"Bagaimana? Kamu sudah mendapatkan informasi mengenai Daud?" Andini memasang wajah cerah penasaran. Mayang yang baru saja sampai di restoran, mendengus pelan.
"Dia punya calon istri yang namanya Riyanti. Dia tidur semalam dengan Daud." Mayang berkata dengan enggan. Masih jengkel dengan dua sejoli yang menjijikan itu. Belum lagi sifat Riyanti yang bar-bar. Tidak tahu aturan.
"Hah! Calon istri? Emangnya seperti apa penampilannya." Nada bicara Andini terdengar cemburu. Yang ditanya bukan seperti apa orangnya, malah seperti apa penampilannya. Mungkin saja Andini ingin membandingkan dengan dirinya.
"Lumayan berisi, tapi masih seksian kamu." Mayang menjawab sekenanya. Wajah Andini bersemu merah dipuji sahabatnya, tapi mendadak cemberut.
"Seksian aku. tapi, Daud enggak mau sama aku."
"Din, kamu kenapa sih terobsesi banget sama Daud. Kenapa kamu tidak cari berondong lain saja." Mayang langsung ke intinya. Pertanyaan yang dari semalam ingin dia tanyakan kepada Andini.
"Rasanya beda May, dia itu special. Ibarat martabak, telornya empat." Andini terkekeh, tapi dia terdiam saat melihat raut wajah serius Mayang.
"Aku enggak tahu pasti May. Yang jelas setelah kejadian malam itu, aku merasa susuku ini sudah cocok kalau diminum dia. Liangku lebih terasa kalau dihujam miliknya. Itulah yang membuatku susah mencari berondong lain. Daud tidak tertandingi."
"Bentar, bentar. Jangan bilang kamu pernah menjajal keponakanmu sendiri?"
Andini tertawa lepas melihat ekspresi wajah Mayang. Dia seperti ibu yang sedang menginterogasi anaknya sendiri.
"Santai May, jangan tegang gitu. Keponakan itu hanya istilah saja. Supaya lebih akrab dengan berondong. Kamu paham kan maksudku?"
"Jadi maksudnya, dia bukan satu darah sama kamu?"
"Ya enggak lah. Gila."
Mayang menghela nafas. Takut sekali sahabatnya itu salah jalur.
"Oh, iya. hari ini aku ajarin kamu untuk pembukuan ya. Meskipun ada akuntan sendiri, tapi kamu wajib tahu rincian dana-dana yang digunakan." Andini mengalihkan pembicaraan. Mayang pun sangat antusias. Walaupun capek kerja seharian di bank, tapi entah kenapa dia seolah menemukan suntikan semangat kalau mempelajari hal-haL baru.
Kalau boleh jujur, sebenernya Mayang ingin bilang untuk pindah kos saja. Dia merasa risih kalau setiap malam mendengar suara lenguhan mereka. Juga kejadian tadi pagi yang sengaja enggak Mayang ceritakan ke Andini. Andini terlihat senang kalau Mayang menjadi mata-mata Daud. Mayang tidak ingin merusak kesenangan sahabatnya.
Hitung-hitung sebagai bentuk balas budi Mayang.
"Sudah malam, ayo aku antar pulang." Sudah menjadi kebiasaan Andini mengantar Mayang pulang setelah penutupan kasir. Sebenernya Andini ingin meminjamkan mobil tapi Mayang menolaknya. Naik motor juga Mayang menolaknya, karena sudah lama dia tidak menggunakan motor. Jadi tidak terbiasa.
Apalagi naik taksi online, Mayang trauma. Tubuhnya yang terlalu seksi ini mampu memancing para pengemudi berbuat tidak-tidak, terlebih malam hari. Walaupun, apa yang ada di dalam pikirannya terlalu berlebihan, tapi itu Mayang lakukan karena ingin lebih menjaga dirinya dan kehormatannya.
Tidak ingin melakukan kesalahan yang sama!
"Aku pulang dulu, Din." Mayang berucap setelah sampai depan gang. Selebihnya dia jalan kaki menuju kosnya.
"May, tunggu."
Mayang yang semula ingin membuka pintu mengurungkannya.
"Ada apa, Din."
"Pengen deh, nginap di kosmu. Pengen dengar pejantanku beraksi."
Mayang terkekeh. Andini itu bagai putri raja yang anti sama tempat yang terlalu sederhana. Semalam saja dia seperti ingin cepat-cepat pergi dari sana. Dan sekarang, tiba-tiba dia pengen menginap.
"Kamu enggak lagi mabok kan, Din? Memangnya tidak takut apa kulit mulusmu itu gatal-gatal kalau tidur di ranjang lusuh?"
"Bukan gatal lagi, tapi alergi. Mau bagaimana lagi. Aku penasaran dengan berondongku itu. Kangen suara erangannya yang jantan. Kangen aroma tubuhnya. Kangen digagahi juga."
"Aduh, Din segitunya." Mayang menggaruk-garuk dahinya. Dia tidak menyalahkan Andini karena dulu Mayang juga seperti itu. Tidak bisa bisa mengontrol nafsu. Akibatnya, keluarga Mayang hancur. Sekarang Mayang lebih hati-hati supaya hal yang sama tidak terjadi lagi.
"Aku parkir mobil dulu ya." Andini mendesis. Rona wajahnya berubah sayu menantang. Pertanda dia terangsang. Bagian bawahnya pasti sudah berkedut riang.
Andini menitipkan mobilnya di tempat penitipan mobil di luar gang. Lantas berjalan membuntuti Mayang.
Mayang dulu yang masuk. Melihat situasi. Rupanya Daud dan Riyanti berada di dalam kamar. Mayang bisa melihat sepatu mereka yang berjejer. Fantovel hitam besar dan sepatu kets pink.
"Tuh kan berondongku lagi main sama wanita bayarannya." Andini berceloteh iri. Mayang langsung memberikan kode kepada Andini untuk tidak berisik. Andini langsung menutup mulutnya dan mengekori Mayang masuk ke dalam kamarnya.
"Semalaman aku enggak bisa tidur mendengar suara mereka." Mayang berdusta. Nyatanya dia bisa tidur sekalipun kamar sebelah berisik minta ampun.
"Jadi dari sini bisa kedengeran dong." Mata Andini berbinar, seolah menemukan harta karun.
Mayang mengangguk malas. Dia menanggalkan pakaiannya. Bersiap untuk mandi. Udah dua hari dia mandi malam di kos, semoga saja tidak mengalami penyakit rematik.
"Din, aku mandi dulu ya."
"Lho emangnya kamar mandinya di mana?"
"Tuh! Diujung lorong."
"Oh, eh May, kamu ada gelas enggak?"
Mayang mengernyit dahi, "Buat apa?"
"Udahlah jangan banyak tanya, penting ini."
Mayang bergerak ke sudut ruangan, di mana peralatan makan dan minum sudah di tata dengan rapi.
"Ini." Mayang menyodorkan gelas bening. Andini dengan antuasias menerima gelas itu. Kalian tahu apa yang dia lakukan? Andini meletakan gelas di dinding sambil menempelkan telinga. Andini menguping kamar sebelah.
"Ada-ada aja kamu, Din." Mayang beringsut keluar. Percuma saja menasehati orang yang sedang dilanda nafsu. Mayang lebih memilih meninggalkannya untuk mandi.
Tidak membutuhkan waktu lama, Mayang selesai. Mandi dalam keadaan berdiri kurang menyenangkan. Selama ini dia selalu nikmat berselonjoran di bath up. Mengelus-elus kulitnya sampai kinclong. Tidak seperti sekarang.
Mayang berhenti sejenak di depan kamar Daud karena mendengar suara desahan manja. Sayangnya tidak begitu jelas karena berbaur dengan televisi.
"Kenapa aku ikutan menguping?" Mayang menggerutu. Salah mereka yang mendesah kencang. Masuk ke telinga Mayang. Membuat Mayang kepo saja.
Mayang masuk ke kamarnya. Andini masih di posisi yang sama. Duduk sambil tangannya memegang gelas dan satu tangannya lagi tampak menyentuh sesuatu di bawah sana. Wajahnya mengisyaratkan kenikmatan.