Chereads / Roxalen High School / Chapter 19 - Ruang Organisasi Siswa

Chapter 19 - Ruang Organisasi Siswa

Huddwake mengantarku melihat klub-klub yang lain. Setiap ruangan memiliki desain dan tatanan yang berbeda-beda, sesuai dengan jenis bidang yang ditekuni. Klub sains, klub olahraga, klub berkebun, klub drama, klub musik, klub tari (mengingatkanku pada Allen), klub bela diri, klub fotografi, dan klub film. Beberapa senior yang memang belum memulai jadwal belajar nongkrong di ruang klub mereka masing-masing.

"Ada yang menarik minatmu?" Huddwake bertanya.

Aku menggeleng ragu. "Belum. Aku akan memikirkannya nanti."

"Ada satu ruangan lagi yang belum kutunjukkan padamu."

"Apa?"

"Jalan sedikit lagi, di ujung koridor."

Aku menuruti Huddwake.

"Ini ruang organisasi siswa Roxalen High." Huddwake membukakan pintunya untukku. Aku tergagap. Para senior yang sedang beraktivitas di dalamnya berhenti, menatapku. Dalam hati aku mengumpat Huddwake. "Mereka yang mengatur semua klub dan kegiatan siswa di Roxalen High."

"Halo," aku mengeluarkan sapaan canggung yang bodoh.

"Sammy."

Sammy?

Aku menoleh, tepat ketika Martinez mengecup pipi Hudddwake. Bekas lipstiknya terlihat samar di pipi Huddwake. Aku membatin, Sammy? Apa Huddwake memanggil Martinez menjadi Meggy ketika tidak ada orang? Aku seperti kehabisan akal membayangkannya.

"Oh, dan kau murid baru…" Martinez melirikku.

"Yeah, halo."

"Aku wakil ketua organisasi disini." Martinez memberitahu.

"Itu hebat," pujiku sekenanya.

"Kau tak bisa mendaftar di semester pertama tahun pertamamu." Martinez mendesis.

"Aku hanya melihat-lihat. Huddwake mengajakku masuk karena ia ingin bertemu denganmu?" intonasi kalimat pernyataanku sedikit melenceng ke arah pertanyaan. Aku mengangkat bahu.

Martinez langsung menempel pada Huddwake dengan manja. Aku mendengus geli.

"Kulihat kau membawa orang lain, Huddwake." Seorang cowok berkacamata mendekati kami sambil membawa tumpukan file folder di tangannya. "Perkenalkan, Matt Xavier. Aku ketua organisasi siswa tahun ini."

Xavier mengulurkan tangan, aku menyambutnya. "Serina Gray."

"Kau orang Inggris?" Xavier bertanya dalam bahasa Jerman.

"Kau tahu?"

"Aksen bahasa Inggrismu." Xavier tersenyum sambil mengangkat bahu. "Apa kau ingin bergabung bersama kami? Kau bisa ikut membantu kami, tapi kau baru akan tercatat sebagai anggota resmi semester depan."

Aku terbengong, berpikir.

"Ah, apa kau sudah bergabung dengan satu klub?" Xavier nyerocos. "Kalau kau tahu, organisasi kami terkenal sebagai pelarian orang-orang yang tidak punya klub." Ia tertawa.

"Bukan tidak punya, Matt. Tapi tidak memilih," sela Martinez. "Aku lebih suka mengendalikan klub-klub konyol itu daripada menjadi anggotanya."

"Kau terlalu serius, Megan." Huddwake menimpali sambil tertawa kecil. Martinez merengut dan memukul lengan Huddwake.

"Kalau begitu aku salah satunya."

Mendadak hening. Semuanya menoleh padaku. Aku mengangkat alis.

"Aku kesulitan menemukan minatku untuk menemukan klub. Jadi…"

"Jadi?" Xavier mengerucutkan bibirnya.

"Boleh aku membantu semester ini?"

Xavier tersenyum. "Baiklah. Oh, asal kau tahu, ini hak istimewa untuk murid baru."

"Kenapa?"

"Karena Huddwake yang membawamu." Xavier mengangkat bahu.

Aku menoleh dan mengernyit ke arah Huddwake. "Ada apa dengannya?"

"Kau tak tahu?" Mata Xavier membulat. "Huddwake adalah ketua sebelum aku menggantikannya."

Aku melongo. Oh, menyebalkan sekali mengetahui orang seperti Huddwake ternyata adalah orang hebat. Tampan, punya cewek cantik, populer, juara kompetisi, dan ketua organisasi siswa. Juga kelebihannya yang sangat berbahaya. Tuhan menumpahkan banyak kelebihan sekaligus pada orang berengsek ini.

Aku tertawa dengan nada yang menyedihkan. "Tentu, aku baru tahu."

"Baiklah kalau begitu, kau bisa datang kesini kapanpun kau mau. Dan kita punya rapat mingguan, hari Jumat siang setelah jam belajar selesai."

"Oke," jawabku pendek sambil menyalami Xavier, tanda persetujuan. "Huddwake, bisakah kita lanjutkan orientasinya?'

Huddwake terbengong sejenak, menatapku. "Apa kau sedang memerintahku?"

"Tidak, aku memintamu. Tidakkah kau dengar aku mengatakan 'bisakah'?" aku bicara dengan cepat.

Huddwake tertawa. Martinez bingung menatapnya. Aku juga bingung, Huddwake selalu tertawa di saat aku tidak merasa ada yang lucu.

"Ah, baiklah. Aku harus lanjutkan tugasku, Matt."

"Oke, Sammy sayang." Xavier meniru gaya Martinez.

Huddwake menendang lutut Xavier kemudian melangkah keluar ruangan.

"Sammy!" Martinez memanggil Huddwake. "Kau tak memberiku ciuman perpisahan?"

Aku mendelik tidak percaya. Berapa banyak mereka melakukannya tiap hari? Aku seperti hilang akal lagi membayangkannya.

"Aku sedang tugas, Megan. Lagipula hanya berapa jam kita berpisah?" Huddwake menjawab seperti pengantin baru yang akan meninggalkan istrinya di rumah untuk pergi bekerja. "Ayo, Serina."

Aku langsung mengekor Huddwake sambil tersenyum geli melihat Martinez yang mendengus pada Huddwake. Mereka benar-benar pasangan konyol. Tunggu, apa semua pasangan di dunia ini bertingkah konyol seperti itu? Aku tak tahu. Apa kalau aku berhubungan dengan seseorang aku akan sama konyolnya seperti Huddwake dan Martinez? Mengerikan.

"Jadi kau belum pernah punya cowok?" Huddwake tertawa tertahan, mengagetkanku.

Aku mendelik sambil tersenyum kecut. "Aku akan menarik pajak jika kau terus membaca pikiranku," ujarku menahan sebal. "Dasar sembarangan."

"Kau belum menjawab pertanyaanku," desak Huddwake.

"Baca saja pikiranku," kataku ogah-ogahan.

"Kau belum pernah."

"Ay ay, kapten."

"Aku bukan bajak laut."

"Kau pembajak pikiran orang."

Huddwake tertawa tersendat, baru tuntas sekitar lima menit kemudian ketika kami tiba di kompleks kelas-kelas kamuflase dan kantor para guru.

"Bagaimana bisa?" Huddwake bercicit lagi.

"Apa?"

Huddwake hanya mengangkat alis. Aku melengos.

"Memangnya itu aneh?" Aku menggidikkan kepala.

Huddwake menatapku dari atas ke bawah, membuatku agak risih. "Mungkin…sedikit…"

"Apa maksudmu?'

"Lepaskan."

"Apa?"

Huddwake meraih kemeja seragamku.

"Hei!" aku berteriak kaget.

"Brosmu." Huddwake melotot, melepaskan bros Roxalen High milikku. "Kita akan keluar. Kau ingat peraturannya bukan? Tanpa atribut Roxalen High, atau pelanggaran level A."

Aku merebut brosku dari tangan Huddwake. "Setidaknya katakan dengan jelas jadi aku bisa melepasnya sendiri." Kubetulkan kerah kemejaku. "Kau menarik kerahku seperti preman yang mau merampas uang."

"Begitu?" Huddwake terheran. "Maaf, aku tidak terbiasa dengan cewek."

Aku menganga. "Apa Martinez bukan cewek?'

"Jelas dia cewek." Huddwake mengangkat bahu.

Aku melengos. Entah Huddwake benar-benar bego atau berlagak bego, yang jelas dia sangat menyebalkan.

Kami melangkah keluar dari gerbang Roxalen High, berbarengan dengan beberapa murid lainnya. Seketika aku tidak bisa mengerti apa yang mereka bicarakan. Mereka berbicara menggunakan bahasa Spanyol. Aku jadi merasa aneh, beberapa detik yang lalu sebelum aku keluar dari gerbang Roxalen High aku masih bisa mengerti apa yang mereka obrolkan. Sekarang aku merasa mereka seperti turis asing yang sedang melancong ke Inggris.

"Roxalen High terletak di area pusat kota Birmingham, jadi kita bisa mendapatkan apa saja dengan mudah." Huddwake menerangkan dengan bahasa Inggris. Ah, ya…tentu saja. Aku baru ingat Huddwake orang Irlandia. "Jalan ini menuju ke taman kota, di blok sekitar sana akan ada banyak pertokoan."

"Apa bisa keluar kapan saja?" tanyaku polos.

"Tentu, kau bukan anak SD lagi." Huddwake menatapku heran. "Namun, akan selalu ada yang mengawasi. Hanya untuk memastikan keamanan, memastikan tidak terjadi keributan."

"Maksudmu?"

"Keributan." Huddwake menekankan. "Kalau sampai kelebihanmu terlihat oleh orang-orang, kau akan dikerubungi seperti mereka menemukan alien."