Ada rasa penasaran yang menghantui perasaan Fany terkait perempuan yang tiba-tiba saja saat ini berada di jok belakang motor Aldo. Belum genap 5 bulan hubungan Aldo dan Fany usai, saat ini Fany sudah melihat Aldo menggaet perempuan lain. Sontak saja dalam pikiran Fany menganggap bahwa perempuan itu adalah perempuan yang sudah sengaja menjadi orang ketiga dalam hubungan mereka.
Seraya mengendari motornya Fany memperhatikan cara perempuan itu memeluk serta bercumbu mesra dengan Aldo. Sampai akhirnya, Fany tidak fokus dan mendapat teguran tegas dari salah satu pengendara truk.
"Tit tit tit!" suara klakson truk.
"Woy! Hati-hati!" ucap supir truk itu.
Fany terkejut, akhirnya ia segera meminggirkan sepeda motornya, Fany takut jika ia terus berjalan di tengah jalan, maka akan lebih mengagnggu pengendara yang lain. Apa lagi jalan itu adalah jalan besar yang banyak dilalui oleh banyak truk dan kendaraan besar lainnya.
"Gila cuma karena laki-laki kayak dia, gue sampai dimarahin sama supir truk," gerutu hati Fany.
Fany merasa sudah menjadi perempuan yang merugi sebab hanya karena Aldo ia sampai menahan malu di hadapan banyak orang di tengah jalan raya itu. Terlihat ada banyak mata yang melihat kepada Fany. Tepat pada saat itu juga, ada seorang ibu-ibu yang memaki Fany sebab Fany dianggap sebagai perempuan yang tidak tahu mengendarai.
"Eh mbak! Hati-hati sudah tahu jalan raya, masih saja bengong, kalau tidak bisa nyetir lebih baik tidak usah, ngehambat saja!" teriak ibu itu.
Perempuan berusia sekitar 40 tahun mengemudikan sepeda motornya serta melajukan sepeda motornya, tanpa berpikir apa yang menjadi penyebabnya kenapa Fany bisa terdiam begitu saja di tengah jalan. Terlihat sekali, perempuan yang saat itu tengah mengenakan daster berwarna merah cerah dan membonceng dua orang anak di jok belakangnya, memarahi Fany dan meninggalkan Fany begitu saja setelah memarahi Fany.
"Sialan!" teriak Fany.
Tanpa pikir panjang, Fany segera kembali ke kostnya dengan wajah yang snagat kesal. Terlihat wajah kesal Fany sampai akhirnya, Cika keluar dan melihat Fany dengan raut wajah kesal tengah melepaskan helm di kepalanya. Cika terdiam saat melihat wajah kesal Fany untuk pertama kalinya. Sampai akhirnya, Fany tanpa pikir panjang mendobrak pintu kamarnya.
"Brrrak!" suara pintu terdobrak itu terdengar.
"Fany? Kenapa sih?" pikir Cika.
Cika terkejut dengan cara Fany yang tiba-tiba saja terlihat kesal dan malah marah-marah sendiri. Cika bingung apakah ia harus bertanya sebagai bentuk rasa simpati Cika kepada Fany atau hanya diam dan menunggu Fany ada di kondisi lebih baik.
"Tok! Tok! Tok!" Cika memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar Fany.
Cika tidak mendnegar ada respon appaun dari Fany. Fany mendengar suara ketukan pintu dari Cika, Fany tidak merespon. Fany hanya terdiam serta memeluk bantal gulingnya lagi. Fany ingin sekali berteriak sebab, Fany merasa dadanya sesak dan mulutnya ingin sekali meluapkan amarah.
Namun, kembali lagi namanya perempuan, Fany tidak bisa meluapkan semuanya dengan begitu saja. Fany sadar, ada dirinya yang ingin dimengerti tetapi, Fany tidak bisa blak-blakan saat ingin meluapkan semuanya.
"Fany? Lo baik-baik saja kan?" tanya Cika.
Cika masih takut ketika ia harus mengetuk pintu dan bertanya untuk memastikan abhwa Fany sedang baik-baik saja. Akhirnya, Cika memberanikan diri untuk mengetahui Elen. Cika meminta Elen untuk kembali ke kost dengan segera.
Sementara Cika menunggu Elen datang, Cika bingung harus bagaimana sementara ia tidak tahu apa yang terjadi kepada Fany. Cika terus mengetuk dan berjalan bolak- balik di depan kamar Fany. Cika adalah orang yang paling takut dan gelisah ketika ada sesuatu yang terjadi kepada orang sekitarnya.
Tetapi Cika tidak bisa munafik bahwa dirinya tidak berani untuk melakukan sesuatu dengan gegabah apa lagi untuk menangani orang yang tengah dilanda masalah dan sedang ingin menyendiri seperti Fany saat ini.
"Fany buka pintunya dong, lo kenapa? Cerita sama gue," ujar Cika.
"Hiks hiks hiks," Fany menangis.
Fany tidak mengeraskan suara tangisannya. Fany terbilang snagat gengsi ketika harus menunjukkan bahwa dirirnya tengah tidak baik-baik saja dihadapan orang lain. Sebab, yang orang tahu adalah Fany sosok yang kuat. pada kenyataannya, tidak demikian.
Fany adalah anak broken home, itu sebanya Fany merasa bahwa tidak ada satu orangpun yang berhak mengetahui sedihnya apa lagi perihal hati. Fany terbiasa tersakiti, perihal keluarga, asmara, bahkan pertemananya semasa kecil. Fany adalah gambaran seorang anak yang tumbuh tanpa kasih sayang dari soerang ayah dan berusaha kuat tanpa adanya sebuah sandaran.
Pada saat seperti ini, Fany merasa benar-benar sendiri. Tidak ada satu orangpun yang ingin ia biarkan tahu seperti apa hancurnya hati dann pikitannya saat ini. Tetapi di sisi lain, Fany juga merasa tidak rela jika air matanya harus keluar hanya karena Aldo, mantan kekasihnya yang saat ini sudah bisa berjalan bahkan menunjukkan perempuan lain di hadapan dunia.
Yang ada di pikiranya saat ini adalah, ia ingin membuang jauh-jauh pikirannya mengenai rasa sakit dan pengkhianatan yang telah diberikan oleh Aldo selama menjalani hubungan dnegan dirinya. Tetapi hatinya tidak bisa berbohong, hatinya saat ini sedang tersakiti, karena mnegetahui begitu udahnya laki-lkai yang sudah ia anggap sebagai satu-satuny laki-laki terbaik di dunia adalah laki-laki yang bisa dengan mudahnya melupakann dirinya.
Enggan rasanya Fany meneteskan air matanya demi aki-laki seperti Aldo. Tidak bisa munafik, itu adalah apa yang dikatakan oleh logikanya, tidak dengan hatinya. Luapaan rasa kecewa yang ingin sekali hatinya ungkapkan saat ini terungkap dengan air matanya yang membasahi pipinya.
"Dreeet dreeet dreet," terdengar ponsel Fany yang bergetar.
Fany melihat ke ponselnya dan terlihat Elen yang sednag berusaha untuk menghubunginya.
Fany tidak menghiraukannya, saat ini Fany tidak ingin ada orang lain yang tahu bahwa dirinya ada di masa terpuruknya. Fany tahu Cika diluar menunggu dirinya membukakan pintu, sedangkan Elen yang pada saat itu ada di kampus masih sempat-sempatnya menghubungi Fany untuk memastikan abhwa pada saat itu Fany memang tengah baik-baik saja.
Tetapi, cara Fany yang tidak merespon Cika ataupun Elen, membuat mereka berpikir bahwa Fany memang tengah ada di posisi yang tidak baik. Elen langsung kembali ke kostnya pada saat jam mata kuliahnya selesai.
Elen tiba-tiba masuk ke dalam kost dan melihat Cika yang saat itu berdiri dengan gelisahnya di depan kamar Fany.
"Gimana?" tanya Elen.
"Dia gak buka pintu juga dari tadi," jawab Cika.
Tanpa pikir panjang, Elen langsung mendobrak pintu kamar Fany. Elen memang terlihat lebih spontan dengan apa yang ia lakukan. Elan tidak akan berpikir panjang untuk sesuatu yang ia anggap darurat.
Dan apa yang terjadi selanjutnya?