Kanaya sedang bekerja di rumah temannya. Hari ini dia bertekad untuk mendapatkan banyak penghasilan dan mengajak Netra untuk bermain di taman hiburan dufan dan juga menyekolahkan Netra.
Saat dia sedang asik dengan pekerjaannya dan sedikit melamun memikirkan bagaimana saat wajah senang anaknya yang akan di ajak jalan-jalan. Naya sangat menantikan hari itu, oleh sebab itu dia harua bekerja dengan sangat rajin.
Tanpa dia sadari temannya Acha mendatanginnya dan menepuk pelan bahu Naya membuat Naya sedikit terpelonjak kaget karena tepukan itu. Melihat Naya yang terkejut Acha sedikit terkekeh pelan. Menurutnya Naya tetap sama menggemaskannya ketika mereka masih di bangku SMA.
Di masa-masa itu Naya sering kali menjadi tempat penangkaran bagi buaya dan juga dia selalu membuat para kaum laki-laki terpesona dengannya. Dari kakak kelas bahkan adik kelasnya. Acha tak pernah menyangka bahwa hidup Naya yang sejak dulu bahagia akan menjadi semenderitakan ini.
Memang jalan tuhan tidak ada yang tahu. Bahkan Acha yang sudah bersama dengan Naya sejak taman masa abu-abunya tak pernah menyangka semuanya akan seperti ini. Yang Acha harapkan cepat atau lambat Nayaakan tersenyum kembali dengan bahagianya.
Naya yang bahunya ditempuk oleh Acha memalingkan wajahnya dan menatapnya seolah bertanya dengan raut wajahnya.
"Nay, anak lo bukannya udah harus masuk taman kanak-kanak yah?" tanya Acha yang seolah telah faham dengan raut wajah temannya itu.
"Iyah Cha. Tapi masalahnya yah gitu, ekonomi gue susah." Naya menundukkan kepalanya merasakan malu jika harus menceritakan ini kepada Acha. Tapi toh mereka semua sudah tahu bahwa Naya telah di tinggalkan semuanya sejak dia hamil.
Acha memeluk Naya seolah memberikan kekuatan kepadanya dan membuatnya tersenyum kembali.
"Gue tahu lo kuat. Gue bisa bantu kok biaya sekolah Netra," ucap Acha menenangkan.
Naya menggeleng. "Nggak usah Cha. Ini gue aja mau nyari kerjaan buat nyekolahin Netra dan ngajak dia jalan."
"Nggak papa Nay, anggap aja hadiah dari gue buat Netra. Sekarang ikut gue buat ke toko baju yah buat beli seragam."
Acha seolah tak ingi mendengar kalimat tolakan lagi. Dia langsung menarik tangan Naya untuk memasuki mobil Acha dan mereka pergi menuju toko baju yang Acha maksud.
Naya bahagia bukan kepalang memang. Akhirnya dia bisa menyekolahkan Netra, namun di sisi lain dia juga malu kepada Acha. Naya berjanji, suatu saat dia akan mengembalikan uang yang telah dia pinjam dari Acha.
Mereka akhirnya telah sampai di toko baju. Keduanya masuk dan memilih beberapa pakaian yang cocok untuk mereka berdua dan juga seragam baru untuk Netra tentunya. Tak ada lagi kata-kata yang bisa dia katakan selain dia sangat berterima kasih kepada Acha.
Setelah selesai berbelanja mereka pergi untuk mengisi perut mereka yang kosong. Sebenarnya sejak tadi Naya sudah menolak namun Acha tetap dalam pendiriannya yang kokoh dan berakhir sekarang mereka berada di restoran. Naya merasa malu hari ini dia telah sangat banyak merepotkan temannya.
Padahal sejak awal dia datang ke rumah Acha hanya untuk mendapatkan sedikit perkerjaan agar dia bisa bermain dan menyekolahkan Netra. Namun, semesta berkata lain dan memberikan kejutan baru baginya.
"Gue nggak tahu mau bilang apa lagi Cha, makasi banyak. Sorry, ngerepotin," ujar Naya tak enak dengan Acha.
"Nggak, ini hadiah buat Netra. Nggak ada yang namanya ngerepotin," timpal Acha dengan raut wajah yang bahagia.
"Gue beneran nungguin dia masuk sekolah, kayaknya lucu yah apalagi bisa main sama Elra."
Naya mengangguk mengiyakan ucapan Acha. Tidak terbayang jika anak mereka juga berteman dan kenangan indah semasa SMA mereka juga akan terulang kembali. Bukankah itu sangat indah? Ah Naya menantikan hal itu terjadi. Apalagi saat dulu dia dan Acha sangat dekat bahkan sering di katakan adik kakak.
"Nay lo inget nggak waktu di deketin sama mantan suami lo Dirga?" Acha memulai pembicaraan dengan membuka kenangan masa lalunya.
Naya mengingat kembali kenangan manis saat di sana. Kalau tidak salah saat itu Naya sedang berjalan dengan Acha sehabis pulang dari kantin dan dia melihat seorang laki-laki atau kakak kelasnya yang kerap sekali menggoda Naya. Namun, Naya dengan sikap cueknya sangat tidak mudah untuk luruh tentunya.
Namun Dirga tentu saja tidak berhenti sampai di sana. Dirga semakin terus menggoda Naya dengan beribu caranya. Mungkin terlihat sedikit aneh bagi dia sekarang. Namun, memori itu akan menjadi kenangan indah bagi Naya dan masa lalunya.
Naya terkekeh saat mengingat hari dimana dan awal dimana. Dirga dan Naya jadian, mereka malu-malu namun tetap saja Dirga adalah Dirga. Laki-laki yang mampu mencairkan suasananya.
"Gue inget Cha, dia udah gue tolak beberapa kali tapi tetep aja kekeh ngedeketin terus."
Acha memukul punggung Naya sambil tersenyum senang. Tawanya seolah meledek Naya yang dahulu terlalu jual mahal kepada laki-laki. Tapi tak apa toh semuanya sudah berlalu juga.
"Lo ketawa kayak ngeledek gue Cha," ucap Naya.
"Ya iyalah anjir, gue ngeledek lo." Acha semakin tertawa terbahak-bahak.
Tawa mereka mengisi restoran ini. Sedikit meredakan masalah yang kerap kali menghampiri mereka. Benar jika kita sedang ada masalah pergi keluar saja sebentar dan mencoba tersenyum meski kerap kali sulit untuk di lakukan namun itu dapat membuat kita merasakaj sedikit lega dalam diri kita sendiri.
Naya berharap dunianya segera membaik dan hanya menyisakan kebahagiaan bagi dia dan Netra. Sekarang Naya tak sabar untuk pulang dan menatap raut wajah anaknya yang akan tersenyum cerah sambil menerima hadiah dari Acha.
Tanpa mereka sadari makanan yang sedari tadi telah mereka pesan datang satu persatu. Mereka memakannya dengan candaan ringan supaya sedikit mengahangatkan suasana dan melepas beban sebagai wanita yang sudah memiliki keluarga.
Menikah bukanlah hal mudah yang hanya sekali saja kita inginkan kita bisa menatanya dengan rapi. Tanpa kesiapan matang menikah bukanlah hal tepat, jika memang harus berbicara. Netra juga merasakan penyesalan akibat pernikahannya dengan Dirga. Jika saja hal itu tak terjadi, masih mungkinkah Naya akan mendapatkan calon suami yang baik dan tidak meninggalkannya?
Mereka selesai dengan makanan dan candaan riangnya. Tanpa di sadari matahari telah berganti tugas dengan bulan. Hari sudah semakin gelap, Naya dan Acha pulang melewati pantai. Mata Naya terus menatap pada matahari pantai yang seolag ikut tenggelam oleh lautan yang biru.
Jingga dan biru menyatukan. Seolah memberikan warna baru yang indah bagi mereka, di sore ini hati Naya sedikit menenang. Dia akhirnya bisa merasakan pikiran yang bebas dari tekanan dan sedikit merasakan kebahagiaan lagi. Kanaya berharap bahagia selalu ada di dekatnya, meski sederhana dan hanya dengan Senetra.