Chereads / Mantan, Kok Nikah? / Chapter 3 - Terlalu Percaya Diri

Chapter 3 - Terlalu Percaya Diri

"Giliran kamu ya, Sayang..."

"Iya, kayak begini, kan?!" Responsnya diiringi dengan suara lenguhan panjang yang membuat seluruh bulu kuduk Daniel meremang karenanya. "Damn! Gimana aku bisa lupa sama kehebatan kamu ini, Mas!" pekiknya lagi sambil terus mengatur napas yang terengah-engah.

Daniel yang malam ini telah benar-benar menanggalkan semua pakaiannya, bahkan wajahnya yang merah padam pun tak bisa ia sembunyikan setelah melepaskan hasratnya beberapa detik yang lalu.

"Enggak tahu kenapa, aku kalau bareng kamu itu punya rasa dan kepuasan yang khas. Setiap malam malah aku selalu ingat kamu, apalagi setiap kali kita sama-sama sampai puncak—" Daniel mencium pelipis perempuan dalam dekapannya di balik selimut di kamar apartemen ini. "Sumpah, inilah kepuasan yang kebahagiaan yang selalu aku ingin kan, Sayang."

Perempuan dengan rambut terurai panjang tersebut menoleh sekilas ke belakang dan memberi senyum terbaiknya untuk Daniel. Tatapan mata mereka pun bertemu untuk beberapa detik sebelum akhirnya bibir mereka saling bertukar rasa kembali, berulang kali, memanas dan bergelora.

Daniel pun kembali terjebak dalam panasnya adegan ranjang yang disuguhkan untuknya. Hingga Daniel lupa akan sebuah janji—untuk menjemput wanita yang selalu memuja dan mencintainya sepenuh jiwa.

Lelaki itu benar-benar tak sadar diri lagi, kalau saat ini Dinia Revina, tengah berharap dijemput olehnya di bandara. Lelaki itu tengah 'mengganti oli' bersama wanita lain di kamar apartemen ini, selagi hasrat mereka masih sama-sama menggila. Untuk ke sekian kalinya...

"Aku enggak mau kalau malam ini kamu pulang ya, Mas," bisik perempuan itu lagi.

"Iya, aku enggak akan pulang kok, Sayang."

Satu kecupan hangat kembali perempuan itu suguhkan untuk Daniel, disambut dengan senang hati oleh lelaki bersuami yang terus mendekapnya dengan posesif tersebut.

"Malam ini, aku akan terus temani kamu." Daniel balas mengecup bibirnya dengan lembut. Setelahnya, barulah Daniel sadar kalau malam ini istrinya akan pulang. Membuatnya terpanjat dan segera bangkit dari ranjang. Daniel tampak panik memunguti setiap helai pakaiannya. "Aku harus pergi sekarang, maaf malam ini enggak bisa menginap di sini bareng kamu," katanya dengan panik.

"Kenapa? Kok buru-buru turun dari kasur? Kan biasanya kamu bakal peluk aku sampai pagi, Mas." Perempuan itu merengut kesal, menggenggam erat ujung selimut yang menutupi tubuhnya. Merasa tidak rela ditinggalkan setelah memuaskan lelaki ini, Daniel pikir bisa semudah itu untuk lepas?

Daniel menoleh ke arah Aylana, teman penghangat ranjangnya tersebut. "Istriku malam ini pulang ke Jakarta, aku lupa... Aku harus jemput dia di bandara sekarang, maaf ya, Ay..."

"Terus? Kamu mau pulang?" protesnya lagi dengan tatapan tak rela, apalagi saat bibirnya mengerucut manja. Membuat Daniel tak tega dan segera memeluk Aylana kembali ke dalam dekapannya yang masih bertelanjang dada. "Kamu kok jadi beri kesan kalau aku ini wanita bayaran, bukan sebagai wanita yang kamu cintai sih, Mas?"

Tangan Daniel bergerak lembut mengusap puncak kepala Aylana dan berkata, "Besok aku ke sini lagi ya, Ay..."

Aylana langsung menggeleng pelan, responsnya membuat Daniel merasa goyah dan bimbang. Benar-benar tak rela kalau lelaki yang baru saja memuaskannya dan juga telah ia puas kan itu harus pergi dan mengakhiri kemesraan mereka di tengah malam seperti ini.

Daniel kembali mengecup bibir Aylana sambil terus membujuk dan meyakinkan wanita itu kalau dia menyayanginya, mencintainya, dan menginginkannya lebih dari Daniel mendambakan Revina, istrinya.

"Beginilah nasib sebagai selingkuhan, aku bakal selalu jadi yang terabaikan. Aku dinomor-duakan dalam hidupmu, Mas."

"Kita tunggu waktu yang tepat, nanti aku bakal ceraikan Revina."

Aylana mendongak agar bisa melihat dagu Daniel. Menatap sayu pada lelaki itu saat tatapan mata mereka bertemu.

"Dan kamu juga—segera tinggalkan lelaki itu ya." Daniel menambahkan sebelum Aylana sempat untuk menanggapi pernyataannya tadi. "Kalau diberi pilihan, apakah aku memilih Revina atau kamu, jawabannya enggak usah kamu tunggu. Aku pasti lebih mendahulukan kamu ketimbang dia."

"Suamiku itu gampang, Mas." Aylana kembali memeluk Daniel. "Dia ke Jakarta itu tiga bulan sekali, jadi enggak akan memberi kontribusi apa pun dalam hidupku. Dia juga kerjanya di perusahaan orang tuaku kok, jadi dia itu cuma bawahanku doang. Aku bisa atur ke mana dan kapan dia bisa pulang ke Jakarta," katanya dengan bangga.

Daniel menghela napas lega, setidaknya dia tahu kalau lelaki yang ada dalam hidup Aylana bukanlah sesuatu yang harus dia khawatirkan keberadaannya, bukan? Tapi bagaimana dengan keberadaan Revina di hidupnya? Daniel tahu, meninggalkan Revina hanyalah wacana untuk menenangkan Aylana untuk saat ini.

"Ya udah, aku pulang dulu ya." Daniel merenggangkan pelukannya. "Aku enggak mau kalau Revina nanti curiga dan enggak mau perpisahan kami nanti, letak salahnya di aku. Aku bakal cari celah bagaimana caranya membuat keadaan jadi berbalik, dia enggak ada orang yang menyalahkanku."

"Pilih istri Mas ... atau pilih temani aku?" tantang Aylana sembari menggores dada bidang Daniel menggunakan ujung telunjuknya. Gerakan sensual dan cukup memancing itu pun menarik perhatian mata lelaki itu, mengikuti arah tangan Aylana. "Yakin kalau Mas mau pulang?"

Daniel memejamkan matanya sambil menengadah ke atas ketika tangan Aylana mengusap pusarnya dengan gerakan yang... Sumpah demi apa pun, Daniel merasakan seluruh nadinya kembali bergetar dan memanas. Aylana selalu berhasil membuat lelaki ini lupa diri dan lupa segalanya.

"Tentu saja aku memilih untuk tetap di ranjang ini bareng kamu," ungkap Daniel yang kembali menindih tubuh wanita tersebut dengan liar. "Keindahan surga itu ya ada di tubuhmu, bodoh banget kalau aku membuang setiap kesempatan untuk memilikimu, Ay..."

"Pengamannya jangan lupa, Maaas..." Aylana merengut manja sembari melingkarkan tangannya di leher Daniel. "Aku enggak mau hamil anak dari suami orang. Kecuali kalau kamu dan Revina udah cerai, baru deh enggak usah memikirkan pengaman lagi."

Daniel pun terkekeh dan beranjak ke arah nakas untuk mengambil barang yang dimaksud oleh Aylana. "Aku juga enggak mungkin hamili istri orang, Ay."

"Hahaha, siapa tahu kamu kepikiran untuk jebak aku."

"Kepikiran untuk jebak kamu di ranjang sepanjang hari sih ... ya ... aku pernah memikirkan hal itu," akunya dengan jujur sembari terkekeh geli. Menuai satu cubitan di pangkal pahanya yang membuat Daniel meringis pelan. "Selalu tahu tempat-tempat di mana aku enggak akan bisa keluar dari kamar ini dengan mudah."

"Dasar! Pikirannya enggak jauh-jauh dari selangkangan—desahan—jepit-jepitan—desahan lagi."

Daniel hanya tertawa saja ketika Aylana mulai menggerutu tak jelas setelah ini. Baginya, bisa berada di sisi Aylana adalah hal yang teramat sangat membahagiakan. Membuatnya benar-benar memutuskan untuk mengabaikan Revina, wanita yang menunggunya datang dengan gelisah dan waswas.

***

"Mana, katanya suamimu mau datang jemput." Kalimat dengan nada meledek dari suara yang tak asing baginya, tentu saja berhasil membuat Revina mendengus kesal. Dan Jupiter menyadari itu dengan sangat jelas sekali. "Aku udah dua jam perhatikan kamu dari ujung sana, suamimu belum datang juga."

Ingin sekali rasanya Revina mengumpat lelaki yang pernah hadir di masa lalunya tersebut. Lelaki yang sejak dulu selalu saja membuat masalah dalam hidupnya, terlebih setelah mereka sempat melakukan hubungan terlarang di usia yang masih sangat remaja itu.

"Ya udah, aku antar kamu pulang." Jupiter kembali melangkah mendekati Revina yang tampak tengah memutar kedua bola matanya dengan malas dan keki. "Mobilku udah diantar orang kantor tadi siang, jadi tinggal ambil di area parkir," imbuhnya lagi menawarkan bantuan yang sebenarnya sangat tidak diinginkan oleh Revina.

Perempuan dengan seragam pilotnya tersebut kembali mendengus dan kali ini terdengar lebih kuat. "Ju... Aku ini istri orang dan kamu juga suami orang, bisa hargai pasangan kita masing-masing, enggak sih?" ketusnya dengan mata yang melebar, ada kilatan emosi di sana. "Hargai pernikahan kamu, hargai istrimu, dan hargai juga suamiku!"

Jupiter menahan napas sejenak, dia berdiri tegap tanpa berani berkata-kata apa pun lagi. Hanya mampu menatap Revina lekat-lekat, penuh rindu yang sangat menyesakkan dada.

"Kalau pun suamiku enggak sempat datang, bukan karena dia sengaja enggak datang—tapi karena dia sibuk di kantornya!" Revina kembali memberi penekanan dalam setiap kata yang diucapkannya. "Aku sangat menghargai pernikahanku, kami berpegang kuat pada kesetiaan dan saling mempercayai satu sama lainnya. Please, jangan muncul lagi di depanku dengan alasan apa pun."

Jupiter kembali menemukan suaranya setelah mendengar ucapan demi ucapan Revina. "Kita masih terikat janji masa lalu, kamu lupa?"

"Apa? Terikat janji masa lalu?" Revina terkekeh pelan sebelum melanjutkan, "Begitu kamu meninggalkan aku begitu saja, saat itu semua janji kita telah aku kubur dan aku buang, Jupiter!"

"Aku setiap saat memikirkan kamu, Rev..."

"Memikirkan? Hahaha..."

Jupiter berusaha menahan tangan Revina yang ingin menyeret kopernya agar menjauh dari lelaki itu. Namun, Jupiter bergerak lebih cepat. "Rev, sumpah aku cari kamu setahun setelah kepergianku waktu itu. Aku enggak baik-baik saja selama sepuluh tahun ini."

"Dan sayangnya, aku sudah baik-baik saja sejak sadar kalau kamu hanya lelaki pengecut berusaha lari dari tanggung jawab!" tanda Revina yang mulai meninggikan oktaf suaranya. "aku menikah dengan lelaki yang ada ketika aku terpuruk, lelaki yang aku cintai dan juga mencintaiku. Kamu di mana waktu selalu ingin menyalahkan diriku sendiri atas kebodohan kita dulu?" tanyanya lagi.

Jupiter terdiam di tempatnya.

"Aku bahagia dengan suamiku dan aku harap kamu enggak datang lagi entah dengan alasan apa pun," kata Revina ingin menegaskan. "karena enggak semua wanita bisa berteman dengan mantannya—aku menjadi salah satu dari wanita itu."

"Karena kamu masih mencintai aku, iya, kan?"

"Kamu terlalu percaya diri!" tegas Revina yang kali ini berhasil lepas dari genggaman tangan Jupiter. "kamu hanya masa lalu yang sudah aku kubur, sudah aku kubur jaaaaaaaauh banget..."

Jupiter hanya bisa menatap punggung Revina yang meninggalkannya dengan tergesa-gesa. Sebenarnya, Jupiter bisa saja mengejar perempuan itu dan memaksa untuk mengantarnya. Tapi Jupiter tahu, Revina memang tidak nyaman dengan kehadirannya itu.

"Beruntungnya kamu bisa menikah dengan lelaki yang mencintaimu dan juga kamu cintai. Sementara aku... Aku terpaksa menikahi putri dari atasanku, demi bisa tetap bisa bekerja dan membantu biaya pengobatan ibuku yang masih koma hingga detik ini," bisik Jupiter dengan mata berkaca-kaca. "Dinia Revina, maafkan aku yang pernah meninggalkanmu karena terpaksa oleh keadaan."

BERSAMBUNG...