Chereads / Mantan, Kok Nikah? / Chapter 8 - Rindu Terlarang

Chapter 8 - Rindu Terlarang

"Bisa-bisanya si brengsek itu bilang aku ini sakit jiwa."

'Siapa sih yang berani bilang—anak sultan dan anak raja minyak—dari Medan ini sakit jiwa?'

"Si manusia planet itulah, siapa lagi!" balas Aylana selagi ia masih menggerutu sebal saat mengingat ucapan Jupiter beberapa menit yang lalu. "Palak kali aku tengok dia, udah mokondo, sekarang berani-beraninya cakap aku sakit jiwa. Aku ceraikan, nantik nangeeeees..." Ia mengejek Jupiter dengan logat Medan yang khas sambil terus tertawa setelahnya.

Suara tawa dari seberang panggilan video tersebut terdengar jelas di telinga Aylana, membuatnya balas melotot pada lelaki itu melalui layar ponsel di hadapannya. Dia kembali berkomentar seakan tidak peduli dengan suara tawa Daniel di sana. "Ah, sekali lagi dia berani cakap aku sakit jiwa, biar kupatahkan lehernya! Suami enggak tahu diri memang dia itu!"

'Hahaha.' Daniel tertawa lebih keras lagi, menatap wajah kesal Aylana melalui layar ponselnya saja sudah cukup menggemaskan. 'Udahlah, enggak usah dipikirkan dia mau bilang apa. Mending sekarang kamu cari referensi untuk gaya bercinta kita nanti malam. Kamu kangen sama aku, kan?' godanya sembari terus menggoyangkan alis turun naik.

Aylana tentu saja langsung merengut manja dengan mengatakan kalau dia pun merindukan Daniel dan rasanya ingin segera tidur di dalam pelukan lelaki itu. Aylana dan Daniel benar-benar seperti pasangan yang baru saja saling jatuh cinta dan tengah dimabuk asmara. Padahal, kalau dihitung-hitung lagi, hubungan mereka sudah terjalin cukup lama.

'Ya udah, aku kerja dulu dan nanti aku jemput kamu untuk makan malam. Please, kamu harus dandan yang cantik malam ini karena aku punya hadiah spesial untuk kamu.'

"Dior yang aku kode-kode kemarin bukan, sih?" tanyanya penuh harap dan dengan ekspektasi yang cukup tinggi. "Semoga Mas bisa jadi lebih peka lagi ya."

Daniel hanya merespons dengan mengedikkan bahunya, sengaja agar Aylana penasaran akan kado spesial apa yang akan diberikannya.

"Ah, kamu mau main rahasia-rahasiaan?" komentar Aylana lagi, merasa gemas dengan Daniel, dia pun mencium layar ponselnya.

"Yah, ciumnya enggak kerasa," protes Daniel dari seberang teleponnya.

"Iya, ciumnya sekarang virtual dulu ya. Nanti begitu ketemu, aku kasih full service biar kamu makin malas untuk pulang ke rumahmu. Biar kamu makin malas untuk lihat wajah istrimu itu. Hahaha."

'Nanti malam harus dibayar kontan ya, harus bertubi-tubi dan sampai jari-jari kakiku ya, Ay.' Daniel meminta dengan tak kalah manjanya. Sayangnya, alih-alih muak melihat itu, justru Aylana merasa sangat diinginkan dan dicintai. 'Lihat senyummu malah aku yang enggak sabar untuk ketemu. Enggak sabar mau buka baju kamu satu per satu sambil terus dengar kamu mendesahkan namaku. Gilaaaaa, aku kangen banget sama semua itu dari kamu!'

Aylana segera mencibir ke arah kamera. "Kamu enggak takut ketahuan sama istrimu?"

Lelaki di seberang telepon tersebut segera menggeleng sambil berkata, "Kalau kita pacaran terus enggak ketahuan, itu sebuah keberuntungan. Tapi kalau kita selingkuh tanpa harus ketahuan pasangan masing-masing, itu namanya... Skill... Sayaaaang..."

"Hahaha."

"Kita harus bermain menggunakan skill," ungkap Daniel lagi dengan jemawa. "Lagian, aku tahu kok gimana Revina, jadi dia enggak akan jadi masalah besar kok dalam hubungan kita."

"Baiklah, aku percaya kalau kamu bisa kendalikan semuanya dengan baik, Mas."

Setelahnya, mereka kembali terkikik geli hingga beberapa menit lamanya. Sampai akhirnya panggilan video tersebut mereka akhiri yang ditutup dengan tawa canda yang masih tersisa hingga beberapa detik kemudian.

Daniel tersenyum kecil setelah panggilan tersebut tak lagi terhubung. Tatapannya kembali lurus ke depan, membayangkan setiap lekuk tubuh Aylana tanpa busana. Ya, otaknya memang sekotor itu saat ini.

Sejujurnya, Daniel selalu memuja bentuk tubuh kekasihnya tersebut. Bahkan, ketika dia berhubungan dengan Revina sekali pun, yang ada dalam penglihatannya adalah rambut panjang Aylana yang terurai. Bibir Aylana yang selalu dilapisi lipstik merah menyala dan bulu matanya yang lentik.

Aylana, Aylana, dan Aylana.

Benar, hidup Daniel sepertinya telah berganti kiblat ke tubuh indah Aylana.

Daniel lupa, kalau seharusnya dia menjaga istrinya, bukan perempuan lain.

***

Saat jam makan siang, Revina tampak memasuki sebuah restoran yang akan menyajikan makan khas Turki dan juga Bangladesh. Restoran rekomendasi dari Syavira dan Hanim, sahabat terbaik yang selalu ada untuknya dalam keadaan apa pun.

"Hai." Revina melangkah dengan sedikit tergesa-gesa ketika matanya berhasil menemukan meja di mana Syavira dan Hanim telah menanti di sana. "Sorry banget aku telat. Soalnya tadi aku ke kantor dulu, biasalah... Mau ujian lagi dan lagi," ceritanya sambil memeluk kedua sahabatnya bergantian.

Hanim langsung menggoda Revina dengan mengatakan, "Ibu pilot masih belum ada rencana untuk resign dan berhenti main di udara? Enggak capek? Atau belum mabuk udara?"

"Ingat, kursimu di Samudera Insurance juga kangen kamu tempati," celetuk Hanim. "itu semua amanat dari mendiang papa sewaktu kita masih pendidikan di Bali. Kita bertiga punya kursi masing-masing di perusahaan papa," tambahnya lagi sambil meraih tangan kedua sahabatnya yang telah dianggap saudara kandung tersebut.

"Hei, tabunganku belum cukup untuk menjamin masa tuaku," celoteh Revina yang tanpa permisi langsung saja meneguk ice lemon milik Hanim. "lagian perusahaan Mas Daniel belum stabil dan masih butuh banyak suntikan dana dariku."

"Loh, kan tadi Hanim udah bahas soal kursimu di Samudera Insurance." Kali ini, Syavira yang menggoda sahabatnya itu. "Ayolah, kita jadi istri yang sesungguhnya. Jangan sering-sering tinggalin suami kerja. Bisa diembat pelakor loh. Soalnya sekarang lagi musin rebut suami dan curi istri orang," katanya sambil memutar kedua bola mata, berniat untuk menakuti-nakuti Revina.

Alih-alih takut, Revina justru terkekeh dan segera menoyor kepala Syavira dengan sebal sambil berdecap kesal. "Enggak mungkin Mas Daniel bakal selingkuh, orang tiap aku pulang juga jatahnya udah dilebihin kok. Hahaha."

"Hahaha."

"Misalnya aku terbang dua hari nih, ya udah sebelum berangkat aku lebihin jatah yang dua hari biar dia anteng sampai aku pulang," kelakar Revina yang kali ini menuai satu ketukan di keningnya dari Hanim. "Loh, serius aku selalu lebihin jatah suami. Jadi dia bakal tunggu sampai aku pulang."

"Yakin laki-laki bisa puas karena udah dilebihin?" goda Hanim lagi. "lelaki itu gampang banget tergoda, kita di samping mereka 24 jam sehari aja enggak menjamin dia bisa setia."

"Hahaha." Revina berusaha menepis pikiran buruk yang sempat terlintas beberapa detik yang lalu di pikirannya. "Tapi kalau aku sih, berusaha setia sama Mas Daniel biar dia juga setia sama aku."

Hanim dan Syavira tersenyum lebar, mereka tidak ingin membuat Revina lebih cemas dan gelisah lagi. Meski pun perempuan itu menyangkal kekhawatirannya, tapi Hanim dan Syavira tahu kalau jauh di dalam hati—Revina juga takut kalau Daniel akan bermain dengan wanita lain.

"Eh, aku kemarin enggak sengaja ketemu sama Jupiter."

Dua pasang mata di hadapan Revina pun langsung terbelalak ke arahnya. Membuat Revina merasa geli sendiri dan akhirnya tertawa kuat.

"Jupiter Suryawijaya?" tanya Hanim ingin memastikan lagi. "Si pengecut yang dulu udah ngerusak mental kamu habis-habisan?"

"Dia masih hidup?" Kali ini, Syavira yang bertanya dengan bibir membulat. "Dia belum mati? Belum ketemu karma karena udah buat kamu hampir jadi sahabat aku yang bodoh pake acara lompat dari jembatan," celetuknya lagi dengan emosi yang terlihat jelas dari tatapan matanya.

Revina langsung terkekeh melihat reaksi sahabat-sahabatnya. Dan sejujurnya, mereka berdua adalah obat luka Revina setelah Jupiter meninggalkannya sepuluh tahun yang lalu.

Masih teringat jelas oleh mereka bertiga saat Revina berdiri di atas tembok jembatan dan ingin melompat untuk mengakhiri hidupnya, kala itu.

"Terus, dia ganggu kamu?" tanya Hanim dengan penuh khawatir, memastikan kalau Revina tidak terluka atau merasa trauma kembali setelah pertemuannya dengan Jupiter, si lelaki pengecut yang lari dari tanggung jawabnya itu.

Revina menggeleng pelan seraya tersenyum ke arah Hanim dan Syavira, bermaksud untuk menenangkan perasaan kedua sahabatnya itu.

"Jangan sampai Daniel tahu dan terjadi salah paham di antara kalian," gumam Syavira. "Jupiter hanya masa lalu dan Daniel serta pernikahan kalian adalah masa depan."

"Setuju," kata Hanim sambil mengacungkan jempolnya. "Daniel adalah suami yang baik dan dia udah buktikan semua—" Kalimat Hanim terhenti ketika tanpa sengaja, matanya menemukan sosok lelaki yang baru saja mereka bicarakan.

Perlahan, Hanim meneguk cairan salivanya sendiri dengan mata yang memicing—memastikan kalau dia sedang tidak berhalusinasi.

BERSAMBUNG...