Chereads / Alexa's Dream And Love / Chapter 3 - Bab 3. Pesan terakhir Oma.

Chapter 3 - Bab 3. Pesan terakhir Oma.

Pagi-pagi Erna terlihat berpakaian rapi, hari ini ia sudah ada janji untuk bertemu dengan dokter untuk mengambil hasil tes MRI yang beberapa waktu lalu ia jalani.

Akhir-akhir ini kesehatannya semakin hari semakin memburuk. Kepalanya belakangan ini sering sakit, pandangannya semakin kabur dan yang lebih parah lagi otot-ototnya sudah mulai melemah dan mulai tidak berdaya.

"Bik Minah, Alexa kemana? Kenapa kamarnya terlihat rapi? Apa dia keluyuran lagi?" tanya Erna beberapa saat setelah pergi ke kamar Alexa.

"Ibu sudah lupa? 'kan tadi pagi non Alexa pamitan ke ibu waktu berangkat ke sekolah," kata bik Minah mengingatkan sang majikan.

"Oh, iya. Saya lupa! Maaf," ucap Erna. "Baiklah kalau begitu, saya pergi dulu sebentar. Tolong jaga rumah sebentar," perintahnya.

"Baik, Bu," jawab bik Minah.

Selama di perjalanan Erna selalu berfikir, penyakit apa yang sebenarnya ia derita. Sungguh, ia merasa sangat tersiksa dengan kesehatannya akhir-akhir ini. Semoga saja ini hanyalah penyakit orang tua biasa, harapnya.

"Kanker otak stadium 4, penyebaran sel-sel kanker ibu Erna tergolong sangat cepat dan sangat ganas. Saya minta maaf sebelumnya karena harus menyampaikan kabar buruk ini kepada ibu Erna," jelas dokter sambil berjalan duduk di kursinya.

"Mak-maksud dokter? Sa-saya menderita kanker stadium 4, mungkin saja hasil tes itu salah. Saya tidak mungkin terkena kanker!" Erna tidak percaya dengan ucapan dokter barusan.

"Maaf, hasil tes ini benar adanya. Dan ada beberapa tanda-tanda yang akan dialami oleh penderita kanker stadium 4, yakni mual- muntah, penglihatan semakin kabur, otot semakin melemah, penurunan daya ingat bahkan sulit bicara," papar dokter.

Erna terkejut setelah mendengar penjelasan dari dokter. Beberapa minggu belakangan ini ia mengalami semua tanda-tanda yang dokter sebutkan tadi.

"Apa penyakit saya bisa sembuh dengan operasi? Apakah penyakit saya bisa sembuh? Lakukan operasi secepatnya, Dok! Berapapun biayanya saya sanggup membayarnya!"

Dokter menghela napas kemudian menatap dalam-dalam mata Erna sambil menggeleng. "Sudah terlambat! Penyebaran sel-sel kanker ibu sudah meluas, jalan satu-satunya hanyalah kemoterapi," jelasnya.

"Tapi penyakit kanker ibu tidak bisa disembuhkan," lanjutnya.

Air mata Erna menetes. "Berapa lama? Berapa lama lagi waktu yang saya punya?" tanyanya pasrah.

"6 bulan, paling lama 1 tahun ... itu semua tergantung dengan daya tahan tubuh ibu Erna," jawab dokter.

Tubuh Erna terasa gemetar mengingat vonis dokter yang baru saja ia terima, wanita yang kini berusia 57 tahun ini merasa sangat putus asa. Yang ia fikirkan sekarang hanyalah Alexa, ia tidak mau menjadi beban untuk sang cucu nantinya kalau keadaannya bertambah parah.

***

"Non, non Alexa!" panggil bik Minah dari lantai bawah.

"Iya ... sebentar," sahut Alexa sambil berjalan menuruni tangga.

"Ada apa, Bik?" tanya Alexa.

"Itu, Non. Ada tamu orang aneh, katanya mau mencari ibu. Bik Minah takut, Non," bisik bik Minah sambil menunjuk ke arah dua orang pria yang memakai setelan jas hitam.

Alis Alexa mengernyit. "Oma kemana, Bik? Kenapa belum pulang?" tanyanya sambil sesekali melirik ke 2 orang pria yang kini sedang duduk di sofa ruang tamu.

"Bik Minah tidak tau, Non. Tadi pagi ibu tidak bilang apa-apa," jawab wanita berusia hampir 50 tahun tersebut.

"Ya sudah kalau begitu, Bik Minah kembali ke dapur saja. Biar Alexa yang menemui tamu-tamu itu."

Alexa berjalan ke ruang tamu, dilihatnya satu per satu wajah kedua pria tersebut. Wajah mereka tampak asing, Alexa tidak kenal siapa mereka.

"Maaf, kalian siapa? Dan ada perlu apa mencari Ibu Erna?" tanya Alexa sopan.

"Kami ada perlu dengan ibu Erna dan kami hanya akan berbicara dengan ibu Erna saja, bukan dengan seorang anak kecil!"

"Apa kalian bilang?! Anak kecil!"

Telinga Alexa terasa sangat panas mendengar jawaban ketus dari salah satu pria tersebut, Alexa segera berdiri dan hendak mengusir kedua pria tersebut. Untungnya Erna datang tepat waktu.

"Alexa ..." panggil Erna.

Erna berjalan mendekat ke arah Alexa. "Ada apa ini? Siapa mereka, Lex?" tanya Erna.

"Alexa tidak tahu, oma! Mereka bilang cuma ingin ketemu dan bicara sama oma. Masa Alexa dikatain anak kecil waktu Alexa tanya keperluan mereka datang ke sini," lapornya.

"Ya sudah, biar oma saja yang berbicara dengan mereka. Oh iya, itu kamu di cari nak Eric di depan," kata Erna.

"Tapi oma?" bantah Alexa.

"Cepat keluar sana! Nak Eric sudah menunggu di depan, nanti dia kelamaan menunggu," ujar Erna sambil mendorong tubuh Alexa.

Alexa mengangguk pelan, ia menuruti perintah Erna dan meninggalkan neneknya dengan kedua pria aneh tersebut.

Erna melirik pintu, ia ingin memastikan kalau cucu kesayangannya itu sudah benar-benar pergi.

"Kalian siapa? Ada perlu apa kalian mencariku?" tanya Erna penuh selidik.

"Kami adalah pengacara, utusan dari tuan Indra Prayoga. Maksud kedatangan kami ke sini, untuk menyerahkan ini," kata salah seorang pria sambil menyerahkan sebuah amplop cokelat besar.

"Indra Prayoga?! Bukankah sekarang dia masih luar negeri? Mau apa dia mengutus kalian datang kemari?" tanya Erna dengan nada suara yang meninggi.

"Tuan Indra Prayoga sudah berada di Indonesia, kalau ibu Erna ingin tahu maksud tuan Indra mengutus kami ke sini. Ibu bisa membuka dan membaca isi amplop cokelat yang telah kami beri."

Erna segera membuka amplop cokelat itu dan membaca sebuah dokumen yang berada di dalamnya. Mata Erna melebar dan tangannya gemetar setelah membaca isi dokumen tersebut.

"Tidak!! Sampai matipun, aku tidak akan pernah menyerahkan Alexa kepada pembunuh berdarah dingin itu. Tidak akan pernah!" pekik Erna. "Sekarang kalian berdua pergi dari sini! Dan jangan pernah datang lagi kemari!" usir Erna.

"Baiklah, kami akan pergi. Besok, kami akan datang lagi bersama dengan tuan Indra Prayoga dan juga para staf dari pengadilan untuk menjemput nona Alexa," ujarnya. "Kami, permisi dulu," pamitnya.

Setelah berpamitan, kedua pria itu langsung pergi, dengan emosi Erna membereskan dokumen yang tadi ia baca dan memasukkannya kembali ke dalam amplop cokelat. lalu ia segera masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu rapat-rapat.

Malam harinya ....

Erna terlihat sangat frustrasi. Wanita itu duduk di kursi goyangnya sambil terus memikirkan tentang penyakitnya dan juga Alexa. Wanita itu berfikir, kalau ia mati. Alexa pasti akan sendirian dan tidak ada yang menjaganya.

Tapi ... Dirinya juga tidak ingin Alexa di asuh oleh Indra, Alexa pasti akan menderita nantinya. Apa yang harus ia lakukan?

Tok tok ..

"Masuk!"

Alexa masuk ke dalam kamar Erna dengan membawa sebuah bantal. "Oma, Alexa tidak bisa tidur. Alexa boleh tidur sama oma, tidak?

Erna tersenyum dan mengangguk. "Boleh, sini ..." jawab Erna sambil berdiri dari kursi goyangnya dan pindah ke ranjangnya.

"Yesss, terima kasih oma," ucap Alexa senang sambil berlari kecil menuju ranjang neneknya.

"Eeits! Tutup dulu pintunya, lex!" suruh Erna.

"Oiya, lupa. Hehehe," kekeh Alexa.

Setelah menutup pintu, Alexa berlari kecil menuju ranjang neneknya dan berbaring. Dengan penuh kasih sayang, Erna menyelimuti tubuh Alexa.

"Aaah, nyaman sekali tidur disini. Hangat!" ucap Alexa seraya memeluk erat tubuh Erna.

Erna menepuk-nepuk pelan lengan Alexa, seperti hendak menidurkan seorang bayi. Meskipun Alexa kini sudah tumbuh menjadi gadis remaja, terkadang sifat manjanya kambuh dan gadis itu pasti akan datang ke kamar sang nenek.

"Lex ..."

"Iya, Oma."

"Oma boleh tidak minta sesuatu sama kamu?" tanya Erna.

"Oma mau minta apa? Tumben oma minta sesuatu sama Alexa, biasanya juga Alexa yang selalu merengek ke oma, minta ini itu," jawab Alexa asal.

"Kamu masih ingat 'kan, ucapan oma waktu itu? Kalau oma meninggal, oma ingin dimakamkan bersama-sama dengan mama dan alm, kakek kamu?!"

Alexa membuka matanya dan gadis itu langsung duduk menghadap sang nenek. "Oma kenapa bicara seperti itu, sih! Kenapa membahas masalah pemakaman?!" kesalnya.

Erna bangun dan ia duduk berhadapan dengan Alexa. "Sayang, kita tidak pernah tahu umur manusia itu sampai kapan. Oma hanya ingin mengingatkan kamu saja, siapa tahu kamu sudah lupa, 'kan?" kilahnya.

"Hanya oma yang Alexa punya sekarang, Alexa tidak mau kehilangan oma! Alexa punya banyak rencana dan mimpi yang ingin Alexa wujudkan bersama dengan oma, jadi ... Oma jangan pernah berpikir untuk tinggalin Alexa!" Alexa memeluk neneknya erat.

Jantung Erna terasa sangat sakit, rongga dadanya terasa sesak setelah mendengar kata-kata Alexa. Mimpi Alexa mungkin tidak akan pernah terwujud, karena ia sedang sekarat. Ia akan segera mati dalam waktu 6 bulan atau mungkin saja kurang dari 6 bulan.

Air mata Erna mengalir, ia sungguh tidak sanggup menghadapi kenyataan pahit ini.

Erna menghapus air matanya dan ia melepaskan pelukan Alexa, Erna terlihat mengambil sesuatu dari lacinya. "Ini untuk kamu, oma sengaja simpan ini untukmu." Erna menyerahkan kotak perhiasan kecil kepada Alexa.

"Ini apa, Oma?" tanya Alexa.

"Buka saja," suruh Erna.

Alexa membuka kotak perhiasan yang terbuat dari beludru. Alexa tersenyum saat melihat isinya. Sebuah kalung cantik dengan liontin berbentuk bintang yang terbuat dari berlian.

"Kalung itu oma buat khusus untuk kamu, supaya kamu ingat terus sama oma. Alexa, oma cuma minta satu hal sama kamu. Ingat baik-baik nasehat oma."

Alexa mengangguk pelan.

Erna memegang kedua pipi Alexa dan menatap mata Alexa dalam-dalam. "Apapun yang terjadi di kemudian hari, dengan atau tanpa oma di sisi kamu. Kamu harus selalu kuat! Kejar, perjuangkan dan wujudkan semua mimpimu. Kalau kamu bingung, tidak tahu harus berbuat apa. Pejamkan matamu dan berdoa kepada Tuhan. Percayalah! Tuhan akan memberimu jawabannya."

Air mata Alexa mengalir, ia hanya bisa mengangguk saat mendengar pesan dari sang nenek.

"Tapi oma janji, jangan pernah tinggalin Alexa! Alexa tidak bisa hidup tanpa oma," pintanya.

"Oma harus janji kepada Alexa! jangan pernah tinggalin Alexa." Alexa mengiba penuh harap.

Erna hanya menunduk sambil menangis, ia tidak mau dan tidak bisa menjanjikan apa-apa kepada sang cucu. "Oma sayang Alexa! Oma akan selalu ada di dalam hati kamu, Alexa harus ingat itu." Erna memeluk Alexa erat.

***

Pagi harinya ....

Satu persatu mobil sedan berwarna hitam terlihat berhenti dan berjajar di depan gerbang rumah Erna. Total Ada 5 buah mobil dan salah satunya berplat merah.

Indra Prayoga berserta anak buahnya dan bersama dengan beberapa staff pengadilan datang ke rumah Erna.

"Ma, Indra datang! Seperti yang kemarin pengacara indra bilang, hari ini Indra mau membawa Alexa pergi," ucapnya.

Tangan dan tubuh Erna gemetar, hari yang paling Erna takutkan akhirnya datang juga. Dan pagi ini Indra membawa banyak pengawalnya untuk berjaga-jaga dan membuat atmosfir di rumah Erna terasa tidak enak.

Mendengar keributan dari lantai bawah, Alexa merasa penasaran. Gadis itu juga merasa sangat khawatir dengan keadaan neneknya oleh karena itu Alexa bergegas turun ke lantai bawah dan menghampiri sang nenek.

"Oma, ada apa ini? Siapa mereka, Oma?" tanya Alexa bingung.

"Alexa ... Papa kamu datang untuk menjemputmu," jawab Erna dengan bibir bergetar.

"Tidak!! Tidak mungkin! Alexa tidak mau!"

"Cepat bawa nona Alexa!" perintah Indra.

"Baik, Tuan!" jawab anak buah Indra Prayoga serentak.

To be continued.