Aku berbaring di atas ranjang dengan seragam yang masih lengkap. Tubuhku terkulai, terasa masih berat untuk memulai gerakan kecil-kecil. Akhirnya aku memilih untuk menggerayangi bantal dan meraih remot televisi. Aku segera menyalakan televisi itu. Dan muncul sebuah acara berita. Aku tidak berniat menonton. Hanya ingin membuat suasana di kamar ini tidak hening.
Tampaknya, berita dalam televisi itu mampu memancing tubuhku untuk bangkit. Aku berdiri dan menuju kamar mandi untuk cuci muka dan ganti baju. Suara televisi itu masih cukup terdengar sayup-sayup di kamar mandi. Aku mengganti seragam sekolahku dan mengenakan kaus putih yang kedodoran dan celana kain panjang. Sayup-sayup ketika aku mencuci wajahku, aku mendengar nama 'Anggarakasih' disebut. Itu adalah nama grup musik Kevin.
"Meskipun begitu, menurut pengakuan Kevin, selaku gitaris Anggarakasih, mereka telah menemukan vokalis baru untuk menggantikan Kartika Suleiweh, mantan vokalis Anggarakasih yang keluar karena terlibat sebuah kasus narkoba di pesta Jumat malam."
Menyimak suara itu, aku menjadi lega karena akhirnya Anggarakasih telah menemukan vokalis baru untuk melengkapi grupnya, jadi aku tidak perlu susah payah atau khawatir untuk menolak ajakannya menjadi vokalis lagi. Diam-diam aku tertawa di kamar mandi. Hormonku yang tadi terasa malas untuk bekerja, kini mulai memanas.
"Ya, betul sekali, jadi memang benar mengenai isu vokalis itu. Kami telah sepakat untuk menunjuk seseorang buat menjadi vokalis band kami. Apalagi lagu-lagu untuk album baru sudah selesai setengahnya. Hanya tinggal menunggu vokalis datang dan kami langsung rekaman." Terdengar suara Kevin.
"Lantas siapa yang akhirnya dipilih untuk menjadi vokalis baru Anggarakasih?"
"Seperti yang pernah saya katakan tempo hari, dialah yang jadi vokalis baru kami," jawab Kevin. Aku mengernyitkan dahi tidak puas. Siapa orangnya?
"Wah, wah..." Wartawan itu langsung heboh. Aku tidak bisa membayangkan jika aku yang menggantikan posisi Kevin. Pasti aku lebih memilih untuk meninggalkan wawancara dan meminta personil lain untuk menggantikanku, sebab Wartawan itu sahutannya di luar formal, benar benar berisik.
"Apa dia Arum Prima?" Sayup-sayup kembali suara wartawan mampu kudengar. Dengan keterkejutan yang luar biasa, aku langsung berlari menuju depan televisi dengan wajah yang masih penuh busa dan kaki basah bekas air kamar mandi.
Bodoh! Mustahil! Tidak mungkin aku!
Itu hanya sedikit umpatan yang bisa aku tulis, tapi jauh di dalam lubuk hati, aku mengumpat ratusan kali.
Sementara di sana sosok Kevin sedang tertawa ringan. Mohon ralat itu Kevin, bilang kalau tadi hanya sebatas gurauan saja. Atau paling tidak pastikan kalau wartawan itu mengerti bahwa itu masih belum jelas, hanya rancana. Aku berharap-harap cemas, mengatakan apapun yang ingin segera aku katakan pada Kevin, seolah dia mendengarnya.
"Ya, bisa dibilang begitu," jawabnya sambil tersenyum simpul kemudian dia berlalu dari hadapan wartawan yang diikuti pertanyaan lain yang tidak masuk akal. Aku mematung di tempatku.
"Pamungkas, apakah benar tadi yang dikatakan Kevin? Kalau Arum Prima akan menjadi vokalis Anggarakasih menggantikan Kartika?"
Rasa-rasa aku telah lupa kalau tadi aku sedang bermalas-malasan di atas ranjang. Dan kau tahu, kini aku sedang mematung di depan layar televisi, darahku seperti mendidih, dan semua hormon yang bekerja dalam tubuhku benar-benar bergerak secara membabi buta hingga membuatku mematung sekian lama dengan isi kepala berisikan asumsi-asumsi liar yang dipenuhi dengan ketakutan, itu benar-benar membutuhkan tenaga ekstra, kau tahu.
"Tidak mungkin Kevin akan seceroboh itu membuat pernyataan di depan wartawan. Yang dia katakan itu sudah mewakili official, jadi semua itu benar," jawab Pamungkas sambil melambaikan tangan ke arah wartawan ketika ia masuk ke sebuah gedung. Pamungkas adalah drummer Anggarakasih. Bukan. Bukan karena aku tahu, tapi baru saja itu tertera di layar tepat di bawah namanya.
Aku diam seribu bahasa, seketika tidak bisa memaki. Hanya bertanya-tanya kesal. Apa yang dilakukan Kevin itu sudah terlalu jauh. Dia bahkan memberitahu wartawan, tanpa memberitahuku. Luar biasa, benar-benar hebat! Emosiku memuncak. Aku segera berpikir keras, aku harus melakukan apa. Ini sudah terlalu jauh. Aku sempat berpikir untuk menghubunginya dan memakinya habis-habisan. Tapi, tidak mungkin aku langsung menelponnya, tidak, jangan dulu. Jadi aku memutuskan untuk menghubunginya melalui media sosial.
Aku menyambar ponsel dan segera mencari aplikasi Twitter. Aku mengetik nama Kevin, dan keluar beberapa pengguna yang memiliki nama tersebut. Biasanya, yang memiliki follower terbanyak atau akun resmi, biasanya berada paling atas. Aku benar-benar seperti orang kesetanan, yang tadinya aku ingin menyegarkan wajahku, justru kini seluruh tubuhku terasa gerah. Aku tidak mempedulikan itu dan segera kulakukan apa yang tadi kurencanakan.
Tapi sebelum aku selesai mengirimkan pesan kea kun twitter Kevin, tiba-tiba ponselku bordering, dan tanpa sadar aku langsung menjawab telepon itu.
"Ya ampun, Arum!!! Dari tadi kau nggak angkat telfonku!" teriak orang itu. Aku masih belum tahu siapa.
"Ini siap—" omonganku berhenti. Aku baru saja mengingat suara itu. Bahkan suara itu juga yang tadi aku sempat dengar di televisi beberapa menit yang lalu.
"Hari Minggu kemungkinan aku akan ke Malang. Tak perlu tanya padaku dalam hal apa aku ke sana. Karena sebelumnya aku sudah memberitahu Arsyad soal ini. Jadi, jemput aku di stasiun begitu aku sampai. Oke? Jangan ke amna-mana, loh, ya. Ya, meskipun aku yakin kalau kau tidak bakal ke mana-mana. Ya, sudah, infonya segitu saja. Semoga harimu menyenangkan. Aku lagi buru-buru banget ini soalnya. Jadi, sampai ketemu nanti di Malang. See you soon," katanya kemudian langsung memutus sambungan telepon sebelum aku berhasil memakinya.
Haduh, mati, mati, mati! Gawat ini. Ya Tuhan, berikan mukjizat supaya dia mengurungkan niatnya! Karena hanya Engkau satu-satunya Dzat yang mampu membolak-balikkan niat manusia...
Aku menelan ludah dengan susah payah. Duh, kenapa baru doa sekarang? Kemarin-kemarin kok nggak secepatnya minta. Bisa saja kalau dari kemarin-kemarin aku berdoa serius, Tuhan mungkin akan menggagalkan seluruh niat Kevin dan bisa saja juga dengan mengirimkan pengganti selain aku. Aku menggurui diri sendiri, padahal sekali lagi ini adalah kelancangan Kevin. Dia benar-benar egois. Tidak tanya, tidak diskusi, tidak... Aish. Dia seolah memanfaatkan kepopulerannya padaku, seolah aku bisa dibuat seperti para penggemarnya yang lain hingga mudah menerima apa yang dia putuskan, tanpa perlu meluangkan waktu untuk membicarakannya.
Tanganku bergetar. Tubuhku terasa semakin gerah. Ini mimpi, bukan? Aku berusaha menghibur diri seokah perasaan yang tengah aku rasakan ini tidak sedang benar terjadi. Aku berjalan ke arah tempat tidurku seperti robot dan memejamkan mata. Tuhan... Kalau ini memang mimpi, bangunkanlah aku segera, sebelum aku mati di mimpiku sendiri. Aku menggigit bibirku keras-keras dan tetap tidak ada yang berubah.
Ternyata ini benar-benar terjadi.