Pagi telah tiba, aroma embun tercium nyata, merebak menguasai indra penciuman.
Aroma perselisihan dan perdebatan masih begitu terasa.
Setiap kata yang keluar dari mulut mertua Resty, masih terdengar menggema di telinganya.
Hatinya masih perih bak dirajam pisau belati.
Pagi ini Resty tampak murung, semangat hidupnya seolah hilang.
Ia duduk di teras seperti sedang merenungi nasibnya.
"Kamu kenapa, Res? Oh iya, semalam kamu pulang jam berapa?" Yana bertanya kepada sahabatnya yang terlihat termenung.
Resty dengan bibir yang masih terasa berat untuk terbuka pun, berusaha merespon temannya itu.
"Aku kecewa sama mamanya Farhan, Yan. Aku pulang jam dua belas malam dari sana, dan jam setengah satu aku sampai disini."
"Kecewa kenapa lagi, Res?" tanya Yana.
"Aku masih malas bahas semua itu, Yan," jawab Resty membuang muka.