Chereads / Istri Kedua Tuan Ayhner / Chapter 22 - Perseteruan Valeri Dan Shelia

Chapter 22 - Perseteruan Valeri Dan Shelia

Dengan amarah yang meluap, Shelia turun ke lantai dasar rumahnya menggunakan lift yang sengaja dibangun oleh Ayhner untuk Shelia. Begitu tahu Shelia lumpuh, maka Ayhner dengan cepat membangun lift khusus untuk memudahkan pergerakan Shelia.

Shelia sengaja turun ke lantai dasar rumahnya setelah menunggu Ayhner yang sedang mandi. Karena Shelia tahu jika Ayhner tidak akan pernah mengizinkan Shelia turun dan membuat masalah dengan Valerie. Shelia benar-benar tidak habis pikir, sebenarnya apa yang ada di dalam pikiran Ayhner sehingga dengan berani membawa Valeri ke rumah mereka.

Meskipun Ayhner terlihat begitu dingin, tapi dalam hati Shelia, dia paham bahwa suaminya tersebut sedang menginginkan sesuatu dari Valerie. Shelia bisa merasakan itu, meskipun Ayhner mengelak sekuat tenaga,insting seorang istri tidak akan mudah di bohongi.

Begitu sampai di lantai dasar rumahnya, dari kejauhan Shelia melihat Valerie sedang berada di dapur. Wanita muda itu sepertinya sedang membuat minuman untuk dirinya sendiri. Dari kejauhan Shelia benar-benar mengutuk bagaimana Valerie terlihat begitu cantik dan anggun melebihi dirinya. Dan dengan sadar Shelia pun mengakui hal itu. Tubuh Valerie yang putih bersih dengan hidungnya yang mancung serta rambutnya yang panjang, pasti membuat suaminya tertarik. Terlebih lagi Valeri memang berusia lebih muda darinya.

Shelia lantas menggerakkan tangannya perlahan, mencoba menggapai bunga mawar yang sedikit layu di dalam vas keramik mahal miliknya. Tangannya lantas terayun melemparkan beberapa tangkai mawar layu tersebut kearah Valerie. Valerie yang tengah mengaduk coklat panas miliknya terkejut dan dengan refleks Valerie pun mengumpat.

"Astaga, apa ini?" Valeri menunduk seraya mengambil beberapa tangkai mawar layu tersebut. Valeri belum menyadari kehadiran Shelia. Valerie memperhatikan beberapa tangkai mawar layu yang berada di tangannya. Hingga saat hendak berbalik ekor matanya menangkap sebuah sosok yang tidak asing bagi Valerie. Senyum tipis seketika terbit di bibirnya. Valeri lantas berjalan perlahan mendekati Shelia yang masih duduk di kursi roda miliknya.

"Ada apa Nyonya Shelia? Apa kau membutuhkan sesuatu?" tanya Valerie dengan ucapan yang dibuat-buat sesantun mungkin. Valeri bisa melihat Shelia yang terlihat geram dengan rahangnya yang terlihat mengeras. Bahkan, kedua tangannya pun mengepal kuat.

"Jadi kau sudah seberani ini mendatangi rumahku?" ucap Shelia kesal.

Valerie tersenyum setengah mengejek. Kedua tangannya justru terlipat di depan dada, menampilkan wajahnya yang terlihat angkuh. "Aku tidak akan sembarangan datang jika tidak ada undangan dari suamiku. Aku bisa berada di rumah ini karena suamimu yang membawaku kesini."

"Aku sudah berusaha menolak tetapi ternyata suamimu memiliki keinginan yang kuat untuk membawaku ke rumah ini. Jadi, aku putuskan untuk ikut dengannya dan menuruti segala kemaluannya." lanjut Valeri sedikit memprovokasi. Valerie tahu jika Shelia sedang dibakar cemburu. Jadi, Valerie berusaha sedikit mempermainkan perasaan Shelia.

"Apa yang kau katakan? Dasar perempuan tidak tahu diri," geram Shelia. Pandangannya menyiratkan kebencian yang teramat dalam untuk Valeri.

"Aku mengatakan kebenarannya, bahwa aku sudah berusaha lari dari suamiku. Tapi, ternyata dalam hitungan jam saja, suamimu sudah menemukan. Dan dia yang menyeretku kemari."

"Jadi, bersiap-siaplah untuk membiasakan diri menerima kehadiranku di rumahmu ini, Nyonya Shelia. Bahkan, suamimu menyuruhku untuk menjadi pengasuhmu, agar kau bisa pergi kemanapun sesukamu. Terlihat sangat manis, bukan? Suamimu ternyata sangat peduli padamu. Sampai-sampai dia membayar orang untuk sekedar menemanimu agar kau tak kesepian di rumah," ucap Valerie sarkas.

"Kurang ajar!" umpat Shelia.

"Apa kau saat ini sedang menertawakanku?! Kau menertawakan kelemahanku dan kau juga seolah mempertanyakan perasaan suamiku kepadaku? Asal kau tahu, dia tidak akan pernah tergoda perempuan lain apalagi perempuan sepertimu. Jadi kau jangan pernah merasa sepercaya diri itu untuk bisa menggoda Ayhner!" lanjut Shelia dengan amarah yang terlihat meluap. Tapi itu justru membuat Valeri tertawa.

"Mari kita lihat saja Nyonya, karena semakin kau memperingatkanku sekeras ini, maka aku akan lebih tertantang untuk menggoda suamimu." Valerie senang. Valerie sangat menikmati perannya saat ini. Hanya dengan memprovokasi perasaan Shelia saja, wanita sudah terlihat sangat ketakutan. Dan itu sangat menyenangkan untuk Valerie.

"Akan aku buat kau keluar dari rumah ini lebih cepat. Ayhner sangat mempercayai ucapanku. Jadi, kau jangan terlalu percaya diri bisa menguasai rumah ini, juga suamiku. Cepat atau lambat kau akan segera ditendang oleh Ayhner." Nafas Shelia terlihat memburu dengan ucapannya yang sangat berapi-api.

"Dan jangan lupa, apapun yang terjadi kau tetaplah anak Sebastian. Dia yang telah membuat keluarga Hamilton terpuruk dan hampir bangkrut. Jadi, aku rasa Ayhner tidak akan pernah melupakan siapa kau sebenarnya, dan dari mana asalmu. Sekuat apapun kau menggoda dia maka kenyataannya tetaplah sama, bahwa kau adalah anak penghianat! Camkan itu baik-baik!"

Valerie mengepalkan tangannya erat. Sebutan anak penghianat nyatanya masih mampu membakar amarahnya. Selesai mengatakan itu, Shelia berlalu begitu saja dari hadapan Valerie dengan kursi rodanya. Meninggalkan Valerie yang tengah terbakar oleh amarah yang telah sengaja dipantik oleh Shelia. Dengan kesal Valerie menyapu coklat panas yang belum sempat ia minum. Hingga gelas tersebut pecah dan berantakan di lantai. Valerie lantas meninggalkan pecahan kaca tersebut begitu saja tanpa peduli jika pecahan kaca tersebut bisa melukai seseorang yang melewatkan. Valeri berusaha memburu kemana perginya Shelia. Terlihat Shelia sedang menuju taman belakang rumahnya. Ia pun lantas mempercepat langkahnya untuk menggapai perempuan tersebut. Dan akhirnya satu tarikan kuat berhasil membuat Shelia terkejut tertahan dan nyaris ambruk.

"Apa yang kau lakukan?" ucap Shelia tergagap begitu mengetahui jika yang melakukan hal tersebut adalah Valerie. Valerie berhasil membalikkan kursi roda tersebut hingga keduanya saling berhadapan.

Valeri pun sedikit berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan Shelia. Namun, tak sedikitpun Valeri melepas cengkramannya di rambut Shelia, hingga membuat wanita itu sedikit menunduk dengan matanya yang terlihat geram, marah, sekaligus ketakutan. Kakinya yang lemah pun terlihat gemetar ketakutan kalau-kalau dirinya akan jatuh ataupun akan dijatuhkan oleh Valeri.

"Sekali lagi kau menyebutku anak penghianat, maka jangan salahkan aku jika aku bisa melakukan hal yang lebih buruk lagi padamu melebihi ini," ucap Valerie dengan geraman tertahan.

"Kau boleh menyebutku apa saja, apa saja yang kau suka tapi jika kau membawa-bawa orang tuaku, maka aku tidak akan segan-segan untuk melemparkanmu dari kursi roda sialanmu ini!" ancam Valerie tidak main-main. Bahkan, cengkraman di rambut Shelia semakin mengeras,membuat Shelia gemetar semakin ketakutan.

"Kau tahu bukan, orang sepertiku tidak akan pernah main-main. kau hanya seorang wanita lumpuh sedangkan aku wanita muda yang normal yang bisa berbuat apa saja kepadamu,bahkan saat kau sadar sekalipun."

"Valerie aku__"

"Apa yang terjadi?" Terdengar derap kaki mendekat kearah Valerie dan Shelia. Suara itu tentunya berasal dari Ayhner yang terlihat khawatir. Dengan cepat Ayhner melepaskan cengkraman tangan Valerie di rambut Shelia.

"Apa yang kau lakukan? Kenapa kau membahayakan Shelia?" hardik Ayhner penuh amarah. Shelia lantas memeluk pinggang Ayhner, mencoba mencari perlindungan dengan isakan tangisnya yang menjadi.

"Kenapa kau tidak tanya saja kepada istrimu? Bukankah kau mempercayai segala ucapannya? Maka, tidak usah repot-repot bertanya padaku, bertanyalah padanya, maka dia akan mengatakan semua kebenaran versi dirinya," ucap Valeri sedikit bergetar saat matanya bertemu dengan manik kelabu milik Ayhner. Ada perasaan sakit yang tiba-tiba saja menusuk hatinya.

"Kau seharusnya tidak berbuat arogan seperti ini. Kau seharusnya tahu diri. Jika tanpa keluarga ini, maka kau bukan apa-apa!" ucapan Ayhner seperti belati yang menusuk tepat pada sasarannya. Begitu menyesakkan dan menyakitkan bagi Valeri.

"Aku tahu jika tanpa keluarga ini aku bukan siapa-siapa. Dan aku sadar aku banyak berhutang pada keluarga ini. Tapi, bukan berarti kalian bisa semena-mena terhadapku dan mengatakan hal buruk padaku setiap saat karena aku juga manusia. Aku punya perasaan seperti kalian juga. Jadi, jangan sekali-kali membawa-bawa orang tuaku untuk menekanku. Jangan mengatakan semua keburukan orangtuaku, karena sampai kapanpun aku tidak akan pernah bertoleransi semua itu!" Setelah mengatakan itu Valerie pergi begitu saja meninggalkan pasangan suami istri yang menurutnya sangat menyebalkan itu. Valeri pergi membawa sebak di dadanya. Sementara itu, Ayhner hanya bisa menatap kepergian Valeri dengan perasaan yang campur aduk.

"Apa yang kau katakan padanya? Sampai-sampai dia marah seperti itu?" tanya Ayhner pada Shelia yang semakin ketakutan.

"Kau tahu kan, jika dia wanita yang kasar dan arogan. Tapi, meskipun begitu, dia tidak akan bertindak jika tidak ada sesuatu yang memicunya." Ayhner menatap dalam manik Shelia. Ucapan Ayhner begitu tenang, tapi terasa mengintimidasi. Membuat Shelia kesusahan bernafas.

"Kau mencurigaiku?" tanya Shelia sedikit bergetar. Ayhner menghela nafas perlahan.

"Kau tahu, bukan itu jawabannya. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi? Kau bisa menjawab sekarang atau aku bisa menungumu hingga besok pagi."

"Ayhner, Aku hanya..."