Chereads / RABU DAN SELASA / Chapter 3 - Kesedihan Selasa

Chapter 3 - Kesedihan Selasa

26/2/22

Happy Reading

***

Satu bulan lebih setelah kecelakaan itu...

"Selasa … Selasa … Selasa!!"

Wartawan!!

Itu wartawan pemburu berita, pemburu gosip, pemburu hoaks, pemburu … pemburu …

Selasa menggigit bibirnya.

Tubuhnya mendadak gemetar gelisah saat namanya dipanggil dan dielu-elukan seperti itu.

Itu bukanlah suara elu-elu'an soal dirinya yang berprestasi saat mendapatkan penghargaan namun suara itu terdengar seperti sebuah tuntutan akan sesuatu hal yang harus ia jelaskan saat ini juga.

Sumpah demi terciptanya seluruh alam jagat raya ini, ia sangat takut dan begitu gugup untuk bertemu wartawan-wartawan yang menunggunya di depan sana— menunggu kedatangannya seperti sekawanan zombie yang sudah siap mencabik-cabik tubuhnya, dan memakan organ hati dan otaknya tanpa sisa.

No!!!

"Ini masih ada dirumah sakit. Kenapa mereka sudah ada disini sepagi ini? Darimana mereka tahu aku akan pulang hari ini? Apa yang akan mereka tanyakan padaku? Apa yang harus kujawab? Bagaimana aku harus bersikap untuk semua tuntutan pertanyaan yang diajukan nanti? Apa … apa, yang harus kukatakan? Tidak mungkin aku hanya diam saja, kan?"

Selasa benar-benar takut ditanyai dan dituduh macam-macam oleh mereka semua.

Ada gosip yang beredar luas diluar sana— entah bagaimana ceritanya— kecelakaan yang menewaskan sopir dan bapak tua itu menjadi berputar menyudutkan dan menyalahkannya.

Padahal dalam kasus ini, Selasa lah korbannya!

Gosip yang beredar itu mengatakan, "Jika Selasa sengaja memutar kemudinya karena ingin bunuh diri. Selasa tidak terima karena saat itu tidak bisa mengikuti New York Fashion Week, dan Selasa sangat iri pada salah satu model yang terpilih dari agensinya untuk mengikuti fashion show itu. Jum'at Paling Cantik, model yang mengikuti New York Fashion Show pengganti Selasa Langit Malam yang dipilih langsung oleh CEO Sky Castle."

Ada juga highlight berita yang mengatakan, "Jika mobil yang dikendarai Selasa Langit malam— malam itu harusnya dinaiki Jum'at Paling Cantik namun, Jum'at tidak mau satu mobil dengan Selasa. Dan, motif dibalik itu semua adalah rasa cemburu, iri dan dengki. Atas keserakahannya itu justru Selasa yang mengalami nasib sial itu.

"YANG MENYABOTASE MOBIL ITU ADALAH SELASA SENDIRI!!!"

What? Lho … gimana ceritanya?

No … itu, tidak benar!

Kenapa aku yang dituduh!! Gilaaa! Mana ada orang menyabotase mobilnya sendiri, sedang mobil itu adalah mobil yang dibelinya dengan hasil keringatnya sendiri!!!

AAHHH!!

Jujur, Selasa ikut senang dengan terpilihnya Jum'at sebagai perwakilan Sky Castle. Ia sangat bahagia dan berulang kali memberi Jum'at selamat karena salah satu model dari agensinya bisa menembus pasar internasional seperti dirinya.

Sedikit pun Selasa tidak iri ataupun dengki pada Jum'at dan ia sama sekali tidak kecewa— yang sampai membuat kekecewaannya itu ingin bunuh diri.

Hahah, gila!!

Gosip, gilaaa!!

Karena jauh di atas semua tuduhan yang mengatakan jika Selasa adalah model yang sangat serakah dan iri pada keberhasilan Jum'at— sebenarnya setelah lolos audisi berlapis, Selasa memang sedang dipersiapkan untuk mengikuti perhelatan akbar Fashion Show Victoria Secret Angels.

Jadi berita akan kelolosannya saat itu memang masih dirahasiakan, karena ingin membuat kejutan untuk seluruh lapisan masyarakat.

Selasa ingin memberi tahu jika dirinya bukan model yang hanya cantik saja namun dirinya adalah model yang benar-benar berbakat dan pintar.

Dan, rencana awalnya sepulang Selasa dari Victoria Secret, ia sudah diberi tugas lanjutan untuk mengikuti ajang Miss World.

Hanya itu, tidak lebih!

Benar-benar tidak lebih!

Selasa hanya mengikuti seluruh titah CEO Sky Castle dengan semangat membara

Dan, sekarang prestasi yang pernah didapatkan itu tidak pernah disebut-sebut lagi. Yang membuatnya miris dan semakin terluka selain vonis kelumpuhannya ini adalah tuduhan yang mengatakan jika dirinya adalah Model Serakah, dan hal itu secara tidak langsung sudah disematkan di dadanya.

Hahahah, konspirasi sinting!!

Aneh, kan?

Iya, kan?

Dan, untuk apa ia bunuh diri jika satu-persatu seluruh impian dan mimpinya perlahan sudah diraihnya!!

Gila! Gosip gila!

Dan … dan … dan?

"Selasa?"

Selasa tidak mendengar panggilan seseorang yang sejak tadi mendorong kursi rodanya. Ia masih bergelut dengan perasaan nya yang campur aduk. Pikirannya, benar-benar kacau saat ini.

Entahlah, didepan sana terlihat sangat gelap, dan tidak ada ujungnya. Lorong rumah sakit ini seperti membawanya menuju kegelapan abadi. Iya … mungkin masa depannya akan segelap ujung lorong itu.

"Selasa, sayang."

Puk!

Deg!

Eh?

Selasa bisa merasakan tepukan lembut di bahunya. Selintas dari bayangan hitam yang dilihatnya— dari postur tubuhnya jika itu adalah….

"Melamun lagi, kan?"

Huh, Selasa mendesah lega. Ia pikir itu adalah malaikat pencabut nyawa tapi ternyata yang menepuk pundak sekaligus memanggil namanya adalah Senin Melawan Pagi— manajer sekaligus sahabatnya.

"Kau tidak apa-apa, sayang?" tanya Senin, yang pada akhirnya duduk berlutut di depan Selasa dengan penuh rasa takzim. Matanya langsung tertuju pada wajah Selasa yang pucat.

"Topi?" tawarnya. Namun tanpa menunggu jawaban Selasa, ia sudah memasangkan topi itu. Warna topinya kesukaan Selasa— hijau tua atau hijau army.

"Ini, maskernya," lanjutnya lagi menyelipkan masker berwarna hitam ke tangan Selasa yang saling tertaut gelisah satu sama lain.

"Selasa?" Panggil Senin sekali lagi untuk mendapat respon dari sahabatnya ini.

Hem, hanya diam saja. Coba sekali lagi, "Selasa Langit malam."

"Mm?"

"Selasa?"

"Ya," jawab Selasa. Mata coklat tuanya langsung tertuju pada senyum Senin yang manis.

"Apa kabar?"

"Oh … oh, aku." Selasa jadi ikut tersenyum. "Aku t-tidak apa-apa, Senin." Jelas sekali jika suaranya terdengar bergetar dan sangat parau.

Selasa pun berdehem untuk menormalkan suaranya, lalu membenarkan topi yang dikenakan Senin tadi.

"Ayo jalan lagi," lanjutnya, mencoba memberikan senyum secerah mungkin pada Senin.

"Ya." Senin meraih tangan Selasa, menggenggamnya sangat erat.

"Senin..."

"Pokoknya kalau ada yang bertanya aneh-aneh jangan dengarkan, ok?"

Selasa mengangguk.

"Kau tidak harus menjawab semua pertanyaan wartawan-wartawan itu."

Selasa mengangguk lagi, menatap mata Senin penuh keseriusan, berusaha untuk tetap tegar di depan sahabatnya yang selalu baik pada dirinya ini.

"Atau kau bisa terus saja pergi jika kau tak mau memberi klarifikasi apapun pada mereka. Itu hakmu untuk tetap diam ...." Senin berhenti sejenak lalu melanjutkan ucapannya lagi. "Kita semua tahu berita yang ada diluar sana semuanya tidak ada yang benar. Kau tidak boleh lemah, ok?!"

"Iya Senin aku paham," kata Selasa menyakinkan Senin yang selalu ada untuknya.

Senin adalah gadis manis yang selalu bersemangat dan tidak pernah merasakan capek. Kabar baiknya dari persahabatan mereka jika Senin dan Selasa ada gadis yang seumuran. Hanya beda bulan lahir.

Makanya mereka sangat cocok dan terlihat begitu enerjik.

Salah satu keistimewaan Senin adalah dia memiliki rambut pendek sebahu berwarna perak mengesankan— dari lahir, padahal bukan Albino. Hari ini rambutnya dikuncir setengah, dan poninya tetap dibiarkan seperti itu apa adanya.

Sangat manis seperti biasanya.

"Yahhh." Senin pada akhirnya berdiri lalu berjalan ke arah belakang lagi.

"Aku selalu percaya padamu," ucapnya dengan setengah keyakinannya— dilihat dari manapun Selasa tidak baik-baik saja.

"Aku akan membawamu menerobos kawanan wartawan zombie itu," lanjutnya lagi sambil memegang dorongan kursi roda Selasa dengan satu tangannya saja.

"Hati-hati dengan tanganmu, Senin." Selasa mencari-cari salah satu tangan Senin yang di perban gantung.

"Jangan hanya karena ingin melindungiku, kau jadi tidak memperhatikan patah tulang tanganmu, Senin," lanjutnya saat sudah berhasil mengelus perban Selasa dari belakang.

"Kau tahu." Senin meraih tangan Selasa, dan membawanya turun lagi. "Aku adalah gadis terkuat di negeri ini." Ia mencoba bergurau kemudian tertawa tapi … tidak ada tanggapan dari Selasa.

Hem, susah sekali membuat Selasa kembali tertawa lagi.

Senin mengelus sebentar tangannya yang patah. Ia bersyukur akan keadaannya namun disisi lain, ia merasa jika ini bukanlah keadilan.

Maksudnya, kenapa bukan dirinya yang lumpuh? Kenapa harus Selasa yang mempunyai semangat tinggi dalam menggapai impiannya yang lumpuh?

Sedangkan dirinya, yang tidak memiliki mimpi apapun hanya diberi musibah patah tulang tangan saja, dan kata dokter pemulihannya hanya memakan waktu 6 bulan saja. Sedang Selasa tidak tahu sampai kapan bisa berjalan lagi.

Hah!!

Jika tidak ada Selasa yang memintanya menjadi manajer saat itu, mungkin dirinya setelah lulus SMA yang tidak bisa berkuliah ini, akan tetap berjualan koran keliling untuk menghidupi Ayah dan Ibunya yang sudah tua renta di desa— eh, tapi sekarang orang tuanya sudah meninggal dunia satu tahun lalu.

Jadi ia tidak punya alasan apapun untuk pulang, dan satu-satunya ia masih bertahan di dunia ini, iya … Selasa.

Hanya, Selasa yang dimiliki Senin.

Ah, tapi memang benar adanya jika dunia memang benar-benar tidak adil untuk Selasa.

Kenapa orang sebaik Selasa harus menerima takdir gila seperti ini?

Apa kurangnya Selasa hingga dia bisa mengalami nasib buruk?

Hem … Selasa tidak ikut tertawa untuk candaan yang Senin berikan.

Sejak dulu Senin memang senang sekali bercanda untuk menaikkan moodnya jika sedang berantakan saat dilokasi kerja.

Tapi, saat ini hatinya benar-benar hancur.

Hancur lebur, iyaa … tidak ada sisanya.

Candaan selucu atau segaring apapun tak serta merta bisa menghilangkan kesedihan hatinya.

"Sudah siap semuanya?"

Hah, itu suara CEO Sky Castle Entertainment.

***

Salam

Galuh