'Duh, kenapa pakai acara berpapasan dengan Daud sih.' Mayang menggerutu. Kain Pel dan bak berada di dekat kamar mandi yang artinya dia harus melewati Daud.
Daud hanya melirik sekilas. Dia terlihat bertolak pinggang sebelah sambil tangan satunya yang memegang rokok. Tubuhnya penuh keringat, bekas bercinta tadi. Sengaja dia agak condong ke arah Mayang. Mau memamerkan tubuhnya yang seksi.
Mayang menghela nafas. Dengan sedikit menunduk, dia berjalan menuju kamar mandi. Saat melewati Daud, dia mencium aroma maskulin, tapi Mayang acuh saja. Tujuannya hanya menggambil kain Pel.
Setelah mendapatkan pel dan mengisi ember dengan air, dia kembali. Langkah kecilnya sangat cepat, tapi mendadak dia dihadang oleh tubuh besar Daud.
"Ngapain Bu Mayang malam-malam ngepel?"
Mayang mendengus pelan. Padahal sebentar lagi, dia sampai kamarnya dengan selamat. Tanpa harus meladeni si begajulan ini.
"Mau saya ngepel tengah malam, mau saya mandi kembang, itu bukan urusan kamu."
Daud terkekeh. Bajingan sekali caranya tertawa.
"Mandi kembang? Memangnya habis ngapain Bu? Apa Bu Mayang kebasahan mendengar saya bercinta tadi."
Telinga Mayang seperti terbakar. Oh, baru tahu dia sekarang. Ternyata Daud memang sengaja membuat Riyanti mendesah kuat supaya kedengeran ke kamar sebelah. Sayangnya, bukan Mayang yang basah, tapi Andini sahabatnya.
"Basah kamu bilang? Justru aku mau menegur kamu. Kalau bercinta jangan berisik. Amatir."
Daud terhenyak. Pedas sekali perkataan Mayang. Singkat tapi menusuk. Dan lagi, setelah Daud amati, wajah Mayang tidak seperti wanita yang bernafsu, justru tegas menakutkan.
"Minggir! Jangan halangi jalan saya!" tandas Mayang. Daud refleks memiringkan tubuhnya. Aura galak dari Mayang cukup membuatnya ciut.
"Bu Mayang, tunggu sebentar."
Mayang menghentikan langkahnya. Memutar badan. Terlihat Daud masuk ke dalam kamarnya. Tidak berapa lama, dia kembali dengan membawa dalaman.
"Ini dalaman Bu Mayang yang kuambil dari kamar mandi."
Wajah Mayang memanas. Betapa tidak! Benda yang sangat pribadi dari kaum wanita itu disimpan oleh berondong kekar seperti Daud.
"Kurang ajar kamu. Kenapa kamu ambil pakaian dalamku?" Mayang menurunkan bak dan kain pelnya untuk merebut pakaian dalam itu. Dia sudah sangat ingin menampar pria yang dalam kondisi telanjang dan basah itu. Celana boxernya saja sampai basah bermandikan keringat. Namun mengingat hari sudah malam, dia tidak ingin membuat keributan. Apalagi ada Andini yang sedang istirahat di dalam.
"Awalnya saya iseng mengambilnya. Salah sendiri ketinggalan di kamar mandi pas saya mandi." Daud menjelaskan dengan tatapan misteriusnya.
Mayang memeriksa pakaian dalamnya. Baunya wangi bekas dicuci.
"Kamu mencucinya?"
"Iya, Bu. Saya sempat memakainya karena baunya mengugah selera. Bau badan Bu Mayang yang menempel di pakaian dalam itu sungguh memabukan."
Mayang terperanjat. Dia sudah menduga kalau Daud yang mengambilnya dan menggunakan pakaian dalamnya untuk hal yang tidak-tidak. Dia merasa geli sendiri. Membayangkan pria kekar itu membaui pakaian dalamnya, terlebih lagi menempelkannya dengan traktor besar yang bersemayam di dalam celana itu. Astaga, Mayang merasa sangat ternoda.
"Idih! Jijik!" Mayang sontak melempar pakaian dalamnya sendiri. Mana mau dia menggunakan benda yang sudah diendus pria lain. Justru merendahkan harga diri Mayang.
"Kenapa dibuang Bu?"
"Kamu punya otak enggak! Mana mau saya pakai bekas kamu. Lagian, bisa-bisanya kamu melakukan hal yang menjijikan seperti itu."
"Itu salah Ibu, kenapa jadi wanita terlalu menggairahkan."
"Tutup mulutmu Daud! Aku tidak menyangka kalau kamu sebrutal ini. Padahal ketika di bank, kamu sangat baik."
"Saya jadi begini gara-gara Ibu."
Mayang terdiam. Duh, kenapa harus mengungkit-ungkit masa lalu sih. Daud jadi teringat akan luka lama. Luka saat Mayang menolaknya. Menyuruhnya untuk menjauh. Namun beberapa bulan kemudian, mereka dipertemukan kembali dan perubahan besar terjadi di antara mereka. Mayang yang galak dan kejam, sedangkan Daud nakal dengan sifat buayanya.
"Kenapa diam Bu? Merasa bersalah ya?"
Mayang menatap lamat Daud. Mereka saling beradu pandang. Menyelami perasaan yang pernah terjadi di masa lalu.
"Salah? Apa yang salah dari diriku? Aku hanya ingin kamu menjauh saja. dan kamu seharusnya paham akan hal itu kan?"
Daud merasakan sesak. Bukan Mayang yang salah, tapi dirinya yang terlalu berharap. Sampai detik ini, perasaan Mayang juga tidak berubah. Malah Daud yang frustasi sampai kembali ke habitat awalnya. Penakluk wanita. Penghancur nafsu paling brutal yang membuat semua wanita tidak berdaya. Tapi itu tidak ada gunanya. Kalau perasaanya hampa. Dia memang rajanya kalau soal nafsu. Namun soal hati dia lemah.
"Kalau memang ada wanita yang sangat kamu sukai dan kamu ditolak, buktikan dengan sungguh-sungguh. Perbaiki diri menjadi lebih baik. Bukan dengan melampiaskannya dengan banyak wanita. Jujur, aku pribadi kecewa melihat kamu yang sekarang Daud. Semoga saja setelah menikah dengan siapa itu calonmu, Riyanti? Tabiatmu membaik.
Jangan sampai Riyanti hanya kamu jadikan pelampiasan karena cinta masa lalu yang tidak kesampaian."
Daud termenung. Meresapi setiap perkataan Mayang yang entah kenapa menyengat. Menamparnya atas sebuah kesalahan besar yang seharusnya dia hentikan.
"Sekarang kamu mengerti kan Daud. Kamu masih muda. Gagah rupawan. Jalan hidupmu masih panjang. Aku tidak ingin kalau kamu sampai salah jalan. Jangan menyalahgunakan kelebihan fisikmu untuk memperdaya wanita lain. Jadilah lelaki yang benar-benar Gentleman. Jangan suka memainkan hati wanita. Ok?"
Daud mendengarkan betul-betul. Dia seperti dinasehati ibunya sendiri. Tidak salah dia menggagumi Mayang. Wanita itu terlihat mahal dan berkelas. Jarang ada wanita yang bisa menasehatinya seperti itu. Mereka bisanya hanya ingin tubuh kekar dan si Adik yang perkasa. Urusan ranjang saja yang ada di kepala mereka, membuat Daud jengah. Walaupun dia tahu betapa pahitnya masa lalu Mayang, tetapi yang membuatnya salut adalah wanita itu terlihat lebih tegar dan dewasa sekarang. Pesonanya tidak lagi seksi menggairahkan, melainkan meneduhkan. Namun, tetap saja dia tidak mampu menahan adiknya kalau didekat Mayang.
Mayang tersenyum. Dia tahu kalau Daud benar-benar memikirkan omongannya. Baguslah. Semoga setelah ini dia berubah menjadi pribadi yang lebih baik.
Namun, Mayang merasa ada yang aneh. Wajah Daud terlihat biasa saja, tapi kenapa adiknya mencuat.
Mayang menggeleng-gelangkan kepala. Ternyata kemesuman tidak bisa hilang dari pribadi Daud. Daud memang bisa berpikir lebih rasional, tapi siapa yang bisa menahan besarnya nafsu.