Chereads / Istri Kedua Tuan Ayhner / Chapter 6 - Valeri Dan Penderitaannya

Chapter 6 - Valeri Dan Penderitaannya

Bunyi Brankar yang didorong cepat, menggema disepanjang koridor rumah sakit tersebut. Seorang wanita tengah meringis kesakitan dengan luka robek dipinggang kirinya. Tidak terlalu dalam, namun mampu membuat nyeri dan darah yang keluar pun lumayan banyak.

Sementara itu, seorang pria tampan bermata hijau itu pun terlihat sedikit panik. Dengan cepat pria itu mendorong brankar memasuki ruang tindakan.

"Ada apa? Siapa yang sakit, Ayhner?" Seorang dokter muda yang tak kalah tampan menyambut kedatangan mereka.

"Valeri," ucap Ayhner datar.

"Vale…?" Terlihat dokter tersebut sedikit kebingungan. Menurutnya, ini adalah satu nama yang baru saja ia dengar. "Oh baiklah. Kita bawa masuk sekarang?" lanjutnya setelah melihat tatapan Ayhner yang semakin mengerikan. Dengan sigap dokter muda tersebut langsung memeriksa Valeri.

"Bagaimana keadaanmu, Nona…Valeri?" tanya dokter itu ramah.

"Aku baik-baik saja, Dokter… Bryan," ucap Valeri menilik pada nametag yang tertera pada kemeja dokter tersebut. Bryan tersenyum.

"Lukamu tak terlalu dalam, tapi cukup panjang."

"Kau perempuan tangguh rupanya. Seharusnya kau bisa menangis. Atau apa saja." Bryan berbicara sambil terus bekerja memberikan beberapa obat untuk luka Valeri.

"Aku sudah terlalu lelah menangis, Dokter. Terluka seperti ini tidak akan membuatku mati," ucap Valeri seraya berdesis menahan perih. Terlihat matanya berkaca-kaca. Tapi secepatnya Valeri menarik nafas dalam dan mengerjabkan matanya agar tak menangis.

Valeri sudah berada dititik terlelahnya. Rasanya Valeri sudah siap mati saat ini juga. Sedangkan Ayhner hanya menyaksikan interaksi antara Bryan dan Valeri dengan tatapan datar. Ada perasaan tak suka yang tiba-tiba muncul melihat interaksi tersebut padahal itu hanya interaksi wajar antara dokter dan pasien.

"Aku akan menjahitnya, kau tau ini akan terasa sangat sakit. Kau boleh menangis jika kau mau." Valeri mengangguk samar. Terserah apa yang akan Bryan lakukan. Sakit atau tidak, Valeri sudah tak peduli.

"Maaf, aku akan sedikit menggunting kemejamu?"

"Untuk apa?!" Ayhner tiba-tiba saja mendekat, membuat Bryan terkejut.

"Astaga, Ayhner. Tidak bisakah kau sedikit tenang? Aku harus menjahit lukanya. Dan bajunya sedikit mengganggu," gerutu Bryan yang tak mengerti dengan sikap spontan Ayhner. Padahal jika menemani Shelia kedokter, Ayhner terlihat sangar tenang dan berwibawa. Dan hanya menurut pada tindakan apapun yang akan dokter lakukan pada istrinya tersebut.

"Lagipula, bagaimana gadis secantikmu bisa terluka seperti ini? Dan kau bisa bersikap sangat tenang. Benar-benar luar biasa. Aku suka perempuan sepertimu." Bryan mempersiapkan gunting untuk merobek baju Valeri. Terlihat kulit putih mulus Valeri yang tercantum dengan bercak darah.

"Aku dikejar penagih hutang,aku mencoba menghindar. Tapi aku justru terluka." Valeri sedikit mendesis merasakan sesuatu menusuk pinggangnya.

"Astaga...," desis Valeri menahan sakit. Tangan Valeri mencoba mencari pegangan untuk meredakan rasa sakitnya. Ayhner yang melihat hal itu berinisiatif untuk menggenggam tangan Valeri. Seketika ada rambatan hangat menjalar ditangan Valeri. Tangan besar nan kokoh itu menggelamkan tangan mungil Valeri seketika.

"Dokter, apa kau punya obat untuk mengakhiri hidup. Jika punya, kau bisa suntikan padaku," ucap Valeri mengeratkan giginya. Ayhner sedikit iba melihat Valeri kesakitan seperti ini.

"Jangan bercanda, ini tidak lucu," ucap Bryan tersenyum. Sementara Ayhner justru menatap tajam pada Valeri. Seolah tidak suka dengan apa yang Valeri ucapkan.

"Aku serius!" Valeri mencengkeram kuat tangan Ayhner. Meskipun terasa sakit, tpi Ayhner lebih memilih diam.

"Aku berfikir, kalian berdua seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar," goda Bryan.

"Aku tidak suka pria beristri," balas Valeri datar ditengah desisannya menahan perih. Membuat Bryan melipat bibir menahan senyum.

"Kau pikir aku suka pada gadis tak tau balas budi sepertimu?" kini Ayhner bersuara sedikit keras dan lantang. Terjadi keheningan beberapa detik.

Bryan kemudian berdehem. "Ini sudah selesai. Kau istirahatlah sebentar. Besok pagi kau bisa pulang." Bryan membereskan peralatannya.

Valeri menarik tangannya yang masih didenggam Ayhner. Matanya menatap lurus pada langit-langit rumah sakit. Sedangkan Ayhner masih menatap nanar pada wajah pucat tepat didepannya.

Bulu mata yang lentik. Serta hidung yang mancung membuat konsentrasi Ayhner sedikit terganggu. Entah kapan Ayhner mulai mengagumi Valeri. Padahal sebelumnya Ayhner sangat membenci Valeri. Apa mungkin hanya terbawa suasana, hingga Ayhner begitu kurang ajar mencium Valeri.

Atau hanya rasa penasaran saja, karena Ayhner tidak terpuaskan selama ini akibat kelumpuhan yang diderita Shelia. Yang jelas, akibat kecerobohan Ayhner beberapa waktu lalu, kini bagian lain dari dirinya seolah meminta untuk mengulangi ciuman itu. Bahkan bisa lebih dari itu. Ayhner serasa gila saat ini.

Bryan tak berani berkata apa-apa. Dokter muda itu hanya mampu melirik tanpa berani berkomentar apa pun.

"Aku permisi, kalian bisa istirahat disini. Dan untuk kau, Valeri. Jangan banyak bergerak. Akan aku resepkan beberapa obat untukmu." Setelah mengatakan itu, Bryan berlalu dari ruangan itu.

"Setelah ini, kau bisa pulang ke rumahku." Ayhner berucap tanpa melihat ke arah Valeri. Ayhner berjalan menuju dinding kaca. Ayhner lebih memilih menatap bangunan gedung dari tempatnya berdiri saat ini. Malam sudah larut. Dan dirinya justru terjebak dengan Valeri.

Padahal beberapa waktu tadi dirinya tengah bermesraan dengan Shelia. Sebelum akhirnya Ayhner memilih pergi meninggalkan Shelia yang tengah kecewa oleh tindakan tiba-tiba Ayhner.

"Dan menjadi teman tidurmu? Aku rasa itu lebih menyedihkan." Valeri perlahan turun dari brankar. Ayhner yang mengetahui adanya pergerakan, kemudian berbalik ke arah Valeri.

"Jika kau merasa tersinggung dengan apa yang terjadi di ruanganku, aku minta maaf. Itu hanya bentuk spontan saja. Jadi jangan berfikir aku benar-benar menyukaimu sampai-sampai aku akan melupakan istriku. Kau tau itu?"

Valeri berjalan perlahan mendekati Ayhner hingga mereka berhadapan.

"Tapi, aku rasa kau memang benar-benar menginginkanku. Tapi maaf, aku tidak berminat pada pria beristri. Bukankah istrimu lumpuh" Seringai licik Valeri muncul seketika, membuat Ayhner sangat membenci itu.

"Sikapmu sungguh keterlaluan! Seharusnya, sebelum menyombongkan diri, kau ingat bagaimana keadaan ayahmu yang tengah meringkuk kedinginan dibalik jeruji besi. Aku bisa saja membuatnya mati saat ini juga."

"Pikirkan hutang ayahmu, kau akan menjadi budak dirumahku tanpa imbalan sepeser pun. Ini adalah balasan setimpal karena mulutmu sudah dengan lancang dan berani memperolok istriku!" geram Ayhner dengan nafas tak beraturan menahan amarah.

"Jangan mengaturku!" sentak Valeri.

"Kau tidak punya pilihan lain selain tinggal di rumahku. Kecuali jika kau mau menjual dirimu pada pria brengsek yang mengejarmu itu." Valeri geram, matanya berkaca-kaca.

"Kenapa anda begitu kejam? Apa Anda tidak bisa meringankan beban orang tuaku? Lepaskan dia dari penjara!" teriak Valeri tepat di depan wajah Ayhner. Dengan cepat Ayhner mencengkeram rahang Valeri keras.

"Aku tidak akan melepaskan pengkhianat, juga keturunannya. Kalian harus merasakan sakit yang sama. Kalian harus menderita."

"Kau dan ayahmu adalah orang-orang tak tahu malu. Kalian berani menggigit tangan seseorang yang telah memberi kalian makan. Sungguh memalukan!" Ayhner menghentak wajah Valeri hingga terpalingkan.

"Bayar hutangmu dengan cara apapun. Menjadi budak dirumahku adalah tawaran terbaik, kau akan menjadi perawat istriku. Agar kau tau bagaimana tersiksanya Shelia. Wanita yang kau bilang lumpuh itu!"

"Lebih baik aku menjual diri, daripada harus menjadi perawat istrimu yang sombong itu!"