Chereads / I Want A Children / Chapter 2 - Lembar kedua

Chapter 2 - Lembar kedua

Netra tak ingin jika ibunya menangis. Ibunya harus tersenyum bahagia, hanya boleh bahagia. Dan bisa tersenyum dengan sangat indahnya. Hanya hal sederhana yang Netra inginkan dari tuhan.

Kanaya tertidur setelah dia di suapi oleh anaknya. Tiba-tiba saja dia terbangun oleh cahaya dari kamar anaknya. Kanaya penasaran dia datang menuju kamar Senetra menghampiri anaknya yang mungkin saja tidak tertidur dan sedang apa pada malam hari begini?

Kanaya hendak membuka pintu yang tertutup rapat. Namun, ketika mendengar suara isakan dia menahannya. Kanaya mendengarkan isakan tengah malam dari kamar anaknya. Mengapa Netra kecilnya menangis? Adakah yang membuatnya menangis?

"Mamah, aku nggak mau mamah sakit. Kenapa mama sakit? Padahal aku mau minta sesuatu."

Isakan itu semakin terdengar keras. Naya membuka perlahan pintu dan mengintip sedikit, untung saja Netra tidak mendengarkan suara pintu yang terbuka. Di celah kecil itu Naya melihat Netra yang memeluk boneka besarnya.

"Papah dimana? Aku mau ketemu sama dia. Aku mau sekolah, orang-orang sebesar aku udah sekolah kan?"

Seolah dunia Naya telah berhenti berjalan. Naya terkejut dengan harapan kecil anaknya, dia melupakan bahwa Netra seharusnya telah masuk taman kanak-kanak. Sekarang dia harus melakukan apa? Semuanya terlalu sulit bagi Naya. Andai laki-laki itu tidak pergi setelah pernikahan ini mungkin semuanya tidak akan serumit ini.

Naya yang dahulu mengharapkan pernikahan penuh cinta dan kebahagiaan mengapa harus mendapatkan cinta yang penuh pengorbanan dan rasa sakit yang luar biasa? Naya tidak pernah meminta untuk cepat menikah dengan pacarnya yang dahulu. Hanya saja laki-laki itu memaksa Naya untuk menikah.

Setelah mempunyai anak apa yang terjadi semuanya tidak sesuai dengan harapan Naya. Dia di tinggalkan saat umur Naya masih 2 bulan di dalam kandungan. Pergi bersama wanita lain dan meninggalkan surat perpisahan. Hari itu hari dimana Naya kehilangan dunianya, namun sekarang dia bisa melupakan laki-laki itu sekarang.

"Netra, maafin mamah yah? Mamah nggak bisa ngasih Netra kebahagiaan. Maafin mama, maaf banget."

Naya pergi setelah mengucapkan kata itu dari balik pintu dan membiarkan Netra memiliki waktunya sendiri. Naya juga harus berpikir bagaimana besok ia harus mendapatkan uang dan membiayai sekolah Netra. Setidaknya baju seragam saja, sisanya Naya bisa mencari dan bekerja di rumah tetangga dengan keras.

***

Sudah pagi sekali Naya pergi untuk bekerja. Dia meninggalkan Netra yang masih tertidur dan di titipkan kepada ibunya Zevallo. Vallo adalah teman Netra mereka berdua sangat akur, meskipun terkadang ada perselisihan kecil namun dengan dewasanya Netra selalu mengalah.

Netra terbangun ketika matanya merasakaj cahaya matahari yang menusuk. Dia melihat sekeliling, mengapa tempat tidur ibunya telah kosong? Apakah ibunya sudah pergi dan ada sebuah kertas yang Netra yakini itu adalah tulisan ibunya.

Hai netra sayang...

Sudah bangun kah? Maaf yah Mama duluan berangkat kerja. Nanti kita main ke braga atau ke dufan yah? Kamu mau jalan-jalan kan? Mama pasti ajak kamu jalan. Jangan lupa makannya yah nak! Mamah nyiapin roti bakar di dapur makan yang banyak gadis cantikku.

Netra menangis saat membaca pesan dari ibunya. Dari sekian banyaknya orang di dunia, Senetra selalu yakin jika ibunya adalah manusia termanis yang pernah ada. Ibunya adalah wanita kuat yang pernah Netra temui di dunia ini.

Jika harus di tanya siapa orang yang paling akan Netra sayangi di dunia ini sudah pasti jawabannya adalah ibunya. Netra berdiri dan merapikan tempat tidur, tangan kecil nya yang mungil mulai merapikan tempat yang telah dia gunakan untuk tertidur dan masuk ke alam mimpi yang indah.

Netra tersenyum ketika melihat sebuah roti bakar yang sudah tertata rapi di ruangan makannya. Sederhana memang namun hal itu mampu membuat Netra tersenyum cerah. Tak ada lagi yang lebih manis dari Mamanya. Meski terkadang Netra iri terhadap orang-orang yang mempunyai Ayah. Tapi, Netra selalu bersyukur tanpa seorang Ayah dia bisa merasakan sosok kasih sayang Ayahnya dari Naya.

"Tuhan, kalau Netra boleh minta sesuatu. Netra mau seorang ayah, Netra mau Mama bahagia dan berhenti bekerja buat Netra."

Senetra menghela nafasnya pelan, tanpa ia sadari air matanya sudah menetes sejak tadi. Hatinya seolah hancur sejak kecil, seharusnya pada tahun-tahun ini dia bahagia bukan? Namun mengapa tuhan tak pernah membuat Netra mendapatkan seorang Ayah?

Netra ingin bertanya kepada ibunya. Dimana ayahnya? Siapa ayahnya? Mengapa ayahnya pergi? Namun, Netra tak ingin kejadian itu kembali dan membuat mimpi buruknya yang seolah nyata terus terjadi dan membuatnya malas untuk menutupkan mata meski untuk tertidur. Netra tak tahu sekarang harus bagaimana lagi untuk menghadapi semuanya.

Kaki mungilnya berjalan menuju lemari yang menyimpan banyak buku-buku hadiah dari Mamanya. Setiap hari ketika Netra mampu membuat Mamanya bangga. Dia akan di berikan sebuah buku atau alat untuk melukis. Sejak kecil menggambar sudah menjadi hobi bagi Netra.

Tangannya membuat sketsa satu persatu. Sebuah rumah yang indah dengan keluarga kecil yang bahagia. Di sana tertulis nama Netra, Mama dan Ayah. Harapan kecil seorang anak kecil.

Imajinasinya yang liar membuat Netra terus menggambarkan harapannya dalam sebuah buku gambar. Seolah gambar itu akan di kabulkan oleh bintang jatuh. Tangan kecilnya terus mencoretkan gambar penuh warna yang menghiasi kertas kosong.

Makanya seolah ikut masuk ke dalam dunia imajinasinya. Senetra kecil ikut tertidur di dalam dunianya sendiri. Dalam tidur nya yang nyenyak terdengar suara tawa indah dari sebuah keluarga.

Hanya mimpi, namun mengapa mampu membuat senyum Netra ikut tercetak dengan jelas di dunia nyatanya? Mengapa mimpi ini seolah terlihat seperti nyata. Apakah tuhan benar akan mengabulkan keinginanya untuk mendapatkan seorang Ayah?

Netra sangat senang. Dalam mimpinya dia berlari-lari dengan bahagia. Tangan kecilnya menggenggam kedua tangan yang jauh lebih besar darinya. Ketiganya seolah telah masuk ke dalam dunianya sendiri dan ikut tertawa dengan bahagianya.

Di sana, di rumah yang terlihat sederhana namun banyak suara tawa yang menghiasi. Senetra seolah masuk ke dalam dunia gambarnya melalui mimpi yang sangat indah. Membuatnya tak ingin membuka matanya walau sekejap saja. Dia sangat bahagia disini.

Tuhan, kapan semuanya akan terjadi? Kapan Netra akan tersenyum dan memanggil seseorang dengan sebutan "Ayah" Netra ingin seperti orang lain yang bisa memeluk dan mencium ayahnya. Meski tidak pernah menunjukkan rasa irinya secara terus terang tapi hati kecilnya selalu mengatakan hal itu.

Apalagi ketika melihat Vallo dan kedua orang tuanya berjalan-jalan untuk menikmati pemandangan di luar. Sederhana, tapi Netra menginginkan hal-hal yang sederhana itu.

Netra pernah iri pada keluarga itu, namun dia selanjutnya sadar bahwa ibu nya adalah keluarga yang paling manis yang pernah ia temukan. Senetra pernah menyesal sebab tak sadar akan baik nya Kanaya.