Di depan gerbang sekolah sesosok pria berbadan tambun besar tengah berdiri sambil mengawasi anak anak yang masuk ke dalam sekolah. Yang tidak lain adalah Pak Marwan. Pria berusia cukup matang yang menjadi kepala sekolah di sekolah swasta tersebut.
"Selamat Pagi, Pak. Apa kabar?" sapa Mayang ramah.
Yang disapa langsung menoleh. Tersenyum lebar ke arah wanita seksi tersebut.
"Eh, Bu Mayang. Kabar baik, Bu. Lagi nganter Novi ya Bu?" Antara tergagap dan antusias disapa oleh Mayang. Orang tua murid yang berbeda dari yang lain karena penampilannya yang cukup menarik dan merangsang.
"Iya, sekalian berangkat kerja, Pak."
"Oh, iya Pak Sapto belum pulang ya Bu?" Marwan celingukan ke arah mobil Mayang. Melihat siapa tahu ada suami yang memang mengantarkan.
"Suami saya kan kerja di Freeport, Pak. Setahun sekali pulang." Ada nada sedih yang terlontar dari mulut Mayang. Marwan yang mendengarnya terlihat menyeringai. Entah apa yang ada di pikiran pria tersebut. Terlebih caranya memandang Mayang memang tidak biasa. Seolah ingin memangsanya hidup-hidup.
"Oh, Berarti Ibu sendirian dong di rumah. Apa enggak kesepian?"
Mayang seperti tertohok dengan apa yang diucapkan Mawar. Menembus sampai ke ulu hati. Memang sejujurnya dia sangat kesepian. Bahkan kategorinya sudah cukup menyiksa batin. Di mana setiap malam, dia selalu menangis, meratapi kebersamaan dengan sang suami dengan hanya menggunakan Video Call. Bagian bawahnya berdenyut-denyut tanpa ada sesuatu yang bisa memuaskannya. Yang seharusnya sudah menjadi kewajiban sang suami.
"Enggak kok, Pak. Kata siapa aku kesepian. Kan ada Novi yang menemani." Mayang berkilah. Ya jelas ada perbedaan besar antara ditemani sama anak lelaki dan pria yang lebih dewasa. Novi hanya menemaninya saat sepi bukan memberikannya kehangatan batin yang menjadi jeritan hatinya setiap hari. Bahkan, Mayang sampai berhalu yang berlebihan. Berpikir untuk mencari pria dewasa lain untuk menjadi suaminya sementara waktu.
"Hahaha, Maksud saya kesepian dalam hal lain, kayak malam-malam, enggak ada yang nemenin." Marwan semakin agresif. Terlebih saat dia tahu kalau sang suami ternyata sangat jauh berada. Dia bisa menggunakan kesempatan ini untuk bisa mendekati Mayang. Membuat wanita seksi itu terjerat dari pelukannya.
Mayang terhenyak. Dia tahu reputasi kepala sekolah tersebut yang cukup hangat menjadi perbincangan para orang tua murid. Di mana, Konon Marwan memiliki wanita simpanan yang begitu banyak. Padahal dia sudah mempunyai dua istri. Mayang menjadi penasaran. Masa dua istri tidak sampai memuaskan Mawar, sampai-sampai dia harus sembunyi-sembunyi dengan wanita lain. Apa sebegitu perkasanya kepala sekolah itu?
Mayang membandingkan dengan Sapto, suaminya. Bisa dibilang Sapto adalah pria yang sangat baik. Penyayang terhadap keluarga. Kebutuhan nafkah tidak pernah telat. Bahkan, Mayang tidak pernah mengeluarkan uang sama sekali untuk kebutuhan rumah tangga, dan hanya menggunakannya untuk kepentingan diri sendiri. Bahkan, Sapto sampai menambah uang, sehingga kadang uang milik Mayang utuh dan bisa disimpan.
Namun kategori pria baik seperti ini tidak selamanya membuat Mayang bahagia. Apalagi saat Mayang membutuhkannya, dan suaminya tidak ada di sampingnya. Jelas sangat menyiksa.
Dan sekarang, dia dihadapkan dengan Marwan. Pria dewasa sepantaran dengan suaminya, yang memiliki aura nakal yang kuat. Bahkan terlihat sekali pria itu menggodanya sekarang. Entah kenapa, Mayang seperti ada adrenalin untuk bisa berhubungan dengan Marwan. Pria Badboy dengan usianya yang cukup matang. Petualangan liar yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Sudah expert, sangat jauh berbeda dengan Sapto. Marwan tentu mempunyai ribuan trik bagaimana menghadapi wanita kehausan seperti dirinya.
'Astaga, apa yang sedang aku pikirkan. Duh, jangan sampai aku tergoda dengan pria ini. Ingat Mayang kamu sudah punya keluarga. Jangan sampai karena nafsu sesaat kamu terbawa arus. Melupakan orang-orang yang menyayangimu. Aku harus kuat. Aku bisa setia.'
Mayang berikrar dalam hati. Walau kenyataannya nafsu lebih mendominasi. Bahkan, Mayang merasakan reaksi tubuhnya saat berdekatan dengan Marwan. Berdesir-desir nikmat.
"Maksud Pak Marwan apa yang bicara seperti itu? Saya memang jauh dari suami. Tapi, saya tidak pernah merasa kesepian karena setiap malam suamiku selalu menghubungi aku." Sekali lagi Mayang mengelak dengan suara bergetar. Sedikit membentak.
"Memangnya dengan video call semuanya bisa terpenuhi Bu? Apa Bu Mayang enggak ingin disentuh secara langsung, dicium, dipersebadani layaknya istri pada umumnya? Istri saya di mana-mana, tapi saya selalu memastikan mereka mendapatkan selimut yang sama."
Wajah Mayang memerah. Antara malu dan marah. Betapa pria dihadapannya ini begitu frontal. Bahkan sampai membawa istri-istrinya. Dan fakta yang mengejutkan adalah pria ini mampu memuaskan semua wanitanya secara batin. Berbanding terbalik dengan dirinya. Sial! kenapa Mayang menjadi iri seperti ini.
"Terus, apa urusannya dengan saya? Bapak jangan kurang ajar ya sama saya. Mentang-mentang suami saya sedang jauh. Apalagi, bapak ini kan tenaga pendidik. Seharusnya lebih bisa menjaga sikap!" Mayang menghardik. Keras sekali dia menahan pertahannya yang hampir jebol.
"Bagaimana saya bisa menjaga sikap kalau di hadapan saya ini ada wanita seksi. Sayang sekali tidak pernah terjamah. Gersang."
Marwan terkekeh sambil mengejek. Hal yang dirasakan Mayang pada saat itu bukan penghinaan, melainkan suara tawa Marwan yang mirip pria-pria bajingan yang berhasil menaklukan wanita. Mayang merutuki dirinya sendiri. Kenapa, dia bisa begitu terkesima dengan kepala sekolah satu ini.
Mayang menghela nafas, Mengatur kesabarannya yang sudah berbalut dengan nafsu. Dia tidak boleh lama-lama di sini. Bisa-bisa, pria ini akan terus menggodanya dan terjadilah sesuatu yang akan membuat Mayang menyesal seumur hidup.
"Maaf, saya harus permisi." Mayang mengambil keputusan untuk balik arah menuju Mobilnya. Namun, dia berhenti sejenak saat mendengar suara tengil Marwan.
"Kalau pengen, jangan sungkan-sungkan hubungi saya, Bu. Saya bisa kapan saja main ke rumah Ibu. Kasihan rawa-rawanya daripada nganggur."
Mayang sudah berada di mobilnya. Segera menggerakan mobilnya menjauh dari tempat itu. Dia tidak menyangka jika kepala sekolah itu cukup nekad. Bahkan terang-terangan memancingnya di gerbang sekolahannya. Apa yang dirasakan Mayang sekarang tidak menentu. Antara ingin menjaga kesetiaan dan birahi. Terlebih dia merasakan bagian bawahnya mulai basah.
Sementara, Pak Marwan masih terpaku di tempatnya. Dia sempat melihat bagian belakang Mayang yang membusung besar tampak bergerak kanan – ke kiri. Terlihat menantang untuk ditampar dan diremas. Meski pria itu sudah tidak muda lagi. Nyatanya gairahnya bisa dikatakan meninggi. Bahkan bisa dibilang berkali-kali lipat dari yang muda. Mungkin efek puber kedua. Sehingga melihat wanita bening sedikit langsung tergoda. Terlebih-lebih kalau seksi seperti Mayang.