Sampai di rumah, Daniel menggendong Alexa karena tubuh gadis itu sangat lemas. Pria itu sungguh memperlakukan Alexa dengan sangat baik dan lembut.
"Kak, tolong turunin Alexa. Lexa, bisa jalan sendiri," pinta Alexa lemah.
"Tidak! Kamu masih sakit, mana mungkin bisa berjalan dengan benar." Daniel menolak mentah-mentah permintaan Alexa.
Tidak tahu kenapa, Alexa selalu merasa nyaman saat berada dalam pelukan Daniel. Dada bidang Daniel, aroma tubuh Daniel dan juga kelembutan hati Daniel selalu sukses membuat debaran jantung Alexa menjadi tidak karuan, pipi Alexa bersemu merah.
Apakah ini yang dinamakan cinta?
Tapi ... apakah Daniel juga merasakan hal yang sama kepada Alexa?
Di dalam gendongan Daniel, Alexa tidak henti-hentinya menatap wajah tampan Daniel.
Wajah Daniel dan Alexa saling berdekatan dan membuat jantung Alexa berdebar sangat kencang. Wajah Alexa bersemu merah, gadis itu mencoba mengalihkan pandangannya namun tidak bisa.
"Kenapa wajahmu merah seperti itu?" tanya Daniel setelah membaringkan tubuh Alexa di atas ranjang dengan sangat hati-hati lalu menyelimutinya.
"Hah? A–apa? Oh, mungkin karena cuaca terlalu panas ... panas banget, kak." Alexa menjadi salah tingkah, gadis itu mengipasi wajahnya menggunakan tangan.
Mata Daniel menyapu setiap sudut ruangan, Ia melihat jendela dan pintu kamar Alexa tertutup rapat sedangkan AC di kamar Alexa selalu menyala. "Panas? Bukannya suhu kamarmu sangat dingin sekarang?" tanya Daniel bingung.
"Maksud Alexa tadi, saat di luar." Alexa mengoreksi ucapannya, gadis itu berusaha untuk tenang dan mencoba mengontrol perasaannya.
Daniel mengangguk lalu duduk di ranjang tepat di samping Alexa.
Daniel mendekatkan wajahnya ke Alexa. "Bagaimana? Apa masih sakit?" tanya Daniel lembut dan penuh perhatian
Alexa menggeleng cepat. "Sekarang sudah baikan," jawabnya.
Daniel menghela napas panjang. " Untung saja penyakitmu belum terlalu parah! Kenapa kamu tidak peduli dengan kesehatanmu? Bagaimana mau jadi dokter, kalau kesehatan sendiri saja tidak bisa?!"
Alexa tidak berani menatap wajah Daniel. "Maaf," ucapnya singkat.
"Jangan buat kak Daniel khawatir lagi, ya? Kalau kamu sendiri terlalu cuek dengan kesehatanmu. Terus kak Daniel harus bagaimana?" Daniel membelai rambut Alexa.
Alexa menelan salivanya, jantungnya kembali berdebar menerima perlakuan Daniel. "Kenapa kak Daniel begitu baik dan perhatian kepada Alexa?" tanyanya penasaran.
Daniel terdiam, pria itu tidak bisa menjawab pertanyaan Alexa.
"Kenapa kak Daniel tidak menjawab pertanyaan Alexa?" desak Alexa.
"Karena nasib kita sangat mirip! karena saat melihatmu, kak Daniel seperti melihat bayangan sendiri di dalam cermin," jawab Daniel.
Alexa menghela napas berat, ada sedikit rasa kekecewaan yang gadis itu rasakan setelah mendengar jawaban dari Daniel. "O–oh!"
''Come on, Lex ... kak Daniel tidak akan pernah bisa menyukaiku. Mungkin hanya aku yang salah mengartikan kebaikan kak Daniel,'' ucap Alexa dalam hati.
"Memangnya kenapa?" tanya Daniel.
Alexa menggeleng cepat. "Ti-tidak apa-apa! Alexa hanya bertanya saja," kilahnya. "Umm .. apa boleh Alexa menanyakan sesuatu kepada kak Daniel?" tanyanya lagi.
Daniel mengangguk pelan. "Tanya saja."
"Apa kak Daniel sedang menyembunyikan sesuatu?" tanya Alexa tiba-tiba.
Alexa menatap mata Daniel dan mengamati perubahan ekspresi di wajah Daniel.
"Tidak! Kak Daniel tidak menyembunyikan apapun," jawab Daniel. "Kenapa kamu bisa bertanya seperti itu?" Daniel balik bertanya.
Daniel dan Alexa saling menatap ...
"Ah ... tidak apa-apa,kok. Mungkin hanya perasaan Alexa saja," jawab Alexa.
Daniel mengangguk. "Baiklah kalau begitu, kamu istirahat saja. Kak Daniel mau kembali ke kamar dulu, kalau kamu butuh sesuatu, panggil saja."
"Iya, terima kasih."
Daniel berdiri dari tempat duduknya lalu berjalan keluar dari kamar Alexa dan masuk ke kamarnya.
Beberapa saat kemudian ....
Minah tiba-tiba langsung masuk ke dalam kamar Alexa lalu menguncinya. Wanita tua itu terlihat gelisah dan tampak menyembunyikan sesuatu dari balik bajunya.
"Ada apa, Bik? Kenapa ekspresi wajah bik Minah seperti itu?" tanya Alexa penuh selidik.
Minh berjalan menghampiri Alexa dan langsung duduk di ranjang tepat di samping Alexa. Wanita tua itu kemudian merogoh bajunya lalu mengeluarkan sebuah buku yang lumayan tebal dan berwarna putih.
"Ini buku non Alexa, 'kan?! Maafin bik Minah karena cuma bisa menyelamatkan 1 buku ini saja, Non!" Minah menyerahkan buku itu kepada Alexa. "Ini adalah buku yang den Eric berikan kepada non Alexa sebelum berangkat ke Jerman," imbuhnya lagi.
Mata Alexa berkaca-kaca lalu bulir-bulir bening terjatuh membasahi pipi mulus Alexa. "Terima kasih ... terima kasih, Bik." Alexa langsung memeluk bukunya erat.
"Sebelum meninggal, Nyonya sempat menitip pesan kepada bibik agar selalu menjaga non Alexa. Maaf, bibik hanya bisa membantu ini saja. Sekarang, non Alexa harus jaga buku itu baik-baik. Jangan sampai ketahuan tuan Indra lagi," ucap Minah.
Alexa langsung memeluk Minah erat Minah dan menangis. Ia merasa sangat terharu dengan kesetiaan Minah. Bagi Alexa, Minah bukan hanya seorang asisten rumah tangga. Tapi wanita itu sudah dianggapnya seperti keluarga bahkan nenek ke–2 nya.
"Non Alexa harus bisa berjuang untuk bisa mewujudkan impian supaya nyonya Erna bisa bahagia di surga," ucap Minah seraya mengelus punggung Alexa.
"Terima kasih, Bik. Alexa janji akan menjaga buku ini baik-baik, Alexa janji akan berjuang mati-matian demi mewujudkan impian Alexa dan membuat Oma merasa sangat bangga," ucapnya seraya melepaskan pelukannya dan mengusap air matanya.
"Oh, iya ... hampir saja bibik lupa, Ini ada kiriman untuk non Alexa." Minah menyodorkan satu amplop cokelat berukuran sedang kepada Alexa.
Alexa menerima amplop cokelat itu, Ia lalu membolak-balik amplop cokelat itu untuk mencari tahu nama pengirimnya.
"Aneh! Kenapa tidak ada nama pengirimnya? Tapi kenapa tertera namaku?" tanyanya
"Bibik tidak tahu, Non. Coba dibuka dulu, siapa tahu dari teman atau dari siapa gitu," saran Minah. "Bik Minah pamit dulu ya, Non. Bibik mau lanjutin masak dulu," pamitnya.
Alexa mengangguk pelan sembari menatap punggung Minah yang berjalan keluar dari kamarnya. Setelah itu Alexa langsung membuka amplop cokelat tersebut lalu mengeluarkan isi di dalamnya.
"Apa ini? Kenapa cuma ada potongan berita dari koran?" gumamnya sambil terus mengeluarkan isi di dalamnya.
Alexa kemudian menata lembaran-lembaran kertas dengan yang ditempeli guntingan berita dari koran. Gadis itu kemudian membacanya artikel tersebut.
"Berita tentang hilangnya seorang pengusaha konstruksi bernama Jonathan Ayden yang saat ini belum juga diketahui kabarnya," bacanya lirih.
"Jonathan Ayden? Siapa dia? Nama itu sepertinya tidak asing di telingaku?"
Alexa tampak berpikir keras, gadis itu kemudian membaca artikel itu kembali.
"Perusahaan J Construction kemudian diakuisisi oleh pengusaha sekaligus bos mafia Indra Prayoga."
"Apa!! Indra Prayoga? J Construction? Sepertinya aku pernah dengar nama perusahaan ini, tapi dimana? Lalu ... apa hubungan papa dengan perusahaan J Construction dengan seorang pria bernama Jonathan?"
Alexa menghela napas, gadis itu benar-benar tidak tahu maksud dari berita-berita ini. Lantas, tujuan dari sang pengirim itu apa?
"Sudahlah, ini pasti dari orang iseng. Lebih baik sekarang tidur saja," ucapnya sambil memasukkan kembali kertas-kertas itu ke dalam amplop cokelat lalu ia masukkan ke dalam laci.
Alexa kemudian menarik selimutnya lalu tidur. Kepalanya terasa berdenyut dan perutnya masih terasa perih, mungkin setelah beristirahat ia bisa kembali pulih, pikirnya.
***
Malam harinya, setelah makan malam ...
Alexa kembali mempelajari buku milik Eric dengan sembunyi-sembunyi. Gadis bertubuh langsing itu duduk di atas lantai yang berada sudut balkon. Punggung gadis itu menyandar ke tembok pembatas yang memisahkan antara kamarnya dengan kamar Daniel, Kali ini Alexa sungguh berhati-hati.
Mata Alexa sesekali mengawasi keadaan sekitarnya, ia masih merasa trauma saat terakhir kali ia ketahuan membaca buku kedokteran yang pada akhirnya semua bukunya dibakar oleh Leon setelah mendapat perintah dari Indra.
"Tidak apa-apa, Alexa. Papamu sudah tidur, ia tidak akan mungkin datang ke kamar secara tiba-tiba seperti jailang–"
"Alexa!! Kamu dimana?!" panggil Indra tiba-tiba yang langsung masuk ke dalam kamar Alexa.
Mata Alexa melebar. "Pa–papa!!" pekiknya kaget dan langsung berdiri dari duduknya.
"Alexa! Apa yang kamu lakukan di situ?" tanya Indra yang sudah berdiri tepat di depan pintu balkon kamarnya
Alexa langsung menyembunyikan buku di belakang tubuhnya. Keringat dingin mengucur dari dahinya.
Tidak! Apakah Alexa akan ketahuan sedang membaca buku kedokteran, lagi???
To be continued.