"Dya, kamu kenapa?" tanya Senetra sambil memegang tangan Diary yang menjadi sangat dingin.
"Aku lupa bawa pensil warna Tata, aku takut di marahin ibu guru," ucap Diary mengadu.
Senetra terkekeh mendengar pengaduan Diary. Dia memberikan pensil warnanya ke depan Diary. "Ini pake, berdua aja nggak papa. Asal selesai kan."
"Beneran?" Mata Diary membelalak kaget. Saat dia mendengar apa yang di ucapkan oleh Senetra.
"Iyah Dya," jawab Senetra sambil mengangguk meyakinkan.
Keduanya kembali fokus pada gambar mereka masing-masing. Senetra menggambar dirinya dengan Ayah yang baru saja dia temui, Rajendra. Rasanya seperti mereka seolah di takdirkan untuk bersama, Senetra merasa nyaman ketika berada di dekatnya.
***
Rajendra telah menyelesaikan rapat kali ini. Seperti biasanya semuanya berjalan lancar meskipun ada sedikit kendala dalam sekejap semuanya akan terselesaikan oleh dirinya. Dia merasa sangat lelah hari ini, dasi yang sedari tadi menempel rapi di dadanya telah ia longgarkan perlahan.
"Huft... semuanya hampir selesai dan saya merasa lelah sekarang."
Rajen menghembuskan nafasnya kasar. Dia merasa sangat lelah hari ini, padahal jadwal hari ini tak sepadat biasanya. Namun, dia merasa sangat lelah. Dia memutuskan untuk beristirahat sekejap sambil menutup matanya.
Saat ketenangan sedang mengusainya. Benda pipih yang berada di sakunya bergetar, tanda seseorang menelepon dirinya. Tangannya dengan sigap mengangkat telfon yang mengganggu istirahat siangnya.
"Rajendra! Bunda bilang berhenti bekerja sebentar saja dan carilah kekasih!"
Rasanya ketenangan baru saja datang kepadanya. Sekarang dia sudah mendapatkan omelan lagi dari Bunda nya dan hal yang selalu Bunda nya bahas adalah menikah. Jika tak menikah yang dia bicarakan maka cucu yang akan dia bicarakan. Rasanya kepala Rajendra akan mengeluarkan bom detik ini juga.
"Jendra! Kamu dengar Bunda tidak? Bunda ingin melihat kamu memiliki anak!" teriak seseorang di seberang sana.
Rajendra menghela nafas kasar. "Bunda, tunggu sebentar. Jendra juga bakalan nikah, tapi nggak sekarang."
"Terus kapan Jendra? Kalau kamu nggak nyari cepet Bunda jodohin yah!"
Sambungan berakhir dengan ucapan yang tak bisa di gugat dari Bunda nya. Seolah dirinya adalah anak remaja yang butuh perjodohan, tidak bukan tak ingin menikah hanya saja Jendra belum bisa melupakan seseorang di masa lalunya.
Rajendra sangat malas jika sudah di katakan harus mencari seorang pendamping. Bukan dia tak mau apalagi tak ingin, hanya saja hatinya masih nenetap dengan seseorang yang lama. Andai saja pada saat pernikahan dia dengan mantannya hampir saja akan berlangsung. Tapi sayang mendadak dia berkata bahwa belum siap menikah.
Sejak saat itu hati Rajendra seolah menutup dan tak pernah ingin terbuka lagi kepada siapapun. Jika harus jujur dia menginginkan seorang anak, hanya saja dia tak pernah ingin menikah lagi dengan seseorang. Dia masih menyimpan luka yang belum kering meski sudah bertahun-tahun lamanya.
"Argghhh..." teriaknya di kantor.
Pintu terbuka menampilkan wajah sahabatnya yang terkejut melihat Rajendra berteriak. Dia, Rafka teman dari Rajendra sejak masa SMA nya. Dia juga bekerja di perusahaan Rajendra sebagai sekretarisnya. Yah, Rajendra memberikan pekerjaan ini kepadanya dengan senang hati Rafka akan menerimanya.
"Lo kenapa Jendra, perasaan kayak anak remaja di tinggal pacar."
"Emang," ucap santai Rajendra membuat Rafka terkekeh.
"Di suruh nyari calon yah?" tanya Rafka menebak. Sebab, bukan sekali dua kali melihat kejadian Rajendra yang di desak oleh ibunya untuk segera menikah dan memiliki pasangan.
"Iyah, parahnya kalau belum ketemu gue mau di jodohin."
Rafka tertawa puas. Akhirnya sahabatnya harus segera menikah, dia saja sudah memiliki istri. Mengapa sahabatnya yang sangat tampan ini tidak pernah mendapatkan seorang istri? Sangat tidak mungkin jika ada seseorang yang akan menolak pesona tampan dari Rajendra.
Mendengar suara tertawa mengejek dari Rafka membuat Rajendra melempar Rafka dengan berkasnya. Bukannya kesakitan, Rafka malah semakin tertawa dengan sangat keras. Membuat Rajendra kesal.
"Lo ketawa lagi gue pecat yah Rafka."
"Ampun pak bos, nggak jadi hahaha." Rafka masih saja tertawa dan menanggapi ucapan Rajendra dengan tawanya yang menggelegar memenuhi ruangan kerja Rajendra.
Rajendra hanya bisa diam dan membiarkan Rafka tertawa. Dia malas mendengarkan apa yang sahabatnya katakan, lihat saja nanti Rajendra akan mendapatkan anak bagaimanapuj caranya.
"Raf, cariin gue anak."
Rafka tersedak ketika mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Rajendra. Dia menginginkan seorang anak? Bagaimana bisa! Dia kira anak itu boneka yang bisa di temukan dengan di beli saja. Rasanya Rafka ingin membuang temannya itu, semakin hari otaknya semakin aneh.
Ucapan Rajendra barusan membuat Rafa terkejut. Bukan main, laki-laki itu berhasil membuat jantung Rafa terdetak beberapa kali lebih cepat.
"Lo gila apa?"
"Nggak. Gue beneran, cariin anak aja. Biar ibunya gue nikahin," ungkap Rajendra dengan mudahnya.
"Hah? Bentar gue ngebug banget. Mending gue bikin aja acara mencari calon istri bos besar biar banyak yang ikutan," saran Rafka.
Rajendra menggeleng. Dia benar-benar sudah gila, bagaimana bisa otaknya memikirkan hal seperti itu. Semuanya gara-gara desakan dari ibunya. Andai saja dia tak di desak seperti ini, mungkin akan menikah dengan sangat tenang.
"Nggak jadi jangan."
"Lah? Plin plan banget lo kayak anak gadis di ajak nikah!" ucap Rafka sambil duduk dan meminum kopinya. Jadwal hari ini sedikit senggang setidaknya dia bisa beristirahat dari kecanduan bekerja nya Rajendra. Dia sangat ingat, ketika bulan madu terakhir bersama istrinya. Tiba-tiba saja Rajendra meminta bantuan dan membuatnya harus pulang lebih cepat dari jadwal.
Rajendra benar-benar sangat gila akan pekerjaan. Dia akan melakukan apa saja demi pekerjaannya, sejujurnya ini hanya terjadi beberapa tahunn yang lalu setelah Kanita meninggalkan Rajendra disini sendirian dan membatalkan pernikahan mereka. Rajendra yang dahulu banyak tersenyum sekarang banyak memiliki perubahan.
Mungkin patah hati nya sangat besar. Rafka tahu bagaimana rasanya, meski belum pernah merasakannya sendiri. Tapi di tinggalkan oleh seseorang ketika pernikahan akan hampir sampai dan akan segera di laksanakan tiba-tiba saja di batalkan karena alasan belum siap.
Hari itu, Rajendra mabuk mabukkan dan selalu menyusahkan Rafka yang sedang berduaan dengan istrinya. Untung saja sekarang dia sudah tidak pernah meminum minuman keras lagi dan pelariannya pekerjaan. Tetap saja selalu membuat Rafka juga sibuk, padahal dia ingin bermanjaan dengan istrinya. Tapi sangat sulit karena Rajendra.
"Gue masih bingung kenapa lo nggak nyari pacar aja ndra," ucap Rafka setelah dia melamun memikirkan masa lalu temannya.
"Gue bukannya nggak mau. Tapi, lo tahu sendiri dia masih tetep ada di hati gue."
Rajendra tetaplah Rajendra. Laki-laki yang sulit sekali melupakan masa lalunya. Rajendra kerap kali terkekang oleh masa lalu yang anehnya meski tak di inginkan berakhir harus berakhir begitu saja. Rajendra masih di sana, masih berada pada saat dia jatuh cinta.