ANTENA KEONG DI EMBUN PAGI
Jun 11, 2022
Di Warung dan Pondok Kecot yang tepatnya di tengah padang rumput barat daya
kota Alingkukoh. Tempat persinggahan dan peristirahatan para pengelana yang
memiliki tempat strategis menghubungkan wilayah satu dengan lainnya. Saat ini
Solor sedang membaringkan badannya di kasur yang selimutnya berwarna kuning tua
masih belum dibuka dari kasur menjadi tampak lungset tertimbun tubuh Solor.
Dengan mata yang masih terbuka menghadap langit langit kamar melihat jejeran
rapi papan kayu berwarna coklat tua. Dengan cahaya dari lampu ublik yang
menempel di dinding membuat dalam ruangan kamar penginapan terlihat remang
berwarna keorenanan yang tampak lebih sedikit terang bagian samping tempat
tidur.
Dipenghujung waktu yang sebentar lagi matahari memperlihatkan cahayanya
memancar memenuhi langit sebelah timur. Solor yang masih belum tidur sedang
memikirkan pernyataan dari pengunjung warung tadi yang sempat mendapat semacam
teror diperbatasan dengan tembakan panah menancap ke jalan tanah yang hendak
dilaluinya.
Atas pernyataan dari pengunjung warung yang bernama Nawiran tadi, mengatakan
tentang Duwitri pemimpin desa Lawes beserta keluarganya teracuni ambisi
mengoleksi batu. Duwitri yang dulu sebagai pemimpin dan ketua desa Lawes,
melakukan perbudakan hingga melewati batas pada pekerja tambang Lartojayan di
Lawes. Mencetuskan sebuah hukum kejam untuk pekerja tambang yang bekerja disana
guna memenuhi keinginannnya.
Mengetahui itu sepintas Solor menginginkan untuk pergi ke Tantruno, Karena
jaraknya perjalanan yang memakan waktu lama dan jauh, kini lebih memilih
mendatangi Wijonayem terlebih dahulu guna menemui Wandarimo.
Cuaca semakin terasa dingin di sekitaran tebing Warung dan Pondok Kecot.
Langit yang awalnya gelap kebiru biruan di sebelah timur, kini beruah lebih
dominan biru tua kebawah biru muda. Sedikit terlihat garis garis pegunungan
Lumut dan beberapa hutan terlihat dari jauh di belakangi sinar matahari yang
semakin lama naik dari timur.
Di dalam kamar penginapan Warung dan Pondok Kecot, Solor ketiduran dengan
posisi yang masih sama. Tidur menghadap ke langit langit tidak sempat memakai
selimut yang diletakan di atas laci sebelah tempat tidur. Tertidur sedikit
mendengkur mengakhiri sepintas apa yang telah dia pikirkan berujung pulas tidak
sadar.
Warung yang berada di lantai dasar tampak sepi hanya di jaga oleh Koro saja,
karena bergantian jaga maka Koro biasanya menjaga warung pada waktu malam
sampai pagi. Hari yang sebentar lagi subuh, menunjukn waktunya juga Arindi
wanita penjaga Warung dan Pondok Kecot sebentar lagi bangun, yang tadinya meja
tengah berbentuk U ramai percakapan kini juga membuat didalam dan luar warung
tampak sepi tidak bersuara, hanya saja terdengar suara lirih lampu gantung
bertali diatas atap yang menggelantung menggantikan keheningan Warung dan
Pondok Kecot. Begitu juga dengan lantai dua pada Warung dan Pondok Kecot ini
tampak hening. Ruangan yang hanya menampakan pintu pintu berwarna coklat tua
tertutup dengan penerang lampu ublik tertempel pada setiap dinding dekat pintu
kamar penginapan membuat suasana lantai dua terasa cozy dan sepi.
Perlahan sinar matahari semakin naik membelakangi pegunungan dan juga hutan di
sebelah timur. Langit yang awalnya hitam kini semakin biru kekuningan dengan
sedikit bintang yang masih berkelipan kekurangan cahaya. Udara pagi hari di
sekitaran Tebing Warung dan Pondok Kecot berubah sejuk bercampur dingin sedikit
berangin. Sinar matahari yang semakin lama juga menyoroti menembus udara hingga
sampai hutan Pinus Alingkukoh yang letaknya timur Latar ijo dan selatan kota
Alingkukoh. Cahaya kuning keputihan menabrak pohon pohon pinus hutan Alingkukoh
tampak bergaris garis bayangan daun dan batang pohon dibarengi kabut tipis yang
merebah naik perlahan kadang juga turun menambah jelas semburatan cahaya
matahari menyinari selah selah pohon tegak lurus di hutan.
Di dalam hutan terdapat jalan tanah yang tidak terlalu lebar, kadang ada yang
terpasang pagar dari kayu setinggi lutut dan jarang juga terpasang tiang lampu
ublik dengan jarak yang berbeda beda dari tiap tiang yang terbuat dari balok
kayu lumayan tebal menancap kencang di pinggir jalan tanah ini. Lampu ublik
dari batu bara yang selalu menyala didalam hutan, yang kadang mati karena bocor
penutupnya kalau tidak kehabisan bahan bakar sebagai penerangan jalan hutan
pinus Alingkukoh jalur ke wilayah selatan Sanajayan.
Di jalan tanah yang hampir keluar dari hutan pinus Alingkukoh, terdapat empat
pengendara kuda yang berlari tidak terlalu cepat menuju ke Lataran ijo.
Dua pengendara didepan yang satu membawa bendera bergambar tiga batu khas
Alingkukoh berbentuk segitiga terkibar di ujung tombak . Dua pengendara kuda
lainnya di belakang mengikuti pengendara yang satunya membawa bendera itu
berlari mengikuti jalan tanah hingga sampai keluar perbatasan hutan pinus
disambut lapangan rumput hijau yang bergelombang luas sejauh mata memandang.
Ke empat pengendara kuda itu terus berlari di iringi cahaya sinar pagi dari
belakang yang masih mengikuti petunjuk jalan tanah naik turun bukit kecil
menuju ke tengah tengah savanah padang rumput ini.
Lajuan kuda yang terus berlari stabil mengarungi hamparan padang rumput yang
dikendarai empat orang berbaju hitam lengan panjang pada pergelangan tangan
terbelit kain setengah karet tebal berwarna putih ke abu abuan, dan bagian
depan terlihat dua kancing baju berwarna putih mengkilap berjejer menurun
hingga sampai bawah. Memakai penutup kepala dari bawah mengecil keatas yang
tidak terlalu tinggi berwarna hitam juga seperti warna baju yang di kenakan.
Bagian pundak terdapat potongan kain tebal terjahit rapi yang di pinggirannya
ada benang perak mengelilingi potongan kain yang terkancing mengancingi sebuah
tali putih agak tebal mengglantung di depan baju menyambung ke sisi potongan
kain tebal pundak satunya. Memakai sarung tangan berwarna putih dan bercelana
hitam di luarnya celana bagian atas terliliti sabuk lebar dari kulit
mengencangi sebuah kain jarik berbatik warna putih dan abu abu yang menutupi
sebagian atas celana.
Keempat pengendara yang berseragam hampir sama tetapi satunya berbeda seragam,
hanya pada penutup kepala ada hiasan melingkar dan memakai sumping berwarna
putih mengkilap.
Lajuan ke empat pengendara kuda dengan satu membawa bendera didepan berlari
mengikuti jalan tanah yang sudah hampir mendekati tebing Warung dan Pondok
Kecot terlihat dari kejauhan bendera terkibar kibar tidak sengaja membuat Koro
berdiri dari duduknya yang sedang mengerek bola bola lampu yang tercantol pada
tali terhubung di atas atap keong dibawah tebing untuk mematikan bola bola
lampu berisi bahan bakar batu bara.
" Wo.. wo..woo..h"
" Alingkukoh"
Gumam Koro terkejut delongop melihat gerombolan kuda prajurit berbendera
Alingkukoh berlari menuju Warungnya.
Seketika Koro duduk lagi mengakhiri mengerek tali lampu ubliknya dengan
mengancing roda kerekan seraya langsung berdiri lagi dengan agak cepat berjalan
menuju jalan tebing naik.
" Ada apa ini"
Gumam Koro berjalan menuju jalan tebing naik sambil pandangan ke arah
gerombolan kuda menuju ke tempatnya
Diatas tebing tepat di halaman warung, Arindi yang sedang menyirami pot
tanaman di dekat pagar teras juga terkejutkan dengan datangnya gerombolan kuda
dari arah timur yang sepertinya menuju ke Warung dan Pondok Kecot.
" Oh... ada prajurit"
Gumam Arindi berpakaian kebaya hijau tua mengangkat ember berbentuk kerucut
berisi air.
Keempat pengendara kuda yang satunya membawa bendera itu terus berlari menuju
Warung dan Pondok Kecot. Hari yang sudah menampakan separoh matahari membuat
langit semakin terang menyinari memberi kehangatan seluruh penjuru belahan
timur, dan sebentar lagi Lataran ijo mendapat bagian sinar itu.
Setiba Koro diatas tebing di halaman warung, dia yang terus melanjutkan
berjalan mau masuk ke warung bertemu Arindi di teras sedang menyirami tanaman
pot.
" Ada apa Prajurit Alingkukoh kemari?"
Kata Koro kepada Arindi
" Ya saya tidak tahulah, kang"
" Apa mau menempel poster Sayembara lagi ?"
Kata Arindi melanjutkan menyirami tanaman Pot di teras
" Kalau sudah segeralah masuk"
" Keburu mereka datang"
Kata Koro kepada Arindi dengan berjalan melewatinya memasuki warung
" Iya.. kang"
Jawab Arindi dengan tenang
Didalam warung yang tampak sepi, Koro berjalan terus menuju tangga naik lantai
dua. Dengan berjalan agak tergesa. Sambil menaiki tangga Koro juga sedikit
bertanya atas kedatangan prajurit dari Alingkukoh ke Warung dan Pondok Kecot
yang biasanya jarang sekali didatangi kalau tidak ada sesuatu hal yang sangat
penting.
Setiba di lantai dua Koro lanjut berjalan lagi menuju koridor yang terdapat
empat pintu saling berhadapan.
Setiba di situ Koro mengetuk salah satu pintu di koridor arah menuju tangga
naik ke lantai tiga.
Tokk.. tokkk
" Gun.., Bangunlah sebentar"
" Ada prajurit dari Alingkukoh datang kemari"
Kata Koro sambil mengetuk pintu kamar Gunadir tidur
Berdiri agak lama didepan pintu kamar yang di samping atas tertempel lampu
ublik membuat cahaya ruangan dominan terlihat berwarna oren.
Hingga tidak lama kemudian gagang pintu bergerak dan terbuka pintu kamar
memperlihatkan perut gemuk Gunadir tidak memakai baju bercelana pendek selutut
warna hijau tua bergaris keemasan pada pinggir
" Ada apa.. Kang"
Kata Gunadir sambil wajah menyadarkan diri
" Aku tidak tahu kenapa Prajurit Alingkukoh datang kemari?"
Jawab Koro yang sedikit mendongak keatas melihat Gunadir
" Ohya.. Kang?"
Kata Gunadir
" Nanti turunlah sebentar"
Kata Koro seraya membalikan badan berjalan menyamping keluar dari koridor
menuju tangga kebawah menjauhi kamar
Mendengar ucapan dari Koro, Gunadir segera masuk ke ruangan kamar, mengambil
baju rompi serta bergegas keluar menutup pintu kamar dan berjalan sedikit
gleyor sedikit masih ngantuk menuju ke warung di bawah.
Koro yang sudah di warung, melihat Arindi di meja mepet tembok bersih bersih
sambil mengelap meja juga membawa ember kecil berisi air untuk menyirami pot
pot kecil di sebagian beberapa meja warung.
" Memangnya ada apa kang, pagi pagi begini Prajurit kerajaan kemari?"
Kata Arindi melihat Koro berjalan turun dari tangga
" Aku tidak tahu"
" Semua tampak amankan?"
Jawab Koro
" Pasti memberitahu tentang Sayembara di Wijonayem"
" Kalau ada tumpangan bagaimana kalau aku kesana kang?"
Kata Arindi dengan senyum riang sambil membersih bersihkan meja
" Memangnya kamu benar mau kesana? "
Ucap Koro berjalan menuju meja tengah berbentuk U
" Iya deh kalau ada tumpangan kang"
Gumam Arindi berambut kepang dua ditaruh depan kanan dan kiri tersenyum sibuk
membersihkan meja
EEeeekk...ekkkk..!
Suara renggekan kuda kekangnya di tarik untuk berhenti terdengar di luar
halaman depan warung.
Dengan tidak lama seorang yang memakai baju lengan panjang hitam memakai
sumping bercelana panjang hitam juga dan kain jarik membungkus kaki bagian atas
berwarna putih abu abu sampai lutut berjalan menuju teras diikuti dua orang
yang terlihat dari dalam warung.
Koro yang berdiri melihat orang itu memasuki dalam warung tampak siap dan
tenang memberi salam menyambut kedatangan.
" Salamat datang di Warung dan Pondok Kecot, tuan"
Kata Koro mempersilahkan kedatangan ketiga orang itu memasuki warung
" Selamat pagi tuan"
Kata Arindi yang berada di bagian samping warung tepat di bangku bangku mepet
tembok
" Oh.. tuan Darmaji, silahkan tuan"
Kata Koro mengetahui yang datang adalah pemimpin kota barat Alingkukoh seraya
berjalan keluar dari meja tengah berbentuk U
Ketiga orang kerajaan itu berhenti ketika sudah sampai dalam warung. Seorang
bernama Darmaji pemimpin bagian kota barat Alingkukoh yang di belakangnya dua
prajurit menemani kunjungan.
" Selamat pagi"
Kata Pemimpin kota Alingkukoh bagian barat
" Silahkan tuan Darmaji"
Kata Koro sambil mengulurkan tangan memberi silahkan duduk di bangku dingklik
depan meja U
Seketika Darmaji berjalan lagi mendekati bangku dingklik yang sudah rapi di
tata Arindi sebelumnya hingga dia menduduki bangku dingklik itu yang masih
iikuti dua prajurit di belakangnya.
" Tuan, teh hangat dengan jeruk nipis?"
Tanya Koro kepada Darmaji yang sedang menata tempat duduknya menyamankan diri
" Tidak usah, saya hanya ingin menanyakan sekaligus pesan dari raja"
kata Darmaji dengan pakaian khas kerajaan Alingkukoh duduk yang dibelakangi
dua prajurit berdiri di sisi kanan kirinya
" Oh.. suatu kehormatan tuan"
" Sekiranya apa yang kami bisa bantu, kami dengan senang hati melakukannya"
Ucap Koro kepada Darmaji yang berlanjut berjalan menuju masuk meja tengah
berbentuk U
" Langsung saja, menurut laporan dari kerajaan. Kemarin sore sesudah
kedatangan Solor si Kroto Domble datang ke ruang raja, dan juga berkaitan
dengan sekelompok perompak yang mengancam salah satu warga kerajaan, kami
datang kemari hendak menanyakan apakah anda melihat sekelompok ini berkeliaran
di Lataran Ijo?"
Kata Darmaji pemimpin kota Barat Alingkukoh.
"Oh... tebing ini tinggi tuan, sehingga kami dapat melihat sekeliling Lataran
ijo dengan jelas, belum lagi bisa dilihat dari balkon atap, dan semua saya kira
baik baik saja,
Kami juga tidak melihat dari kemarin adanya tanda tanda kelompok perompak,
hanya saja kami didatangi seorang pengunjung dari Tantruno yang katanya tadi
malam mendapat teror, yang lainnya tampak seperti biasanya"
" Oh... iya tuan, tuan Solor malam ini juga menginap disini"
Kata Koro sambil berdiri berada didalam meja tengah berbentuk U
" Begitulah, tuan Waluyo Karman juga sudah mengatakan itu sebelumnya, selain
membawa pesan dari kerajaan ada yang harus saya sampaikan pesan pribadi untuk
tuan Solor dari tuan Waluyo Karman "
Kata Darmaji duduk di bangku dingklik depan meja tengah berbentuk U
Sambil mendengarkan percakapan itu Arindi yang sebelumnya bersih bersih di
sebelah samping dimana meja dan bangku dingklik mepet tembok kini berjalan
menuju meja tengah berbentuk U
" Pelangganmu yang terkena teror itu bagaimana ceritanya "
Kata Darmaji pemimpin kota bagian barat Alingkukoh mengernyitkan dahinya
ketika mendengar pelanggan Koro ada yang diteror
" Tadi malam hendak waktu subuh, kami didatangi oleh seorang dari Tantruno
yang berencana mengunjungi Wijonayem untuk melihat Sayembara tuan"
" Kata beliau di perbatasan hutan Pegunungan Lumut ada seseorang melayangkan
anak panah tepat di depan beliau yang sedang melaju menuju Lataran Ijo"
Kata Koro kepada Darmaji yang sambil menengok nengok mencari anak panah yang
awalnya tergeletak di meja tengah berbentuk U tadi malam.
Arindi yang sedang meracik empat gelas Teh sambil mengulurkan tangannya
menunjuk anak panah itu yang tergeletak dekat laci kasir memberitahukan Koro
yang sedang bercakap dengan Darmaji.
Seketika Koro mengambil anak panah yang tergeletak di atas meja kasir itu
dipegangnya dan di taruh di berikan kepada Darmaji yang duduk di depan meja
tengah berbentuk U.
" Ini tuan anak panahnya"
Jawab Koro sambil meletakan anak panah menyamping diatas meja yang diduduki
Darmaji
Diambilnya anak panah itu oleh Darmaji, sambil diangkatnya dan sedikit diputar
hingga dia mengetahui bahwa anak panahnya model senjata biasa yang umum di
gunakan orang orang.
"Dilihat dari anak panahnya seperti anak panah biasa"
Kata Darmaji sambil melihat anak panah itu diputar putar meneliti bahan dan
bentuknya.
" Pendatang tadi malam tidak tahu juga siapa yang melayangkan anak panah ini,
ketika beliau mencari dari sumber tembakan serta meneriakinya tidak ada yang
kunjung muncul siapa pelakunya"
Tambah Koro menjelaskan kejadian yang dialami pendatang tadi malam
" Lantas, Apa yang diucapkan tuan Solor mengetahui kejadian ini?'
Tanya Darmaji pemimpin kota Barat Alingkukoh pagi pagi sekali mengunjungi
Warung dan Pondok Kecot
" Tuan Solor juga tidak tahu tuan, karena memang sejak kemarin tidak ada
sesuatu yang mencurigakan dari wilayah Latar ijo ataupun pendatang warung"
"Semua tampak seperti biasa"
" Hanya saja kami juga mendapat berita lagi kalau ada warga di Ampringan
melakukan demo"
Ucap Koro yang masih berdiri menghadap Darmaji pimpinan wilayah kota barat
Alingkukoh.
" Iya, Demo di Ampringan sebagian warga ada yang menolak diadakan Sayembara"
Gumam Darmaji
" Ini tuan "
Kata Arindi memberikan satu teh gelas jeruk nipis kepada Darmaji yang duduk di
bangku dingklik depan meja tengah U sambil tangan satunya membawa Leser berisi
tiga teh hangat jeruk nipis
" Oh baiklah kalau begitu, terima kasih"
Kata Darmaji menerima teh hangat jeruk nipis yang di tata di lengser yang
semua ada empat gelas
Mendengar percakapan dari warung di lantai dasar membuat Solor sadar dari
tidurnya sehingga membuka matanya sekejap.
" Masih belum siang"
Kata Solor sambil menengok melihat jendela bundar diatasnya tampak belum
terlalu terang
" Selamat datang tuan tuan"
Ucap Gunadir barusan turun memberi salam dengan tangan membuka pada Darmaji
" Dua hari lagi Sayembara di Wijonayem akan di mulai tuan, kesatria baru akan
lahir sebagai pemenang"
Kata Gunadir berjalan menuju ke dalam meja tengah berbentuk U
" Selamat pagi"
Jawab Darmaji sembari minum teh hangat seraya mempersilahkan dua orang
prajurit dibelakangnya menikmati juga
" Dari pihak kerajaan segera mengirimkan kesatria dan di bantu prajurit untuk
melakukan penjagaan di wilayah sekitaran kerajaan meliputi Lataran Ijo,
Ronoasri, Hutan pinus, dan sekitaran lainnya"
Gumam Darmaji kepada Koro dan juga Gunadir
" Oh.. benarkah tuan, "
" Disini juga akan di jaga?"
Ucap Gunadir
" Perintah dari raja untuk segera menangkap perompak"
" Masih belum jelas perompak itu darimana"
Kata Darmaji
" Oh...perompak, "
Gumam Gunadir berhenti berdiri di samping Koro di dalam meja tengah U
" Benar, salah satu warga kerajaan diancam dengan memberi tanda tinta pada
jari mereka"
Terang Darmaji
"Oh..Mengejutkan tuan,"
" Apa perompak itu akan mengadakan pemilu?"
Kata Gunadir dengan gaya serius
Dengan menggeleng kepala Darmaji sembari mengambil gelas tehnya untuk sesekali
meminum lagi
" Kenapa kelompok itu menandai dengan mencelupkan tinta tuan? "
Ucap Koro sambil bergerak melangkahkan kakinya lebih dekat pemimpin kota barat
itu seraya menduduki kursi dingklik kotak yang ada di dalam meja tengah
berbentuk U
" Masih belum tahu penyebabnya"
" Apakah tuan Solor belum bangun?"
Jawab Darmaji
" Semenjak Solor si kroto domble datang menemui raja membuat tuan Waluyo
Karman memerintahkan saya untuk datang kesini "
" Selain itu memerintahkan untuk memberi peringatan"
Tambah Darmaji yang duduk dibangku dingklik depan meja tangah
" Tuan Solor masuk ke kamar penginapan begitu sudah larut tuan,"
" Perihal kejadian tadi malam "
Ucap Koro yang juga duduk menghadap Darmaji
Sambil mendengar Koro berbicara, Darmaji menyuruh salah satu kedua prajurit
yang duduk di meja menikmati teh hangat untuk menempelkan kertas pengumuman ke
papan pengumuman di samping pintu warung selatan.
" Pasangkan di papan"
Kata Darmaji membalikan badan ke samping dengan masih keadaan duduk kepada
kedua prajurit duduk di sebelah bagian meja utara menikmati teh hangat.
" Baik, tuan"
Ucap salah satu prajurit yang awalnya sudah di bekali gulungan kertas
pengumuman beranjak berdiri dari bangku seraya berjalan menuju kearah bagian
tatanan meja selatan warung.
Prajurit membawa gulungan kertas tebal menghampiri papan di dekat pintu
selatan warung, Papan yang sebelumnya ada poster Sayembara kini di tempeli
kertas pengumuman yang ukurannya lebih kecil dari poster sayembara lagi oleh
prajurit tepat di bawah agak menyamping dari posisi poster sayembara tertempel.
Di olesinya lem perekat yang diambil dari sabuk prajurit dengan menyeluruh di
bagian belakang kertas lalu di tempelnya ke papan kayu dengan rapi mulai dari
atas kebawah hingga terlihat jelas tulisan tulisan di kertas itu.
PENGUMUMAN
DIBERITAHUKAN KEPADA SELURUH WARGA SANAJAYAN
UNTUK SEGERA MELAPOR KEPADA KERAJAAN
ATAS PEROMPAK PENCELUP TINTA
MEMBAWA HIDUP HIDUP MENDAPAT IMBALAN
Kertas pengumuman yang bagian bawahnya terdapat tanda gambar logo kota
Alingkukoh kini terpasang di papan pengumuman didalam warung dekat pintu keluar
masuk selatan. Mengetahui prajurit kerajaan menempelkan kertas pengumuman,
membuat Arindi berjalan mendekati papan itu.
" Oh.. tuan Perompak pencelup tinta?"
Kata Arindi berdiri di sebelah prajurit yang selesai menempelkan kertas sambil
membalikan punggungnya menghadap melihat Pemimpin kota barat Alingkukoh
" iya,"
Sambil mengangguk pelan Darmaji pemimpin kota barat Alingkukoh membelokan
punggungnya yang masih duduk menatap Arindi
" Halo selamat, pagi"
Sahut Solor sambil menuruni tangga melihat mereka semua di ruangan warung yang
sesekali melihat kebawah memperhatikan jalannya.
" Tuan Solor sudah bangun"
Kata Gunadir menganggukan badannya yang masih berdiri di dalam meja tengah
berbentuk U.
" Kamar mandinya sudah bersih tuan, silahkan apabila mau ke kamar mandi "
Kata Koro dengan bergegas berdiri tangannya mempersilahkan kearah toilet
belakang agak keutara meja tengah.
" Tuan Solor, senang bertemu disini tuan"
Ucap Darmaji pemimpin kota barat Alingkukoh yang masih duduk di depan meja
tengah.
" Tuan Darmaji dari kerajaan?"
" Baiklah, aku akan pergi ke toilet dahulu"
Jelas Solor berjalan melewati mereka menuju kearah ruangan warung yang sebelah
utara.
" Tadi malam begitu larut sehingga tuan Solor tidur hampir matahari terbit"
Gumam Gunadir sambil bergerak beralih tempat keluar dari dalam meja tengah
berbentuk U
Di papan pengumuman yang berdiri tegak di sebelah pintu selatan masuk warung
yang masih dilihat oleh Arindi penjaga warung dan satu prajurit penempel
kertas, kini dihampiri Gunadir yang ingin melihat isi tulisan pada kertas yang
di tempel di papan pengumuman.
" Kang Koro yang membangunakan ya kang"
" Sekali sekali tidak tidur juga tidak apa apa ya kang"
Ucap Arindi ke Gunadir yang berjalan menghampirinya.
" Ohh..iya sebenarnya aku masih mengantuk"
" Ganti shift ke sore aku nanti"
Kata Gunadir menghampiri Arindi
" Tidak apa lah kang"
Ucap Arindi dengan senyum memperlihatkan
Selesai keperluan di kamar mandinya, Kini Solor keluar dari kamar mandi dengan
sedikit wajah yang basah membuat tampak segar.
" Dari kamar saya kira siapa tuan, pagi sekali warung terdengar ramai"
Kata Solor berjalan dari utara meja tengah berbentuk U menuju mendekati bangku
dingklik kursi yang diduduki Darmaji pemimpin kota Alingkukoh
" Kedatangan anda ke singgasana raja sebelumnya membuat tuan Waluyo Karman
menyuruh saya datang kemari"
" Ohya?, bagaimana dengan raja?"
Jawab Koro
" Saya hanya menyampaikan pesan pribadi tuan Waluyo Karman tuan"
" Sebelumnya juga dari data yang didapat di perpustakaan kota, kami sudah
mengetahui kalau Sayembara yang diadakan di Wijonayem benar benar membuat daya
tarik besar karena hadiahnya. Sehingga kabar Sayembaraan ini meluas ke seluruh
Sanajayan bahkan sampai ke luar Sanajayan."
Kata Darmaji kepada Solor hingga dia sampai menduduki bangku dingllik
bersebelahan.
" Lantas"
Ucap Solor menduduki bangku dingklik sebelah utara Darmaji
" Begitulah tuan, perihal Akik Kumenteng yang sudah diberikan kepada tuan
Wandarimo, itu sudah hak atas kerajaan Alingkukoh menurunkan kepada tuan
Wandarimo"
Gumam Darmaji kepada Solor
" Oh, saya tidak ikut campur atas itu tuan Darmaji"
" Saya hanya saja tidak tahu kepada pihak kerajaan, Apakah mereka sudah tahu
siapa pembuat Akik itu"
Jelas Solor menjawab dengan kepala sedikit pening kurang tidur
" Akik itu keluar dari tubuh seorang penambang yang bernama Hartoko tuan..."
Kata Darmaji
" Saya sebelumnya juga tidak tahu tentang Akik Kumenteng, hanya saja itu
pernah terdengar bahwa akik itu milik Wandarimo"
" Karena adanya penyanggahan informasi dari temanku, membuat saya mencoba
menelusuri akik yang dijadikan hadiah tersebut"
Tambah Solor menjelaskan
" Dari Tuan Waluyo Karman mengatakan bahwa Akik Kumenteng itu milik penambang
bernama Hartoko yang keluar dari tubuhnya, kelima penambang dulu yang
memberitahukannya sendiri serta sudah digarami disaksikan raja dan tetua
lainnya "
Sahut Darmaji sembari menyeruput teh gelasnya dengan mencoba santai
" Kalau itu benar bukan dari Lingkaran Kegelapan, lantas kenapa bisa akiknya
bisa mujarab??
Kata Solor kepada Darmaji pemimpin kota barat Alingkukoh.
" Dengan itu apakah anda menganggap Hartoko melakukan Lingkaran Kegelapan
didalam gua?
atau memang kelima penambang telah berbohong?
Tanya Balik kepada Solor
"Memang kita tidak tahu kejadian yang sebenarnya, karena ini sudah seratus
tahun silam"
Jawab Solor
" Maka dari itu tuan Solor, para penambanglah yang membuatnya "
" Karena akiknya muncul dari tubuh penambang, kalaupun itu buatan ayah dari
penambang, ayahnya sudah lama meninggal karena hukuman.
Jawab Darmaji
" Sungguh ini aneh sekali"
Gumam Solor
" Akik Kumenteng itu belum terbuat tuan, Ayah Hartoko hanya memasang susuk
pada belakang leher anaknya"
Jelas Darmaji berusaha menyampaikan apa yang di pesankan oleh Waluyo Karman
" Jadi siapa sebenarnya pembuat akik itu?"
Gumam Solor mulai gusar atas sanggahannya
" Akik itu keluar setelah penambang bernama Hartoko anak pembuat akik itu
meninggal"
" Jadi apakah menurutmu itu yang membuat adalah Ayah dari penambang?
Tanya Darmaji kepada Solor
" Yang dipasang oleh ayahnya pada tubuh penambang itu adalah ..."
" Susuk.."
" Dari koin emas"
Kata Darmaji menjelaskan lagi berusaha membela kerajaan dengan mencoba
menghindarkan Akik itu dari Lingkaran Kegelapan.
Mendengar pernyataan dari Darmaji membuat penyanggahan Solor semakin runtuh
perihal informasi yang didapat dari surat temannya tentang pembangunan candi
raksasa ternyata yang membuat adalah bukan dari ayah penambang. Dengan ini
Solor mulai menganggap bahwa akiknya memang tidak dari Lingkaran Kegelapan atau
bisa dikatakan diluar benda pusaka.
" Jadi benar? Akiknya tidak dari Lingkaran Kegelapan ya tuan?"
Tanya Solor
" Dari tuan Waluyo Karman sudah memahami maksud anda pergi menemui Raja tuan,
tetapi ingatlah lagi,
Akik itu muncul dari penambang yang bernama Hartoko"
Kata Darmaji
" Menurut anda kenapa kelima penambang yang masih hidup itu menyerahkan
Akiknya ke Kerajaan?"
Kata Solor sambil membuka telapak tangannya mengarah ke Darmaji
Mendengar itu Darmaji mengambil nafas panjang berusaha menjawab pernyataan
dari Solor
" Kalau itu sudah jelas tuan, kelima penambang yang masih hidup tidak berani
membawa Akik itu"
" Selain itu sudah pastinya mereka tidak ada yang mau akik itu karena itu
milik Hartoko"
" Dengan ini sisa penambang yang selamat berusaha menghormati Hartoko untuk
itu menyerahkan kepada Aliansi"
Jelas Darmaji
" Bukan tidak berani membawa"
" Sebentar tuan, maaf... kalau di telusuri, menurut anda kenapa penambang yang
selamat mereka langsung menempuh perjalanan ke Alingkukoh?"
" Kenapa tidak ke Wartojayan? ataupun desa lainnya yang lebih dekat dari Lawes?
" Saya kira pihak kerajaan Alingkukoh juga pernah memikirkan itu"
Kata Solor berusaha memutus pembicaraan yang semakin memanas.
Darmaji terdiam mendengarkan ucapan dari Solor yang sedikit masuk akal karena
memang Jarak Lawes ke Alingkukoh sangat jauh yang bahkan melewati kota dan desa
lain dengan bermaksud menyerahkan akiknya pada Aliansi.
" Kalau menurut pernyataan dari anda, itu seperti memojokan pihak kerajaan
Alingkukoh"
Ucap Darmaji duduk bersebelahan dengan Solor
"Loh.. kok bisa? tentu saja tidak tuan, hanya saja maksud saya dari pihak
kerajaan Alingkukoh harus mengetahui itu juga"
" Apakah benar pihak kerajaan Alingkukoh sudah menggarami akiknya?"
" Dengan itu pasti akan terjawab..."
Ucap Solor berusaha memberi pengertian pada semua bahwa Akiknya aman dari
Lingkaran Kegelapan.
" Kejadiannya itu sudah dahulu tuan, dan tentu saja sudah dites... bahwa
akiknya tidak dari Lingkaran Kegelapan.."
" Anda secara tidak langsung menyalahkan pihak Alingkukoh tuan Solor! Karena
penurunannya kepada Wandarimo"
Ucap Darmaji sedikit mempertahankan diri
" Oh, saya tidak mau berdebat tuan,"
" Maaf apabila kata kata saya ada yang salah"
Ucap Solor
" Lantas menurut tuan, kerajaan Alingkukoh harus menarik kembali akiknya? atau
memperhentikan Sayembaranya?"
Tambah Darmaji
" Kenapa anda mengatakan begitu?"
Ucap Solor
" Tuan Waluyo Karman mengatakan ini"
Ucap Darmaji
" Apa yang dia katakan?"
Ucap Solor
" Semenjak anda datang ke singgasana raja, sebenarnya tuan Waluyo Karman
sependapat dengan anda perihal ada surat yang terbaca"
" Makanya selain memberi peringatan poster ada pesan pribadi yang harus saya
sampaikan pada anda.."
" Oh..."
Guman Solor menyanggah dahinya sambil menggelengkan kepala
" Begini ucapan dari Raja Gumandar yang dikataan oleh tuan Waluyo Karman
setelah anda pergi meninggalkan :
Dari kakek Raja Gumandhar, memberitahukan pesan dari penambang yang selamat
mereka mengatakan, kalau mereka tidak berhak menyimpan akik itu dan mereka
semua tidak ada yang mau menyimpannya."
" Maka dari itu dari kerajaan menggantikan kelima penambang yang selamat
menyimpan akiknya"
Tambah Darmaji menjelaskan kepada Solor yang masih keadaan kepalanya di
sanggah yang duduk sebelahan Darmaji
"Setelah mengetahui itu semua, kerajaan Alingkukoh juga bertindak lanjut
menghakimi Pemimpin desa Lawes, karena adanya laporan perbudakan dari kelima
penambang yang selamat sampai berujung penyerangan karena dari pihak Lawes
mempertahankan guna menyerang balik"
" Setelah Lawes kalah, Mereka pemimpin desa dihukum mati yang ternyata salah
satu dari keluarga mereka diketahui melakukan pelanggaran dari Aliansi, yaitu
menggunakan Lingkaran Kegelapan"
Jelas panjang Darmaji sampai ketiga penjaga warung pun ikut mendengarkan ada
yang sambil duduk di bangku dingklik dari jauh
" Kerajaan menggantikan untuk menyimpan akiknya atau memang kelima penambang
yang memberikannya?"
Tanya Solor kembali mengangkat kepalanya karena juga sedikit pusing karena
mengantuk mencoba tetap giras
" Tentu saja tuan, kelima penambang yang memberikannya kepada kami, kalau
tidak, lantas kenapa mereka langsung menempuh jarak jauh hingga ke Alingkukoh?"
Jelas Darmaji
" Nah, dengan begitu Raja dengan Percaya dirinya meminta Akik itu ? "
" Sebetulnya Kelima penambang itu menaruh kepercayaannya terhadap Alingkukoh"
Kata Solor sedikit memancing mengolah apa yang di dalam otak Darmaji
" Tuan Solor!! , Anda tidak seharusnya mengatakan begitu kalau anda tidak
dapat melakukan apa yang harus anda lakukan!
" Anda terlalu mengungkit apa yang terjadi pada masa lalu yang anda saja belum
lahir waktu itu!"
Ucap Darmaji dengan tegas menjalankan prioritasnya
Mencoba melindungi agar berita tersebut tidak memperkeruh acara Sayembara
" Lantas, adanya pemberontak yang mendemo memperhentikan Sayembaranya ?"
" Apakah pernyataanku juga bersalah ?"
Ucap Solor
" Anda juga sudah mengenal jauh tuan Wandarimo, dengan begitu anda seharusnya
memakluminya apa yang dilakukan Raja"
Kata Darmaji menambahkan
" Apa yang harus saya maklumi??"
Tanya Solor
" Lantas menurut anda harus di serahkan kepada siapa akik itu?"
" kepada anda tuan Solor?"
" Agar senantiasa Sanajayan aman dari mara bahaya?"
" Agar jauh dari ramalan ramalan yang menakuti penduduk dan warga?"
Terdiam sebentar Solor berusaha memfokuskan pernyataan dari Darmaji sambil
diperangi rasa kantuk yang masih tersisa membuat sedikit pening pada kepalanya.
" Maaf saudaraku, kepalaku sedikit berat, tadi saya tidur sebentar sekali"
Kata Solor menundukan kepala menghadap meja di bawahnya dia duduk
" Tuan Solor, bantulah kami apabila memang ini kesalahan dari raja "
" Sungguh, tuan Waluyo Karman juga bingung tentang hal ini..."
Ucap Darmaji
" Tidak.. tidak.. sebetulnya saya juga bingung akan hal ini.."
" Saya nanti akan pergi ke Wijonayem, untuk mengulangi penggaramannya..."
" Jadi anda belum mempercayai kami kalau akik itu tidak dari Lingkaran
Kegelapan?"
Tanya Darmaji kecewa
" Bukan begitu, saya hanya ingin tahu tuan..."
" Tuan Solor..jangan sampai karena Lingkaran Kegelapan ini membuat kita
menjadi bertikai"
" Apabila Akik itu dari Lingkaran Kegelapan atau bukan"
" Sungguh, ini adalah tanggung jawab kita semua"
Kata Darmaji
" Kenapa harus diturunkan, kenapa tidak di simpan oleh pihak kerajaan"
Gumam Solor
"Wandarimo seorang pejuang jaman dahulu tuan, yang selalu mengabdi kepada
kerajaan dan banyak berjasa pada warga Sanajayan"
" Sama seperti anda, kalianlah pemimpin pemimpin kami, pelindung kami, pejuang
kami" Sang Pengembara Bulan
Kata Darmaji
" Bagaimana keadaan kerajaan sekarang?"
Tanya Solor
"Selain saya di suruh tuan Waluyo Karman untuk menemui anda, saya juga
ditugaskan untuk memberi pengumuman bahwa di sekitar wilayah kerajaan dalam
pengawasan termasuk Lataran Ijo dan juga Ronoasri"
Jelas Darmaji sambil tangannya menujuk mengarah ke papan pengumuman
" Ada apa?"
Tanya Solor ke Darmaji
" Kemarin petang, salah satu warga kerajaan melapor atas ancaman sekelompok
perompak"
" Perompak yang terdiri dari lima orang mengancam akan membunuh orang yang
sebelumnya mereka temui"
" Anehnya lagi mereka yang telah diancam sebelumnya disuruh mencelupkan jari
jarinya ke tinta berwarna hitam"
Kata Darmaji menjelaskan
" Perompak?"
" Apa lagi yang sedang terjadi?"
Gumam Solor
" Kemarin petang saya keluar dari kerajaan, melewati hutan Alingkuloh semua
seperti biasa, banyak warga pengendara melintas"
Tambah Solor sambil merubah posisi duduknya bersila mengangkat kaki satunya ke
bangku dingklik
Saat itu matahari pagi menebarkan cuaca hangatnya yang meluas membakar titik
embun yang sebelumnya menyelimuti pegunungan sekitaran Lataran ijo menjadi
lebih tampak jelas kedetailan daun pohon serta hutannya. Hingga lama kelamaan
pagi pun menyingsing menyambut warga Sanajayan yang tidak sabar menunggu selama
tujuh tahun yang diadakan Sayembara di Wijonayem dua hari lagi.