Chereads / Aku Bukan Istri Setia / Chapter 47 - Main Berondong

Chapter 47 - Main Berondong

Mayang merebahkan diri di atas ranjang. Sepulang dari membeli mobil tadi, Andini langsung mengantarkannya ke kos. Mobil yang dihadiahkan dibawa ke rumah dengan alamat yang berbeda. Rumah yang sudah disediakan Andini sebagai bonus kalau Mayang berhasil menjalankan misinya.

Wanita itu termenung lama. Sekarang dia dibuat pusing memikirkan bagaimana cara menyatukan Andini dan Daud. Sulit sekali sepertinya mengingat Daud yang tidak suka dengan Andini yang begitu agresif.

"Harus bagaimana aku?"

Mayang bergumam. Menurutnya Andini dan Daud itu sangat cocok. Buaya yang bisa saling memangsa di ranjang. Tapi, entah apa yang dilakukan Andini di masa lalu, sampai Daud itu menjauh. Tidak ingin berhubungan dengan Andini lagi. Apa mungkin karena Andini punya kelainan dalam bercinta?

Ketika Mayang sibuk dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk.

"Permisi Bu Mayang."

'Daud? Sudah pulang dia? Dan ngapain dia mengetuk pintu kamarku malam-malam begini?'

Mayang melompat dari ranjang. Dia menggunakan jaket untuk menutupi tubuhnya yang menggunakan baju tidur. Tidak ingin Daud berceloteh yang tidak-tidak nanti.

"Iya, ada apa?" Mayang berkata ketus. Hanya terlihat wajahnya di ambang pintu.

"Mohon maaf, Bu. Menganggu malam-malam, saya hanya ingin memberi tahu bahwa ibu lupa mengambil kupon hadiah."

"Kupon hadiah?"

"Benar, Bu. Setiap pembelian satu mobil premium. Ibu berhak mendapatkan kupon."

Mayang saja tidak tahu kalau ada kupon. Mungkin Andini yang mengetahuinya ketika membayar tadi, tapi sengaja tidak diambilnya. Orang kaya seperti dia tentu tidak mempersoalkan kupon tersebut.

Tunggu sebentar, ada yang aneh. Kenapa sikap Daud berubah sopan seperti ini.

Mayang memperhatikan lamat-lamat Daud. Bibirnya yang tebal itu tidak mengeluarkan godaan-godaan panas seperti biasa.

"Itu saja yang saya sampaikan, Bu. Mohon maaf menganggu waktu istirahatnya."

Pria bertubuh tegap itu berlalu. Mayang merasa Daud seperti orang lain. Benaknya bertanya-tanya, apa sikap Daud berubah gara-gara pembelian mobil Porsche tadi?

"Tunggu, Daud."

Pria itu membalikan badan saat aku mendekat.

"Makasih infonya ya. kalau ada waktu, akan kuambil kuponnya. Pamerannya masih lama kan?"

"Masih seminggu lagi, Bu."

Itu saja yang keluar dari mulutnya sebelum masuk ke dalam kamar. Padahal Mayang sudah pasang badan. Siapa tahu pria itu melemparkan celotehan nakal seperti biasa. Namun kenyataannya, Mayang yang sudah sedekat itu dianggurin.

"Daud, kenapa sih? sikapnya aneh gitu?"

Mayang bertanya-tanya. Jujur saja, dia lebih suka Daud yang apa adanya. Begajulan. Dibandingkan dengan diam tanpa alasan yang jelas. Membuat batin Mayang bertanya-tanya.

'Duh, ada apa dengan diriku ini? bukannya bagus kalau Daud tidak menggoda lagi?'

Mayang berusaha menyakinkan diri bahwa ini adalah hal yang baik. Daud tidak lagi mengacaukan hidupnya di kos ini. Namun di sisi lain, Mayang merasa seperti ada yang hilang. Entah apa.

Pagi harinya, ketika mereka bertemu kembali di teras. Tidak ada yang terucap dari bibir pria itu. Dia bahkan sampai mempersilakan Mayang mandi dulu.

'Biasanya kan dia menerobos mandi duluan. Terus menggodaku. Kenapa sekarang tidak?'

Batin Mayang terus mempertanyakan tentang pribadi Daud. Ada sesuatu yang tengah pria itu pikirkan. Yang membuat perilakunya berubah.

'Aku harus mencari tahu.' Mayang bertekad sebelum mengguyur tubuhnya dengan air.

Sore harinya, Andini menjemputnya kerja. Kalau sudah menjemput begini pasti ada maunya.

"May, temani aku main berondong yuk?"

"Hah?"

"Iya, bosen nih nunggu Daudku tidak kunjung juga menggagahiku lagi, hehehe. Kalau kamu mau, aku pesankan satu lagi untukmu."

"Enggak mau ah." Seumur hidup Mayang tidak pernah menggunakan jasa berondong. Dia merasa geli sendiri kalau ditawari begitu.

"Yah, enggak seru dong. Masa aku main sendiri." Wajah Andini memelas. Kalau sudah begini, Mayang yang tidak tega.

"Aku temani kamu saja deh, tapi enggak ikut main ya."

"Serius? Nanti kalau kamu pengen gimana?"

"Aku pakai headset. Enggak akan ngedengerin kamu dan berondongmu main." Mayang menandaskan.

Setelah obrolan kecil itu, mereka menuju hotel. Kamar yang dipesan Andini adalah President Suite. Kamar paling mahal. Gila! Padahal hanya untuk bercinta dengan satu berondong.

"Kamu tunggu di sini ya, aku mau siap-siap. Kalau berondongku datang, kamu ajak ngobrol dulu."

Mayang hanya mengiyakan. Andini terlihat meletakan tasnya di atas meja ruang tamu sebelum beringsut menuju kamar mandi. Terdengar guyuran shower, menandakan dia tengah membersihkan seluruh tubuhnya yang polos.

Ting-tong.

Bell berbunyi. Yang ditunggu datang juga. Mayang beringsut membukakan pintu.

"Selamat sore, Tante." Terlihat pria muda berpenampilan necis. Usianya mungkin dua puluh tahunan.

"Sore, silakan masuk."

Mayang mempersilakan pria itu duduk. Sekilas saja, Mayang sudah tidak berselera. Dari dulu, dia memang paling tidak suka yang namanya berondong. Pria matang bertubuh gempal dengan perut buncit adalah idamannya. Sialan! Dia malah teringat dengan Marwan.

"Perkenalkan nama saya Rudi, Tante."

Mayang hanya tersenyum. Pria muda itu terlihat memainkan kerlingan mata, seolah ingin menggoda Mayang.

"Tante, cantik banget deh sore ini."

"Heh! Bukan saya yang pakai kamu. Orangnya lagi ada di dalam sedang mandi."

Pria bernama Rudi itu menarik tangannya. Dia terlihat nyengir sambil menggaruk-garuk kepalanya. Malu mungkin.

Tidak berapa lama, muncul Andini di ambang pintu. Dia terlihat menggunakan jubah mandi yang disediakan hotel. Tubuhnya menguar bau harum menggoda.

"Rudi, sini." Andini melambaikan tangan. Pria itu bangkit dan mendekat.

"May, aku main dulu ya." Andini berujar dengan sumringah. Dia menarik tangan berondong itu sampai tenggelam di balik pintu. Selanjutnya bisa ditebak apa yang terjadi dengan mereka.

Mayang tenang duduk di kursi. Dia mendengarkan music untuk menampik erangan nikmat dari dalam kamar.

Drrt…drrtt….

"Ponselnya Andini bunyi lagi. Kasih enggak ya?"

Mayang memeriksa panggilan tersebut. Baru saja akan beranjak, dia dibuat termenung karena panggilannya berasal dari Daud.

'Untuk apa Daud menghubungi Andini? Ada keperluan apa?' Mayang bertanya dalam hati. Namun, dia tidak berpikiran macam-macam. Membawa ponsel itu untuk diberikan ke Andini.

'Loh kok mati?' Baru saja akan mengetuk pintu. Ponsel itu sudah tidak bersuara lagi. Mayang pun kembali membawa ponsel itu ke meja.

Tepat ketika ponsel itu mati, Mayang iseng menggeser layarnya. Terdapat sebuah video vulgar terpampang di sana.

'ini kan video Daud mandi?'