"Sayang, maaf semalam aku lembur di kantor. Soalnya siang ini ada pertemuan penting sama klien."
Revina yang tengah menikmati sarapannya seorang diri itu pun, dengan refleks menoleh ke samping karena mendengar suara Daniel yang datang dengan raut bersalah di wajahnya. Membuat Revina ikut meringis dan segera merentangkan kedua tangannya, meminta Daniel segera mendekat untuk memeluknya.
Paham dengan gestur yang kerap Revina tunjukkan saat rindu, Daniel pun mendekat dan menyempatkan untuk mengecup bibir sang istri sekilas, sebelum memeluk istrinya dengan erat.
Sekilas pandang, tidak akan ada yang tahu—bahkan Revina sendiri tidak akan bisa menyadari kalau pelukan itu bukan hanya untuknya. Sentuhan dan kecupan lembut tadi bukan hanya miliknya, Revina tak tahu kalau kini, dia tengah berbagi pelukan itu dengan wanita lain.
"Sayang, sumpah aku minta maaf banget." Daniel kembali mengulang ucapan maafnya ketika Revina masih menyandarkan pipi kirinya di dada lelaki itu. Berharap bisa melepas rindu dan membunuh kepenatan yang entah kenapa terasa sangat janggal sejak pertemuannya dengan Jupiter semalam.
Dalam hatinya, Revina selalu berjuang untuk menjaga setianya. Revina tidak pernah memberikan izin pada hati dan pikirannya untuk singgah pada lelaki lain, selain sang suami—termasuk mantan yang sejujurnya belum sepenuhnya dia relakan kepergiannya dulu.
Tapi balik lagi pada kenyataan, bahwa Revina telah memilih untuk dinikahi oleh Daniel. Lelaki yang memperjuangkan banyak hal untuk mendapatkan hatinya, tiga tahun perkenalannya dengan lelaki itu tanpa sengaja di bandara Hang Nadim Batam. Cukup gencar Daniel dengan perjuangannya untuk meluluhkan hati Revina kala itu, sampai pada tahun kedua Revina bisa menerimanya.
'Udah setahun kamu selalu pantau ke mana jadwal penerbanganku. Datang ke beberapa bandara hanya untuk memberiku kejutan kecil yang pada akhirnya membuat hatiku yang tertutup rapat akhirnya bisa terbuka dan bisa menerima kehadiranmu.'
'Dan aku akan selalu menjadi satu-satunya lelaki yang akan mencintaimu dan dicintai olehmu, Rev.'
'Buktikan, datangi keluargaku. Lamar aku ke kedua saudara perempuanku; Hanim dan Syavira, karena hanya mereka keluarga yang aku miliki di dunia ini.'
'Maksudnya?'
'Aku anak yatim piatu dan aku dirawat dan dibesarkan oleh mendiang Papa Biru, ayah kandung Hanim, sahabatku. Kenapa? Kamu berubah pikiran karena aku bukan dari keluarga yang utuh?'
'Enggak masalah, aku mencintai kamu apa adanya, seadanya dirimu tanpa menuntut keluarga yang utuh dan sempurna. Toh nanti kita bisa bina keluarga yang sempurna untuk anak-anak kita kelak.'
Benar saja, Daniel membuktikan semua ucapannya hingga saat ini, sudah berjalan dua tahun usia pernikahan mereka berdua. Semua terlihat sempurna dan baik-baik saja, setidaknya itulah yang Revina tahu dan rasakan sejauh ini.
Tidak ada yang salah dengan pernikahannya, tidak ada cacatnya sedikit pun.
"I miss you, Yank." Revina berbisik pada suaminya, sebelum mencium daun telinga Daniel dengan sangat lembut.
"Miss you more, Sayang." Daniel balas mengungkap rindu dan juga balas mencium leher samping istrinya. "Kebetulan aku belum sarapan, aku mau sarapan daging-daging dan kulit lembut kamu ya, Sayang."
Revina terpekik pelan saat Daniel menarik tubuhnya ke dalam pangkuannya, menggiring sang istri ke sofa yang tak jauh dari pantri tempat ia menikmati sarapan tadi.
"Buka puasa dulu, udah beberapa hari tahan diri karena istri yang pacaran sama awan dan langit," ungkap Daniel seraya terus menyerang leher dan tengkuk Revina dengan bibirnya. Sesekali, ia menghisap kulit Revina dan meninggalkan jejak merah di sana—dengan sengaja.
Sentuhan yang tentu saja membuat Revina meninggalkan seluruh kewarasannya, membiarkan Daniel menjengkal tubuhnya menggunakan bibir dan kecupan-kecupan panas di setiap titik tubuhnya. Memanas dan juga menggila. Ketagihan dan ingin selalu merasakannya, berulang kali.
Bahkan, Revina hanya bisa pasrah saat Daniel membuka piamanya, membuang pakaian dalamnya ke sembarang arah. Yang penting, pagi ini Revina ingin memuaskan suaminya, sekaligus memuaskan hasratnya sendiri. Bukankah ini yang dinamakan bercinta dengan penuh cinta? Ya, Revina teramat mencintai suaminya ini.
Sentuhan demi sentuhan yang saling berbalas panas itu pun membuat tubuh keduanya saling panas dan terbakar sendiri oleh gelora dan hasrat.
Suara geraman meluncur bebas, serta keluar dengan leluasa dari bibir mereka berdua. Terlebih ketika Daniel mulai memasuki Revina sedalam mungkin—jauh—mencari kenikmatan yang saling berkejar menuju puncaknya.
Sentakan demi sentakan terus membunuh kewarasan mereka, hingga suara desahan pasangan ini memenuhi ruangan keluarga yang kini menjadi saksi dari penyatuannya. Dalam hatinya, Revina memuja kehebatan suaminya.
"Danieeeeel!" teriak Revina saat ia merasakan Daniel yang makin mendesak di tubuh bagian bawahnya. Rasanya penuh, tapi dia ingin terus seperti ini. Tangannya bergerak liar untuk memutar posisi agar Daniel yang kini duduk tersandar ke sofa, menggantikan posisinya saat ini.
Tentu saja Daniel tak pernah keberatan dengan posisi ini, justru inilah hal yang paling digemarinya dari Revina, dan juga saat bersama—Aylana tentunya.
"Sayang... Sedikit ke bawah dan lebih ditekan... Nah... that's it!" pinta Daniel dengan suara yang terdengar bergetar dan sedikit berat. Matanya terpejam kuat dan menikmati setiap ritme gerakan yang tengah Revina suguhkan untuknya. "Ini yang selalu membuatku menggila dan hanya kamu yang bisa melakukan yang seenak ini," ungkapnya tanpa membuka mata. Dan hal ini adalah kejujuran paling jujur yang tengah Daniel ungkapkan, Aylana tidak berbakat untuk melakukan posisi seperti saat ini.
"Jangan berhenti! Jangan dibikin pelan, Sayaaaaaang...," lirih Daniel yang kini membuka matanya dan meraup bibir Revina dengan rakus. Melumat bibir ranum istrinya, menggigit pelan, tapi tetap saja rasanya makin menggila. "I love you, Sayang, love you so much...."
Revina balas tersenyum dan mempercepat laju tubuhnya. Membiarkan Daniel terus menggeram hingga Revina tanpa sadar kalau kini Daniel kembali mengambil alih adegan demi adegan berikutnya.
"Aku enggak ada stok pengaman lagi," bisik Daniel sebelum melenguh kuat di telinga Revina. "Enggak apa-apa tanpa pengaman aja ya?"
"Sejak kapan kita bercinta pakai pengaman, Yank?" tanya Revina setelah yakin kalau Daniel telah mengisi tubuhnya dan lelaki itu pun terkapar lemas di lantai setelahnya. "Kok tadi kamu bilang enggak ada stok pengaman? Seingatku, kita enggak pernah ada kesepakatan untuk menggunakan pengaman, aku juga enggak pernah menghambat kehamilan dengan cara apa pun." Revina mengulang pertanyaan saat Daniel menarik tubuh polos sang istri agar berbaring di atas tubuhnya.
Daniel tersentak kaget, Daniel sebenarnya gugup ketika ditanyakan hal ini, tapi keahliannya berkilah pun segera ia tunjukkan di depan sang istri dengan pura-pura terengah. Memeluk Revina dan mencium ceruk leher sang istri. "Selama lima hari kamu pergi, aku kebanyakan nonton film. Jadi terbawa dialog mereka, Sayang."
Revina pun terkekeh dan menggigit hidung sang suami dengan gemas sebelum mengatakan, "Ya ampun... Jadi setiap kali aku terbang, kamu di rumah nonton yang begituan, Yank?" Setelahnya, Revina terkekeh geli mendengar pengakuan suaminya.
"Ya." Daniel mengangkat kepalanya agar bisa mencium leher Revina sekali lagi, padahal lelaki itu tengah menyembunyikan kegelisahannya. "Apalagi akhir-akhir ini musim hujan, aku jadi kangen dan pengen terus. Istri juga jauh, jadi yaaaa bisa berimajinasi doang."
"Maaf ya, Yank." Revina kali ini merasa bersalah. "Seharusnya aku lebih banyak waktu di rumah bareng kamu, mengurus kamu, mengurus rumah ini." Perlahan, Revina mengetuk dagu Daniel seraya menatap mata sang suami dengan teduh.
Daniel buru-buru memotong pernyataan istrinya. Daniel sudah bisa membaca ke mana arah ucapan Revina setelah ini. "Kamu terbang aja dulu, ini semua kan impian kamu dan cita-cita kamu dari kecil. Menjadi pilot, bisa membelah awan." Lelaki itu berusaha meyakinkan Revina. "Aku enggak apa-apa kok, toh juga kalau nanti kamu hamil... Bakal berhenti terbang dengan sendirinya, aku enggak apa-apa kok Ibu pilot, serius aku bakal dukung semua impian kamu dan profesi kamu."
"Tapi..."
"Sayang, beneran ... aku enggak apa-apa kok. Kamu masih terlalu muda untuk pensiun dari karier serta impianmu itu, dan yang aku tahu—kamu mendambakannya sejak dulu." Daniel khawatir kalau Revina tetap bersikeras untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya ini. Daniel tentu saja bahagia setiap kali harus ditinggal terbang. Bukan karena benar-benar memikirkan impian sang istri.
"Tapi, Yank..."
Daniel segera membantah. "Sesuai komitmen yang kamu minta dulu. Menikah tanpa harus menghalangi profesi kamu, menikah bukan berarti membunuh cita-cita kamu dan juga tetap support impianku untuk jadi pengusaha."
Dalam hatinya, Daniel berdoa agar Revina tidak benar-benar ingin berhenti bekerja. Selain karena tidak ingin mengurangi waktunya bersama Aylana, Daniel pun merasa suntikan finansial dari Revina masih sangat dibutuhkan oleh perusahaan parfum yang tengah ia rintis dari nol tersebut. Ah, pokoknya Revina belum boleh berhenti bekerja untuk saat ini.
"Tapi aku jadi kurang waktu untuk sekedar perhatikan suamiku sendiri," ungkap Revina yang masih saja merasa bersalah. "aku enggak mau, keadaan ini justru membuat kamu merasa kesepian dan mencari hiburan dengan hal-hal lain. Aku jadi kayak istri durhaka dan hanya mementingkan pekerjaanku hingga mengabaikan suami sendiri."
Merasa tersindir telak, nyaris saja Daniel tersedak air liurnya sendiri. Tapi, ia buru-buru berdeham dan berkata, "Kalau aku kangen, aku tinggal pesan tiket pesawat yang dipiloti sama istriku. Kita bisa spend time sekalian liburan juga."
"Yank..."
Takut kalau Revina curiga padanya, Daniel segera mencium bibir sang istri. "Aku enggak akan pernah cari kehangatan lain, dirimu sudah cukup menghangatkan hidupku, hatiku, dan tubuhku." Dia mulai mengeluarkan kalimat pamungkas untuk Revina.
"Aku selalu berusaha menahan godaan yang coba mendekat, jadi tolong, kamu jangan tergoda juga dengan siapa pun," bisik Revina.
"Siapa yang lagi coba goda kamu, Sayang?"
Revina tersenyum dan buru-buru menggeleng. "Pokoknya aku enggak akan tergoda karena kamu sudah cukup menggoda dalam hidupku."
"Aku enggak akan lepaskan siapa pun yang coba merebutmu dariku, Sayang."
Dinia tersenyum sebelum memeluk Daniel dan bersumpah dalam hatinya kalau Jupiter harus hengkang dari hati dan pikirannya mulai detik ini, seperti dua tahun lalu ketika Daniel siap menerima semua kekurangan serta aibnya di masa lalu.
'Ayolah Dinia Revina, jangan ingat lelaki brengsek itu lagi. Ingat, ada hati yang harus terus kamu jaga, hati suamimu...' Revina membujuk hatinya kembali.
BERSAMBUNG...