Chereads / Aku Bukan Istri Setia / Chapter 42 - Andini Yang Tidak Terkontrol

Chapter 42 - Andini Yang Tidak Terkontrol

"Ngapain saja sih mereka di kamar itu?" Andini bergumam tidak karuan. Gelisah sendiri ingin tahu apa yang Daud, berondongnya itu lakukan bersama dengan wanita murahan yang katanya calon istrinya itu.

Mayang yang sudah berganti baju tidur membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Bersantai setelah penat seharian. Bagaimana tidak habis pulang kerja dari bank dilanjut ke restoran. Berlangsung lebih dari dua minggu membuatnya jam istirahatnya berkurang.

"Din, aku ngantuk. Mau tidur dulu."

"Yah, kok tidur sih. Enggak enak ini kalau menguping enggak ada teman ngobrol."

"Aduh, apa enggak ada kerjaan lain apa selain menguping orang gituan." Mayang menggerutu.

"Bukan masalah mengupingnya, May. Tapi suara Daud yang ingin aku dengar. Aku rindu sekali mengobrol dengannya seperti dulu. Berpelukan sampai berkeringat bersama, tapi entah kenapa dia menjauh. Setiap kali aku menemukan kosnya, dia selalu menghindar. Pindah ke tempat lain yang sekiranya aku tidak tahu."

Mayang merasa kasihan dengan Andini. Segitu cintanya dia sama Daud. Padahal menurut Mayang, Daud biasa saja. Hanya bedanya tubuhnya saja yang terlihat lebih gagah dan sangar sekarang. Mungkin itu yang membuat Andini terhanyut nafsu. Dari raut wajah serta gesture tubuhnya, Mayang tahu kalau Andini sudah sangat gatal. Ingin segera digaruk oleh keperasaan Daud.

"Ya, udah, aku temenin."

"Nah gitu dong. Kamu memang sahabatku yang paling baik."

Mayang terpaksa menahan kantuknya. Beberapa kali dia menutup mulutnya karena menguap.

Sedangkan, Andini kembali fokus menguping. Matanya sampai menyipit karena suara dari sebelah yang semakin lama semakin pelan. Namun, wanita itu mulai terbiasa dengan gaung-gaung dari udara yang terperangkap di dalam gelas.

Di sela suara televisi, samar-samar Andini mendengar suara penghuni kamar sebelah. Suaranya tarik menarik dengan suara televisi. Muncul dan tenggelam. Andini tidak jelas apa yang sedang mereka bicarakan. Kadang terdengar suara tawa, kadang diam. Membuat Andini semakin penasaran. Sambil mendengarkan, Tangan satunya masih mengelus bagian bawah yang mulai merekah. Menunggu detik-detik persetubuhan terjadi.

"Aw, Daud! Jangan pelintir yang itu!"

Tiba-tiba, terdengar suara Riyanti menjerit. Jeritannya berbeda. Ada manjanya. Khas wanita yang pura-pura menolak, tapi kalau sudah 'dikasih' minta tambah.

"Dasar wanita murahan!" Andini geram. Mayang hanya terkekeh melihat tingkah sahabatnya. Matanya yang semula bergelayut berat, mendadak membuka lebar karena mendengar suara jeritan tadi. Rasa kantuknya agak berkurang.

"Sudahlah, Din. Daripada kamu uring-uringan begitu. Mending labrak saja. Pergoki mereka telanjang. Kan seru." Mayang mengompori sambil tertawa. Andini dengan raut wajah ditekuk tampak menoleh ke Mayang.

"Ide yang bagus, May. Nanti kamu jangan misahin aku kalau seandainya aku berantem sama dia. Benar-benar sialan tu jalang. Berani-beraninya merebut berondongku."

Tawa Mayang hampir terlepas, tapi buru-buru dia menutup mulutnya. Jangan sampai suaranya menganggu enak-enak di kamar samping.

Tiba-tiba, volume TV kamar sebelah dinaikkan. Tidak ada suara yang lain lagi. Jelas kedua sejoli itu tidak sedang menonton TV melainkan tengah memulai sesuatu. Sesuatu yang enak dan nikmat.

"Ayo sini, Sayang. Nakal banget kamu." Suara Bass Daud menggema.

"Tuh kan. mau ngapain mereka coba." Andini uring-uringan. Cemburu parah. Ya, kalau volume tv ditinggikan, tandanya mereka akan menyamarkan suara desahan. Mayang membatin.

Walau uring-uringan begitu, Andini tetap saja menguping. Dia menekan telinganya ke ujung gelas. Suara TV malah makin jelas. Suara lain tidak terdengar.

Mungkin ada suara desahannya, tapi suara TV kejam sekali. Menutupi semuanya. Volumenya tinggi sekali.

Namun, Andini terlihat sangat gigih. Hanya karena ingin mendengarkan suara Daud yang bercengkrama. Dia sampai harus menahan pegal dengan posisi jongkok seperti itu. Terlebih lagi kondisinya yang setengah telanjang. Andini tengah melakukan pemuasan diri. Dia bahkan tidak memperdulikan Mayang yang sedari tadi melihat gerak-geriknya.

Kegigihannya membuahkan hasil. Perlahan dia mendengar suara desahan dan juga erangan. Erangan genit seorang wanita yang sedang digumuli lelaki. Andini terdengar mengumpat dan mengatai wanita yang tidak lain Riyanti itu.

Walaupun sebal setengah mati, Andini terus saja bertahan dengan posisinya. Bermodal gelas, dia menguping. Desahan itu kadang datang dan pergi. Andini membayangkan betapa pintarnya Daud yang jantan itu.

Melakukan persenggamaan dengan si betinanya. Terdengar erangan nikmat lalu diam, mungkin si Jantan sedang melumat habis si bibir Riyanti sampai mulut si betina itu sudah tidak mampu lagi untuk berdesah.

Terbayang bibir Daud yang lebar dan tebal serta hitam dengan liarnya melumat habis bibir ceweknya. desahan kembali terdengar.

Di antara suara TV yang tinggi itu, baik Andini dan Mayang mendengar jeritan kecil.

Lalu, tawa yang mesra dari mulut si Riyanti, merasa kenikmatan sekali tampaknya dia. Entah apa yang Dilakukan Daud.

"Enak sekali ya jadi wanita murahan itu. Bisa merasakan kegagahan dari Daud. Tubuh kekarnya yang dipenuhi keringat. Dipeluk. Duh, enaknya." Andini tidak berhenti menceracau. Jemarinya terlihat intens bermain-main di bawah sana. Sedangkan Mayang hanya tercenung. Kalau boleh jujur dia juga merasakan hal yang sama dengan Andini. Suara bercinta pasangan itu sukses membuat bagian bawahnya berkedut-kedut. Namun, Mayang masih bisa mengontrol. Masih menyadari kalau Nafsu berlebihan bisa sangat menjerumuskan.

"Daud lakukan padaku juga. Aku ingin sekali digagahi seperti itu." Andini bergumam. Hal yang membuat Mayang risih adalah ketika Andini sudah melepas sebagian pakaiannya. Meremas miliknya, memainkan bawahnya. Membayangkan bercinta dengan Daud juga. Mayang sampai menahan nafas melihat kegilaan Andini. Bagaimana nafsu berlebih membuatnya melakukan hal di luar batas.

Lama sekali persenggamaan kamar sebelah. Hampir mendekati dini hari. Mayang masih setia menemani Andini yang belingsatan sendiri. Lantai sudah banjir gara-gara dia keluar berkali-kali. Melakukan pemuasan diri hanya dengan menguping.

Sampai pada puncaknya. Daud mengerang. Sepertinya dia sedang berusaha mengkayuh pedal menuju klimaks. Andini yang sudah kepanasan semakin mempercepat jarinya. Tubuhnya menggelinjang sendiri. Mayang sampai harus turun dari ranjang untuk menutup mulut sahabatnya. Jangan sampai suara teriakannya terdengar di kamar sebelah.

"Aku lemes bestie." Andini berujar. Tubuhnya mengejang hebat. Andini seperti berada di ambang-ambang mau mati. Tubuhnya ringan seolah ingin melayang.

"Sebaiknya kamu istirahat di ranjangku, Din." Mayang tampak kesusahan membopong tubuh Andini menuju ranjangnya layaknya orang mabuk. Andini memang mabuk, tapi mabuk nikmat. Tidak ada tandingan.

Mayang heran sekaligus khawatir. Heran sejak kapan sahabatnya menjadi 'gila' akan nafsu seperti ini. Khawatir kalau ini adalah sebuah kelainan. Alangkah baiknya kalau Andini dibawa ke psikiater, tapi Mayang takut sahabatnya tersinggung.

"Kamu istirahat saja ya, Din. Biar aku bersihkan bekas 'pipis'mu." Mayang berkata. Andini tidak menjawab saking lemasnya. Terdengar dia bergumam tidak jelas. Mungkin sedang menyebut nama Daud.

"Wah, harus dipel nih." Mayang melihat banjir yang membasahi lantainya. Dia hendak keluar mengambil bak dan juga kain pel.

Namun, tepat saat dia keluar dari kamar itu, di kamar sebelah muncul Daud yang sedang menyalakan rokoknya. Dia hanya menggunakan boxer.