuan pengunduran diri yang dia lakukan, maka wajib dia untuk melatih anak baru untuk menggantikan posisinya.

Berita tentang rumah tangganya sudah menyebar, juga bayinya yang tewas terpanggang. Menjadi cibiran banyak orang, termasuk Stevan. Mayang hanya tersenyum. Dia memilih untuk tidak menggubrisnya. Fokus untuk satu bulan bekerja, setelah itu dia akan pergi dari bank itu.

Sepulang bekerja, Mayang pergi ke restoran, tempat di mana dia akan menjadi 'Bos'. Banyak hal yang diajarkan Andini, mulai dari manajemen hingga kegiatan operasionalnya. Mayang yang semula ragu menjadi mantap memimpin restoran itu.

"Din, kayaknya aku harus ngontrak deh." Mayang berucap setelah restoran closing cashier.

"Kok kepikiran ngontrak? Enggak betah apa tinggal sama aku." Andini berkata santai. Malam-malam begini dia gencar memperbaiki make upnya. Entah ingin bertemu dengan siapa.

"Bukan begitu, Din. Aku enggak enak saja ngrepotin kamu. Lebih baik aku ngontrak saja." Mayang punya alasan kuat kenapa harus pisah rumah dengan Andini. Sahabatnya itu terlalu royal. Memberikan segalanya kepada Mayang. Mayang sampai tidak enak sendiri. Lebih baik dia hidup sendiri walau dikontrakan kecil.

Andini menutup alat make upnya. Mengalihkan pandangan sepenuhnya kepada Mayang.

"Yah, Mayang. Padahal asyik banget lho ada kamu. Aku jadi tidak kesepian." Andini sangat menyayangkan.

"Aku tahu, Din. Tapi enggak selamanya kan aku numpang sama kamu. Aku harus berdikari sendiri, Din. Supaya aku bisa sesukses kamu."

Andini memasang wajah kecut sambil memandang ke atas. Tiba-tiba, sebuah ide tercetus di kepalanya.

"Mayang, bagaimana kalau kamu tinggal di samping kontrakan keponakanku."

Mayang mengernyit dahi. "Tinggal di sana?"

"Iya, terakhir aku mampir ke sana. kontrakan sebelahnya kosong. Sepertinya cocok deh buat kamu, tapi maaf tempatnya mungkin agak kumuh."

Mayang termenung. Dia merasa Andini punya maksud terselubung dengan menyuruhnya untuk tinggal di sana.

"Aku ingin kamu memata-matainya. Kemanapun dia hendak pergi. Siapa saja wanita yang dia bawa ke kontrakan."

Tepat dugaan Mayang. Andini memberikannya misi khusus untuk memata-matai keponakannya. Memangnya ada apa sebenernya, sampai harus melakukan itu.

"Kok pakai dimata-matai segala, Din. Memangnya Bandar obat-obatan terlarang?"

"Sssttt! Bukan begitu. Aduh gimana ya menjelaskannya. Intinya, aku mau kamu terus mengawasinya, Kamu mau kan melakukannya untukku, Mayang?"

Mayang mengiyakan. Dia tidak mungkin menolak permintaan Andini yang sudah banyak menolongnya. Walaupun terkesan aneh. Mayang menjadi penasaran siapa sosok keponakan itu.

Malam itu juga, Mayang langsung diajak ke lokasi kontrakan. Barang-barangnya sudah dikemasi untuk dibawa ke sana.

Memang benar kata Andini. Tempatnya kumuh. Perkampungan yang terletak di pinggir kota. Namun berbeda saat memasuki area kontrakan. Tempatnya cukup bersih dan Rapi. Mayang sepertinya akan betah tinggal di sana.

Namun satu hal yang mengganjal benak Mayang. Andini wanita kaya raya, tapi kenapa keponakannya seolah ingin menjauhinya? Sampai-sampai menolak untuk mengurus cabang restoran. Dan memilih hidup sendiri di lingkungan kumuh seperti ini?

"Ini kamar keponakanku yang gagah, Mayang." Andini menunjukan kontrakan di samping. Terlihat raut wajahnya yang genit sambil mengerling penuh arti.

Mayang menatap aneh. Andini seperti berhasrat sekali dengan keponakannya. Padahal mungkin saja mereka masih punya hubungan darah. Mayang hanya menggeleng-gelengkan kepala.

"Tapi, jam segini kok dia enggak ada ya. ini kan waktunya dia pulang kerja."

"Mungkin nongkrong dulu kali, Din."

Andini mendecak sebal. Sudah didatangi malah orangnya tidak ada. Padahal, dia sudah dandan cantik sekali, Perawan saja kalah.

"Ya udah deh, aku pulang dulu ya, Mayang. Kamu enggak apa-apa kan tinggal di sini?" Andini memastikan sambil matanya jelalatan kemana-mana, seolah tidak betah lama-lama di tempat itu.

"Enggak apa-apa kok. Nyaman banget tempatnya." Mayang menyakinkan. Tidak mengapa tempat yang dia tempati sekarang jauh dari kehidupannya terdahulu. Mungkin ini adalah naik turunnya takdir yang Mayang harus alami, sebelum nantinya menuju ke puncak kesuksesan.

"Semoga betah ya. Kalau ada apa-apa bilang sama penjaga kos di bawah, eits, jangan lupa sama pesanku tadi."

"Siap, Juragan."

"Hahaha, bisa saja kamu. Aku pulang ya."

"Hati-hati di jalan, Din."

Seperginyaa Andini, Mayang langsung menata barang-barang di kontrakannya. Dia merasa kurang sreg saja langsung rebahan tanpa beres-beres.

"Akhirnya selesai juga." Mayang duduk di kursi. Baru dia rasakan kalau hawa di dalam kamar agak pengap. Peluh membasahi dahinya.

"Malam begini mandi?"

"Hilangkan keringat dulu setelah itu mandi."

Mayang bergumam sambil berhadapan dengan kipas dinding. Biasanya dia tidak pernah berkeringat begini kalau di rumah. Full AC. Dia terpaksa meninggalkan rumahnya untuk sementara, sebelum mentalnya kuat untuk kembali dan mengiklaskan semuanya.

Tiba-tiba pendengaran Mayang menangkap langkah orang yang menaiki lantai dua. Tidak salah lagi pasti itu keponakan Andini. Mengingat cuma dua kamar di sini.

"Dia datang bersama dengan wanita?" Mayang bergumam. Seketika, teringat dengan pesan Andini.

"Haruskah aku memata-mati mereka, astaga." Mayang masih tidak menyangka kalau kehadirannya di sini hanyalah untuk memenuhi permintaan Andini yang nyeleneh.

Mayang tidak ambil pusing. Dia pun segera mengambil peralatan mandi untuk mengguyur tubuhnya, tapi dia tercenung saat baru menyadari kalau di dalam kontrakan itu tidak ada kamar mandi.

"Duh, ini kontrakan apa kos-kosan sih. Masa aku harus mandi di luar." Mayang menggerutu. Agak sedikit menyesal kenapa langsung menempati kos-kosan ini tanpa melakukan survey dulu.

Dengan bibir monyong lima senti, Mayang terpaksa beranjak ke kamar mandi yang letaknya masih satu lantai dengan ruangannya. Dia sempat melirik ke kamar keponakannya Andini itu yang tertutup. Dua orang. Pria wanita dalam satu kamar. Ditutup lagi. Udah ditebak mereka mau melakukan apa.

Lima belas menit kemudian, Mayang selesai mandi. Waktu tersingkat mandinya. Bukannya tidak nyaman kamar mandinya. Hanya saja, dia tidak terbiasa dengan kamar mandi yang berbagi. Walaubagaimanapun kamar mandi adalah tempat special bagi Mayang untuk berlama-lama merawat diri. Enggak asik kalau sampai antri.

Mayang keluar dari kamar mandi dengan hanya balutan handuk. Langkah kecilnya cepat hendak melintasi kamar pria itu. Namun secara tidak disangka, pintu kamar itu terbuka. Muncullah sosok yang Mayang tidak duga.

Terdiam.

Mayang mengangga begitu tahu siapa pria yang menjadi keponakan Andini. Daud Edgar. Berondong yang menggilainya.